Sabtu, 4 Oktober 2025

Peraturan Menkeu Dikhawatirkan Bunuh Pelaku Industri Rokok

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.04/2010 dinilai berpotensi membunuh pelaku industri rokok.

Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Sugiyarto
zoom-inlihat foto Peraturan Menkeu Dikhawatirkan Bunuh Pelaku Industri Rokok
TRIBUNNEWS.COM/WIDIYABUANA ANDARIAS
ILUSTRASI

Peraturan Menkeu Dikhawatirkan Bunuh Pelaku Industri Rokok

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.04/2010 tentang Hubungan Istimewa Perusahaan Rokok dinilai bisa membunuh pelaku industri rokok. Eksekusi peraturan menteri itupun diharapkan ditunda.

“PMK itu memang bisa dieksekusi kapanpun. Tapi harus dilihat dampaknya apakah merugikan atau menguntungkan, kalau hanya menguntugkan segelintir orang tapi merugikan banyak orang sebaiknya di tunda dulu,” kata Anggota Komisi IX, Poempida Hidayatullah , di Jakarta, Kamis (13/9/2012).

Selain itu, industri tembakau ini juga ladang basah yang memiliki uang banyak. Bisa jadi motivasi dikeluarkannya PMK itu untuk ‘menggoyang’ supaya menguntungkan pihak tertentu. “Ini kan dekat dengan 2014, Pemilihan Umum. Di goyang sedikit saja, barangkali ada kucuran uang, dan uangnya bisa digunakan untuk kepentingan politik,” sindirnya.

Politisi Golkar ini mengungkapkan, saat ini industri rokok menyerap tenaga kerja yang sangat besar. Kontribusi untuk APBN pun sangat besar, sampai puluhan triliun. Terbesar ketiga setelah pendapatan dari pertambangan.

“Ada 30 juta orang yang bergantung pada industri rokok. Mulai dari pengusha besar, menengah dan kecil, petani, pengecer bahkan konsumen. Kalau industri ini dimatikan, entah apa dampaknya,” tegasnya.

Menurut dia, dampak diterapkannya PMK ini adalah menciptakan harga cukai yang tinggi. Hal itu memang sengaja diciptakan pemerintah dalam konteks korelasi target income pendapatan pemerintah untuk APBN.

Padahal, harga cukai yang tinggi kalau dilihat dampak untuk kesehatan secara statistik tidak mengurangi jumlah kebiasaan orang merokok dan tidak mempengaruhi juga guna menguranginya.

"Namun demikian, tingginya cukai, harus dibarengi dengan mekanisme pengawasan di lapangan yang baik, jangan sampai terjadi permasalahan cukai palsu dan black market rokok murah," kata Poempida.

Poempida menjelaskan pada dasarnya biaya produksi rokok itu relatif murah, jika memang harga rokok mahal akibat cukai maka akan terjadi disparitas harga yang berpotensi menciptakan "black market".

"Cukai rokok tinggi pun tidak akan berdampak dalam konteks inflasi, karena rokok bukan variabel yang sensitif dalam ekonomi pasar,"ungkap politisi golkar ini.

Selain itu poempida menambahkan, masalah Juklak yang diterbitkan oleh Dirjen Bea Cukai bulan Juli 2012,  perlu dilihat saja nanti dampaknya seperti apa setelah implementasi. "Di lain pihak memang saya melihat pemerintahan ini, ingin sekali meregulasi bisnis tembakau/rokok, secara luas," ujarnya.

Dengan akan disahkannya RPP Tembakau dan Pemberlakuakn PMK 191/2012, tentang tarif cukai tembakau, jika dalam pembuatan kebijakan terjadi "overheating" dalam suatu sektor, maka kebijakan tersebut dapat menjadi bumerang.

Anggota Komisi IX, Rieke Dyah Pitaloka menambahkan, biasanya Undang-Undang itu hadir mendahului peraturan menteri, namun dalam kasus ini peraturan menteri lebih dulu keluar. “Di DPR sudah masuk RUU Pengendalian Tembakau. Tapi bukan prioritas sehingga belum bisa dibahas DPR,” katanya.

Rieke juga menambahkan, saat ini ada kepentingan asing dalam industri rokok. Mereka ingin menghancurkan industri rokok nasional sehingga bisa menjadikan Indonesia sebagai konsumen rokok. “Saat ini industri tembakau kita sangat bagus. Asing tidak senang. Mereka lebih senang kalau kita jadi konsumen dan tempatnya buruh dengan upah murah,” tegasnya. (aco)

BACA JUGA:

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved