Penangkapan Terduga Teroris
Waspadai Serangan Teroris Jenis Baru
Melihat karakter kasus bom di Tambora (Jakarta), Beji (Depok), dan Jebres (Solo) tampaknya patut diwaspadai akan adanya serangan teror baru.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Police Watch (IPW) memberi apresiasi kepada Polri yang akhir-akhir ini bekerja maksimal melakukan deteksi dan antisipasi dini, sehingga sebelum orang-orang yang disebut sebagai teroris beraksi sudah berhasil ditangkap. Melihat karakter kasus bom di Tambora, Beji, dan Jebres (Solo) tampaknya patut diwaspadai akan adanya serangan teror baru.
Disebutkan Ketua Presidium IPW Neta S Pane, ada empat indikasi yang patut dicermati Polri. Pertama, momentum peringatan Bom Bali 1 pada 12 Oktober dan Bom Bali 2 pada 1 Oktober. Kedua, pada 20 Mei 2011 Polri pernah umumkan 15 bom aktif masih berada di tangan DPO terori, 5 di antaranya ada di kelompok (Sigit Qurdowi) di Cirebon (kasus bom bunuh diri di Polres Cirebon).
"Ketiga, kelompok Solo sejak beberapa tahun terakhir dibawa kendali orang-orang Sigit Qurdowi. Sigit tewas ditembak polisi tahun 2011. Di masa hidupnya ia berhasil merekrut anak-anak muda yang militan dan dia disebut Amir (ketua) oleh kader-kadernya. Sigit adalah pemasok bahan pembuatan bom ke jaringan Cirebon. Setelah kematian Sigit anak buahnya selalu berusaha melakukan aksi teror besar tapi tak pernah terlaksana karena keburu diciduk polisi," jelas Neta S Pane dalam rilis yang diterima Tribunnews.com, Minggu (23/9/2012)..
Keempat, kasus bom Tambora, Beji, dan Jebres memiliki kesamaan karakter. Dari fakta-fakta di TKP terlihat banyak kecerobohan. Ini menunjukkan bahwa mereka adalah pemain baru.
"Pertanyaannya kemudian, siapa yang merekrut, membina dan melatih mereka membuat bom? Sepertinya, orang ini belum tertangkap dan masih berkeliaran," jelas Neta.
Dalam jaringan teroris Indonesia pasca reformasi ada "struktur acak" yang terdiri dari penyandang dana, pemimpin, pencari dana, perekrut, pelatih bom, pelatih lapangan, pembuat bom,pemantau lokasi, juru picu, pengantin (eksekutor lapangan). Namun mereka tidak pernah memiliki tim propaganda dan negosiator seperti teroris di luar negeri.
"Mata rantai struktur ini masih sulit diputus aparat keamanan, sehingga aksi-aksi sporadis kerap bermunculan. Dan yang harus diwaspadai saat ini adalah aksi sentimentil para teroris dalam mengenang kasus bom Bali yang indikasinya sudah bermunculan," jelas Neta.