Kemenlu Upayakan Pemulangan Djoko Tjandra ke Indonesia
Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI akan menempuh segala upaya agar bisa memulangkan buronan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI akan menempuh segala upaya agar bisa memulangkan buronan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia, Djoko Tjandra, ke tanah air.
Demikian disampaikan Menteri Luar Negeri RI Marty Natalegawa di kantor Kemenlu, Jakarta, Sabtu (21/7/2012).
Hal ini disampaikan menyusul nama Djoko Tjandra sudah menjadi warga negara Papua Nugini sejak Juni 2012 lalu.
"Kami sudah bicara dengan Kejaksaan, Jaksa Agung maupun Kepolisian RI, bahwa siapapun warga Indonesia yang memang diharuskan kembali berdasaran keputusan hukum, tentu kami akan fasilitasi dan kami perjuangkan," tegas Marty.
Menurut Marty, di antara cara yang akan ditempuh adalah melalui ekstradisi.
Dia meyakinkan bahwa pihaknya akan memaksimalkan cara diplomasi dan kerja sama lembaga-lembaga terkait dengan tetap menghormati azas praduga tak bersalah. "Dengan Papua Nugini, kami tetap terus lakukan komunikasi dan diplomasi, agar bisa bekerjsama untuk mengembalikan yang bersangkutan ke tanah air," jelas Marty.
Djoko Tjandra merupakan mantan Direktur PT Era Giat Prima. Ia meninggalkan Indonesia dengan pesawat carteran dari Bandara Halim Perdanakusumah di Jakarta ke Port Moresby, PNG, pada 10 Juni 2009, hanya satu hari sebelum Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan keputusan atas perkaranya.
MA menyatakan Djoko Tjandra bersalah dan divonis dua tahun penjara dan diwajibkan membayar denda Rp 15 juta, serta uangnya di Bank Bali sekitar Rp 546,1 miliar dirampas untuk negara.
Sampai saat ini nama cessie Bank Bali Djoko Tjandra masih terdaftar dalam red notice atau berstatus buronan Interpol.
Namun, Komite Penasihat Imigrasi dan Kewarganegaraan Papua Nugini sebelumnya telah memberi kewarganegaraan kepada sejumlah warga asing, termasuk Djoko Tjandra, pada Juni 2012. Otoritas Papua Nugini menilai Djoko Tjandra bukanlah buronan.
Sejumlah pengamat menduga otoritas Papua Nugini membutuhkan uang dan jaringan bisnis Djoko Tjandra sehingga membiarkannya berada di negaranya hingga memberinya status kewarganegaraan.