Petani Tembakau: Lebih baik Membunuh daripada Dibunuh
Pengesahan Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menuai protes petani tembakau. Senin (30/7/2012), perwakilan petani

Laporan Ardhanareswari AHP
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengesahan Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menuai protes petani tembakau. Senin (30/7/2012), perwakilan petani dan kuasa hukumnya mendatangi Mahkamah Konstitusi (MK) buat mengajukan uji materiil undang-undang tersebut. Jika gagal, petani tak akan menyerah. Mereka akan aksi di Jakarta.
"Kami takut dipegang polisi, dikira menanam narkoba," kata Iteng Ahmad, perwakilan petani tembakau dari Lumajang, Jawa Timur, saat jumpa pers di Gedung MK, Senin (30/7/2012).
Petani merasa dirugikan. Pasalnya, undang-undang tersebut menggolongkan tembakau sebagai bahan yang mengandung zat adiktif. Petani jadi takut-takut menanam. Tahun ini, produksi para petani jatuh. Jika tahun 2011 lalu, petani bisa untung besar di awal Agustus, masa-masa panen tembakau, tahun ini mereka belum mendapatkan apapun.
"Kami juga bingung, mau lebaran," kata Suyanto, perwakilan petani tembakau dari Kendal, Jawa Tengah. Mereka sangat berharap UU ini bisa dibatalkan melalui uji materiil ini.
"Kalau ada aksi dari pemerintah, petani akan bereaksi. Lebih baik mateni (membunuh) daripada dipateni (dibunuh)," kata Suyanto.
UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan berfokus pada pengaturan zat adiktif dan produk rokok. Para pemohon menilai UU ini diskriminatif karena hanya menyebutkan tembakau sebagai bahan yang mengandung zat adiktif secara rinci.
Hal tersebut membuat petani gamang dalam memproduksi tembakau lantaran statusnya sebagai bahan yang mengandung zat adiktif. Ardhanareswari A.H.P. Journalism 2009 Communication Department Faculty of Social and Political Sciences University of Indonesia.
Ayo Klik: