Kamis, 2 Oktober 2025

Sabut Kelapa Layak Revegetasi Lahan Bekas Tambang

Provinsi Riau merupakan penghasil buah kelapa terbesar di Indonesia, dengan produksi sekitar 4 miliar butir per tahun.

Penulis: Anwar Sadat Guna
zoom-inlihat foto Sabut Kelapa Layak Revegetasi Lahan Bekas Tambang
ISTIMEWA
Salah satu aktivitas proses pengolahan sabut kelapa di daerah Sungai Guntung, Kabupaten Indragiri Hilir, Riau.

TRIBUNNEWS.COM - Provinsi Riau merupakan penghasil buah kelapa terbesar di Indonesia, dengan produksi sekitar 4 miliar butir per tahun. Namun, hasil samping dari perdagangan buah kelapa, yakni sabut kelapa justru belum dimanfaatkan sebagai komoditi bernilai ekonomi tinggi.

Sekadar diketahui, 99 persen sabut kelapa Riau terbuang sia-sia setiap tahun. Riau baru memiliki enam industri sabut kelapa yang terkonsentrasi di Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil).

Ketua Asosiasi Industri Sabut Kelapa Indonesia (AISKI) Riau, Ady Indra Pawennari, mengatakan bahwa setiap industri sabut kelapa hanya mampu mengolah sabut kelapa 5 juta butir per tahun.

"Setiap butir sabut kelapa menghasilkan coco fiber (serat sabut kelapa) sebanyak 25 persen atau 0,15 kilogram (kg) dan coco peat (serbuk sabut kelapa) sebanyak 65 persen atau 0,39 kg," ujar Adi, Selasa (28/8/2012).

Sungai Guntung, ungkap Adi, adalah salah satu daerah penghasil buah kelapa terbesar di Riau. Produksi kelapa di daerah ini rata-rata 360 juta butir per tahun.

"Setiap tahun, Riau hanya mampu mengekspor 300 ton-500 ton coco fiber ke China. Sementara coco peat, masih nihil karena ketatnya persaingan dari Srilanka, India, dan Philipina."

Adi mengungkapkan, harga coco fiber di pasaran internasional USD 300- USD 350 per ton. Sedangkan harga coco peat USD 150-USD 200 per ton

Di luar negeri, kata Adi, coco fiber digunakan sebagai bahan baku industri spring bed, matras, jok mobil dan lain-lain. Sedangkan coco peat dimanfaatkn untuk media tanam.

Sementara, di dalam negeri, sejumlah industri otomotif menggunakan coco fiber untuk jok mobil, seperti mobil merk Avanza, Xenia, dan Rush yang diproduksi Astra.

"Sedangkan coco peat sudah digunakan oleh sejumlah perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) untuk media persemaian di nursery. Di antaranya, PT Riau Andalan Pulp and Paper dan PT Indah Kiat Pulp and Paper. Rata-rata kedua perusahaan HTI ini butuh 1.000-2000 ton per bulan," beber Adi.

AISKI Riau berharap, hasil riset Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) tentang pemanfaatan sabut kelapa untuk kegiatan reklamasi dan revegetasi lahan kritis dan lahan pasca tambang segera ditindaklanjuti pemerintah, khususnya Kementrian ESDM.

"Bayangkan, data Litbang Kehutanan, ada sekitar 78 juta hektar lahan kritis yang perlu segera direvegetasi. Jika, revegetasi tersebut menggunakan media sabut kelapa, maka produksi sabut kelapa nasional yang jumlahnya 15 miliar butir per tahun, tidak akan terbuang sia-sia," papar Adi.

Berdasarkan ujicoba BPPT, revegetasi lahan pasca tambang batubara dan nikel di Kalimantan Timur dan Sulawesi Tenggara dengan menggunakan media tanam coco peat, menunjukkan hasil yang menggembirakan.

"Biji albizia yang ditanam dengan media coco peat mencapai tinggi 1,5 meter pada usia 6 bulan dan tinggi 4 meter pada usia 18 bulan," pungkasnya.

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved