Priyo Tertawa Kecut Dijuluki Tokoh Anti Kemanusiaan
Kontras pun menjuluki Priyo sebagai tokoh ancaman kemanusian di Indonesia dan akan menyampaikan protes keras ke DPR.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua DPR RI, Priyo Budi Santoso, tidak menerima dijuluki Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) sebagai tokoh ancaman kemanusian di Indonesia lantaran latar belakang Partai Golkar yang berkontribusi dalam pelanggaran HAM masa lalu.
"Pernyataan itu sembarangan kalau kemudian menyampaikan saya sebagai anti-kemanusiaan dan hanya karena faktor Golkar," ujar Priyo di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (25/7/2012).
Priyo mengaku juga berlatar belakang aktivis dan bersahabat dengan tokoh HAM yang tewas karena diduga diracun, Munir.
"Meskipun itu tidak pernah saya beritahukan ke publik. Jadi, karena sama-sama aktivis, dia (Munir) dari Unibraw dan saya dari UGM sering ketemu. Dan ketika almarhum Munir wafat, saya termasuk yang merasa sangat kehilangan, karena saya sangat mengenalnya, meskipun dalam beberapa hal kita sering berbeda," kata Priyo yang juga Ketua DPP Partai Golkar itu.
Sebelumnya, KontraS mengecam pernyataan Priyo yang meminta melupakan kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi pada masa lalu, seperti kasus 1965-1966 atau Gerakan G-30 S/PKI.
KontraS menilai Priyo tidak mengerti Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, bahwa ada kewajiban hukum untuk menuntaskan pelanggaran HAM di masa lalu.
Kontras pun menjuluki Priyo sebagai tokoh ancaman kemanusian di Indonesia dan akan menyampaikan protes keras ke DPR.
Kecaman itu disampaikan KontraS karena Priyo mengatakan membuka kasus pelanggaran HAM pada masa lalu tidak akan menyelesaikan masalah. Bahkan, dikhawatirkan bisa menimbulkan gejolak di masyarakat seperti sebelumnya.
Priyo memberikan pernyataan seperti itu menanggapi adanya rekomendasi dari Komnas HAM bahwa ada pelanggaran HAM berat pada peristiwa 1965-1966.
Dalam pernyataan terbarunya, Priyo mengatakan menyimak tentang apa yang telah disampaikan KontraS. Dan ia tetap mengatakan tak akan mengubah pernyataan sebelumnya.
"Saya tertawa kecut. Tetapi jangan terkesan menilai orang hanya karena berbeda pandangan mengenai masalah ini. Saya tetap pada pandangan saya, bahwa masalah peristiwa kelabu, taruhlah pembunuhan masyarakat sipil yang diduga terkait dengan pemberontakan pengkhianatan PKI. Itu adalah menjadi bagian dari masa lalu sejarah kita. Kita kan sudah mempunyai komisi kebenaran dan rekonsiliasi," kata Priyo.
"Saya tidak pernah menganjurkan Komnas HAM untuk mengungkit-ungkit kembali luka lama itu, karena ini tidak produktif. Lebih baik kita melihat ke depan saja, apakah masih ada ikhwal-ikhwal yang dipandang sbg melanggar HAM, itu jauh lebih produktif. Kalau begini terus, kita enggak akan selesai. Kalau begini terus, nanti kisah Ken Arok dan Empu Gandring terungkap kembali."
Meski menjadi petinggi di DPP Partai Golkar, Priyo menegaskan pernyataannya ini tidak ada hubungannya dengan posisi siapapun.