Perdagangan Satwa Liar Jambi Nomor Satu
Perambahan Hutan dan perburuan satwa liar yang dilindungi semakin marak terjadi di Jambi.
TRIBUNNEWS.COM, JAMBI - Perambahan Hutan dan perburuan satwa liar yang dilindungi semakin marak terjadi di Jambi.
Fahrurrazi, Kasi Pembalakan Ilegal dan Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL) Wilayah I BKSDA Jambi, mengungkapkan, tingginya perdagangan dan perambahan hutan di Jambi salah satunya disebabkan kurang tegasnya aparat terkait.
Fahrurrozi mengatakan hal itu dalam rapat koordinasi pengamanan hutan Provinsi Jambi oleh BKSDA (Badan Kelestarian Sumber Daya Alam) Pemprov Jambi di Hotel Royal Grand Resto Paal X Kotabaru, Jambi, Kamis (13/9/2012).
Rapat diikuti oleh semua jajaran kehutanan di kabupaten dan kota di Provinsi Jambi, pihak kejaksaan, polisi, TNI, dan sejumlah unsur muspida.
Menurut Fahrurrozi, banyak kasus yang terjadi adalah lolosnya perdagangan satwa liar dari tangan petugas.
"Banyak hewan seperti harimau, trenggiling, orang hutan, dan satwa lindung lainnya dijual masyarakat keluar provinsi. Dan ini terbukti setelah penjual tersebut ditangkap di provinsi lain. Ini menunjukkan kurangnya keamanan dan pengawasan dari Kepolisian Kehutanan (Polhut) maupun aparat di Jambi," kata Fahrurrozi.
Menurutnya, dari hasil tangkapan yang dilakukan provinsi tetangga, tampak jelas bahwa pengamanan di Jambi masih kurang.
"Yang keluar beritanya di media massa, pasti (masuknya satwa liar) selalu dari Jambi. Jadi saya berani bilang Provinsi Jambi mendapat peringkat satu nasional dalam perdagangan satwa liar," katanya.
Kepala BKSDA Provinsi Jambi Tri Siswo Raharjo, mengatakan, tingginya angka perambahan hutan di Jambi harus segera ditangani secara serius.
Menurutnya, banyak modus yang dilakukan perambah untuk menghabiskan hutan di Jambi, termasuk memanfaatkan nama suku anak dalam (SAD) untuk perambahan awal.
Namun setelah hutan itu dibuka, maka perusahaan membeli hutan tersebut dengan berangsur-angsur.
"Yang banyak mengambil hutan itu adalah mengatasnamakan SAD. Dengan nama SAD, maka orang-orang tersebut dengan bebas bisa mengambil hutan. Padahal yang mengambil bukan SAD. Setelah hutan dibuka, dia jual lagi ke perusahaan," jelasnya.
Ia menegaskan, seharusnya petugas dishut, kepolisian, TNI, masyarakat dan instansi lainnya bisa mengawasi perbuatan yang sangat merugikan negara itu.
Kasat Polhut Jambi Krismano, mengatakan, volume kerusakan hutan di wilayah Jambi tiap tahunnya mencapai 24 ribu hektare lebih atau setara 2 persen dari total hutan di Jambi yang mencapai 2 juta hektare.
Menurut dia, kondisi hutan Jambi telah mengalami penyusutan seluas 767 ribu hektare (26,04%) jika dibandingkan luas hutan pada tahun 1985 yang mencapai 2,9 juta hektare.