Jumat, 3 Oktober 2025

Sejak Senin Produksi Tempe di Jabodetabek Berhenti

Para perajin anggota Koperasi Tahu Tempe Indonesia (KOPTTI) Jabodetabek, sudah sejak Senin (23/7/2012), tidak melakukan produksi.

Editor: Sugiyarto
zoom-inlihat foto Sejak Senin Produksi Tempe di Jabodetabek Berhenti
Kompas Nasional/AGUS SUSANTO
Istadi (kiri) meratakan biji kedelai dalam plastik yang siap akan di fermentasi di Desa Cimanggu Barat, Kecamatan Tanah Sereal, Bogor, Jawa Barat, Senin (16/7/2012). Perajin tempe mengeluhkan semakin melambungnya harga kedelai impor dalam beberapa bulan terakhir dari Rp 5.500 per kilogram dan kini menjadi Rp 7.700 per kilogram. Sehari industri rumahan yang berdiri sejak tahun 1976 ini membutuhkan enam kuintal kedelai untuk produksi. (KOMPAS/AGUS SUSANTO)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Para perajin anggota Koperasi Tahu Tempe Indonesia (KOPTTI) Jabodetabek, khususnya perajin tempe sudah sejak Senin (23/7/2012), tidak melakukan produksi.
Langkah ini dilakukan semua perajin tempe sebagai aksi demo mogok produksi kepada pemerintah agar pemerintah serius menanggulangi gejolak harga kedelai yang semakin menghimpit dalam dua pekan belakangan.

Mulai kemarin setop produksi. Yang tempe sudah dari hari Senin tidak produksi. Dan ini agar saat jualan hari Rabu sudah tidak ada lagi di pasar,” ungkap Ketua Koperasi Perajin Tempe tahu Indonesia (KOPTI) Jakarta Selatan, Sutaryo kepada Tribun, Jakarta, Selasa (24/7/2012).

Tegas dikatakan, bahwa perajin tahu dan tempe, melakukan aksi mogok produksi ini bukan tanpa sebab. Selain karena gejolak harga kedelai akhir-akhir ini, juga karena pemerintah tidak memiliki niat baik untuk menanggapi aspirasi yang disampaikan selama ini.

“Aksi ini pesan kepada pemerintah. Kami sudah menempuh berbagai cara untuk menyampaikan aspirasi bahkan sampai demo ke Istana Negara 2008. Namun hasilnya hanya janji belaka. Bahkan harga kedelai naik terus. Pada 2012 saja kenaikan dari sebelumnya Rp5 ribu menjadi Rp8 ribu per kg,” terangnya kesal.

Belum lama ini juga, saat awal gejolak harga terjadi, perajin tahu dan tempe DKI sudah menyampaikannya kepada pemerintah melalui kementerian perindustrian.

Saat itu, KOPTTI DKI mengusulkan agar bea masuk impor kedelai dikembalikan menjadi nol persen. Tidak seperti sekarang sebesar 5 persen, dan menjadi salah satu penyebab harga kedelai tinggi saat ini. Tetapi ternyata diam-diam saja,” kesalnya.

Karena tidak ada tanggapan dari pemerintah, KOPTTI DKI mengambil sikap melakukan aksi menghentikan produksinya mulai 25-27 Juli mendatang. "Tiga hari, yaitu 25,26 dan 27 Juli tidak akan ada tempe di pasar-pasar,” jelasnya.
 
Namun, ternyata keresahan dan persoalan ini juga dialami KOPTTI di wilayah Bogor, Bandung, Tangerang, dan Bekasi. Alhasil semua perajin yang tergabung dalam KOPTTI Jabodetabek mengambil sikap yang serempak, dari 25-27 Juli tidak memproduksi tahu dan tempe.
 
“Kita tidak main-main. Tuntutan kita sama seperti tahun 2008 lalu, bea masuk impor kedelai nol persen. Dan menagih keseriusan pemerintah atas janji 2014 swasembada kedelai. Sudah empat tahun kita belum melihat progress yang berarti atas peningkatan produksi kedelai lokal,” tegasnya.
 
“Bukan itu saja, kalau kita tetap ketergantuan impor, itu bahaya sekali. Harusnya pemerintah tiap tahun mengevaluasi apa yang sudah dilakukan untuk mencapai swasembada kedelai. Tapi selama empat tahun tidak ada realisasi. Dibiarkan saja," tandasnya. (*)
BACA JUGA:
Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved