Dua Pejabat PU Kutim Tersandung Korupsi Dituntut 15 Bulan
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Kutai Timur menjatuhkan tuntutan berbeda kepada tiga terdakwa kasus dugaan korupsi proyek
Laporan Wartawan Tribun Kaltim, Hasbi
TRIBUNNEWS.COM, SAMARINDA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Kutai Timur menjatuhkan tuntutan berbeda kepada tiga terdakwa kasus dugaan korupsi proyek peningkatan jalan di Dusun Takat, Kecamatan Sandaran, Kabupaten Kutai Timur, yang merugikan negara senilai Rp 133 juta tahun 2009.
Dua pejabat di Dinas Pekerjaaan Umum Kabupaten Kutai Timur yakni Ahmadi selaku PPTK (Petugas Pelaksana Teknis Kegiatan) proyek dan Aji Najib selaku Koordinator Pengawas Lapangan, dituntut hukuman masing-masing 1 tahun dan 3 bulan atau 15 bulan penjara, denda Rp 50 juta subsider empat bulan kurungan. Sementara terdakwa Mansur, Direktur CV Putra Mandiri, selaku kontraktor pelaksana proyek tersebut dituntut 2 tahun penjara, denda Rp 50 juta subsider empat bulan kurungan, serta membayar uang pengganti Rp 133 juta.
Tuntutan tersebut dibacakan Tim JPU Toni W dalam sidang terpisah di hadapan majelis hakim yang diketuai Casmaya SH, dalam sidang di Pengadilan Tipikor Samarinda, Senin (30/7/2012).
"Menuntut agar Pengadilan Tipikor menghukum terdakwa Ahmadi dan Aji Najib dengan hukuman penjara selama 1 tahun dan 3 bulan," kata JPU Toni W saat membacakan tuntutannya, Senin (30/7/2012).
Ketika giliran JPU membacakan surat tuntutan bagi terdakwa Mansur, JPU menyatakan terdakwa Mansur terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi.
"Menuntut terdakwa Mansur dengan hukuman pidana penjara selama 2 tahun," kata Toni.
Menurut Toni, terdakwa Ahmadi dan Aji Najib terbukti menyalahgunakan kewenangan yakni tidak melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik terhadap proyek peningkatan jalan di Dusun Takat, Kecamatan Sandaran, Kabupaten Kutai Timur, sehingga proyek yang sedianya dikerjakan oleh CV Putra Mandiri selaku kontraktor yang ditunjuk oleh pihaknya, tidak dikerjakan melainkan proyek itu dikerjakan PT Hanurata (perusahaan kayu di daerah tersebut) melalui program CSR (Coorporate Social Responsibility).
"Terdakwa memang tidak menikmati hasil dari perbuatannya, tapi akibat perbuatannya menyalahgunakan kewenangan menyebabkan terjadinya kerugian negara," kata Toni W.
Sementara itu, pertimbangan JPU sehingga menuntut Mansur dengan hukuman lebih tinggi yakni 2 tahun penjara, karena terdakwa ikut menikmati hasil perbuatannya, yakni menerima uang Rp 133 juta dari Pemkab Kutim untuk pembayaran proyek peningkatan Jalan Takat tersebut.
"Meskipun jalan itu sudah didanai PT Hanurata, terdakwa tetap meminta tagihan pembayaran pada Pemkab Kutim, seolah-olah pekerjaan sudah dilaksanakan CV Putera Mandiri. Pembayaran pun lalu dilakukan dalam dua termin, yaitu 40 persen dan 60 persen. Mansur juga tetap membuat laporan mengenai progres pekerjaan harian dan mingguan yang disampaikan kepada PPTK. Padahal proyek itu tidak dikerjakan olehnya," kata JPU.
Atas tuntutan tersebut, ketiga terdakwa melalui penasehat hukumnya menyatakan akan mengajukan pledoi.
Kasus ini bermula saat persiapan pelaksanaan proyek peningkatan jalan pada tahun 2009. Saat itu Mansur yang dalam kontrak kerja berposisi sebagai pimpinan CV Putera Mandiri selaku pelaksana pekerjaan, menunjuk salah seorang warga untuk mengerjakan proyek tersebut. Namun dalam waktu yang bersamaan, warga setempat juga meminta bantuan PT Hanurata untuk meningkatkan jalan di Dusun Takat itu. PT Hanurata pun menyanggupi dan mengerjakan peningkatan jalan itu dengan bantuan program CSR.
Baca Juga: