Politisi PKB Minta Pemerintah Hentikan Impor Beras
Politisi PKB, Marwan Jafar menolak adanya rencana impor beras yang akan dilakukan pemerintah khususnya mengenai impor beras
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politisi PKB, Marwan Jafar menolak adanya rencana impor beras yang akan dilakukan pemerintah khususnya mengenai impor beras dari Kamboja sebesar 20.000 ton.
"Menolak impor beras yang akan dilakukan pemerintah dengan alasan apapun. Karena impor beras bukanlah satu-satunya solusi untuk mengamankan stok pangan nasional. Masih ada cara lain yang tidak merugikan petani kita selain melakukan impor. Misalnya dengan memperketat pengawasan perdagangan beras nasional agar tidak terjadi penimbunan maupun penyelewengan oleh pihak-pihak yang ingin mengambil keuntungan pribadi," ujar Marwan dalam siaran pers yang diterima Tribunnews.com, Jumat(31/8/2012).
Pemerintah kata Marwan harus secepatnya mengambil langkah-langkah konkrit untuk meningkatkan produksi beras nasional.Jika selama ini lahan kita hanya menghasilkan 5 ton per hektar bisa meningkat menjadi 7-10 ton per hektar.
Misalnya dengan penerapan teknologi yang bisa menghasilkan bibit padi unggulan yang masa tanamnya tidak membutuhkan waktu lama dengan biaya yang sedikit dan menghasilkan panen yang lebih banyak dan berkualitas tinggi.
"Pemerintah harus segera mengambil langkah-langkah strategis untuk mengantisipasi kekurangan pangan nasional. Salah satunya adalah dengan upaya penurunan konsumsi beras nasional. Hal itu bisa dilakukan dengan kampanye agar masyarakat kita bisa beralih ke selain nasi sebagai makanan pokok. Karena selain nasi masih ada jagung, ubi, gandum, dan lain sebagainya yang gizinya tidak kalah dengan nasi," jelasnya.
Lebih jauh Marwan menambahkan kebutuhan beras secara nasional secara kasar dapat dihitung dengan perkalian antara total jumlah penduduk dengan kebutuhan konsumsi perkapita per tahun. Berdasarkan data sensus penduduk 2012, penduduk Indonesia berjumlah 245 juta jiwa, sedangkan kebutuhan konsumsi per kapita antara 109 - 139 kilogram per tahun.
Dari data ini diperoleh kebutuhan beras nasional per tahun adalah 245 juta x 113 kilogram per tahun (data BPS 2011) sama dengan 27.685.000.000 kilogram per tahun atau 27,685 juta ton beras. Jika rendemen rata-rata 60%, maka dibutuhkan 46,142 juta ton Gabah Kering Giling (GKG).
Sedangkan kebutuhan lahan memenuhi kebutuhan beras di atas dapat dihitung dengan rumus per ha sawah adalah 5 ton (GKG) per panen, maka kebutuhan luas sawah adalah 46,142 juta ton GKG dibagi 5 ton sama dengan 10, 981 juta hektar dengan asumsi setahun panen sekali. Jika setahun panen 2 kali maka dibutuhkan 4,614 juta hektar. Apabila setahun panen 3 kali hanya dibutuhkan 3,076 juta hektar.
Data di BPN menunjukkan bahwa tahun 2004, total sawah di Indonesia tercatat 8,903 juta hektar, terdiri dari lahan irigasi 7,314 juta hektar dan non irigasi 1,589 juta hektar. Data Deptan menunjukkan luas sawah 7,79 juta hektar.
"Jika kita menggunakan angka minimal ada 7 juta lahan sawah irigasi maka sebenarnya produksi minimal beras nasional kita adalah 7 juta x 5 ton per ha x 2 kali panen = 70 juta GKG per tahun atau 42 juta ton beras per tahun. Artinya sebenarnya selalu ada surplus beras senilai: 42 juta ton-27,685 juta ton =14,315 juta ton per tahun," jelas Marwan.
Data di atas memang masih perlu diperdebatkan secara ilmiah oleh pihak-pihak yang berkompeten. Karena ada beberapa data yang belum sinkron antara pemerintah dengan yang lainnya. Akan tetapi, kata Marwan terlepas dari perbedaan tersebut kalau melihat hitungan di atas menunjukkan bahwa produksi beras nasional kita masih mengalami surplus.
Terkait perhitungan itulah, Anggota Komisi V DPR ini mendesak pemerintah agar secepatnya melakukan audit produksi beras dan luas lahan tanam nasional yang transparan agar tidak terjadi kesimpangsiuran. Karena tidak adanya data yang valid tentang produksi beras dan luas lahan tanam nasional seringkali dijadikan alasan untuk melakukan impor beras.
Tidak hanya itu, pemerintah harus didesak untuk menjaga kecukupan akan tersedianya lahan tanam yang produktif. Karena terjadinya konversi lahan produktif menjadi lahan hunian juga menjadi salah satu penyebab menurunnya produksi pangan nasional. Hal itu bisa dilakukan dengan memperketat perijinan mendirikan bangunan atau izin pemanfaatan lahan produktif.
"Terakhir, menyiapkan dan memperkuat infrastruktur di bidang pertanian,serta membuat perencanaan dan realisasinya secara komprehensif dan konkret,"jelasnya.
- Forum Riset Perbankan Syariah Digelar di UMI
- Forum Riset Perbankan Syariah Kalla Jadi Pembicara Kunci
- Kalla Jadi Pembicara Kunci di Forum Riset Perbankan Syariah
- BI Segera Rilis Indeks Imbal Hasil Bank Syariah
- Aset Perbankan Syariah Indonesia Tumbuh 40 Persen
- Indonesia Ingin Menjadi Pusat Keuangan Syariah Dunia