Kamis, 2 Oktober 2025

Masyarakat Adat Palang Kantor Bupati Lembata

Sejumlah masyarakat yang menamakan diri masyarakat adat Wapukang memalang lokasi menuju

Editor: Hendra Gunawan

Laporan Wartawan Pos Kupang, Felix Janggu

TRIBUNNEWS.COM, LEWOLEBA--Sejumlah masyarakat yang menamakan diri masyarakat adat Wapukang memalang lokasi menuju gedung baru Kantor Bupati Lembata dan Kantor DPRD Lembata, Kamis (19/7/2012).

Masyarakat Adat Waipukang itu menurunkan material pasir dan batu serta dahan-dahan kayu pada jalan masuk menuju dua kantor yang belum digunakan itu.

Jalan itu juga askes menuju Kantor Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (PPO), Kantor Dinas Pertanian dan Perkebunan dan beberapa instansi lainnya.

Kantor bupati sementara ini dalam proses finishing, sedangkan Kantor DPRD Lembata masih dalam proses pengerjaan.

Aksi itu dipicu ketidakpuasan masyarakat adat Waipukang menyusul belum realisasinya ganti rugi lahan perkantoran-perkantoran  tersebut. Masyarakat mengaku sudah mengingatkan hal itu berkali-kali, bahkan dengan aksi unjuk rasa 2005 lalu.

Ketua masyarakat adat Waipukang, Aloysius Hada Nilan, kepada wartawan di gedung DPRD Lembata, Kamis (19/7/2012), mengungkapkan, pemalangan jalan akses menuju kantor itu sebagai reaksi menyusul tidak ada titik temu soal ganti rugi antara pemerintah setempat dengan masyarakat adat Waipukang.

Dikatakan Nilan, lahan hak ulayat masyarakat adat Waipukang yang dikapling pemerintah diperkirakan seluas 27 Ha. Pada tahun 2002 baru diserahkan sekitar 7 Ha oleh Goris Pesa Nilan, Rafael Rae, Goris Sengaji, Longginus Kelatan dan Petrus Boreng. Sementara 20 Ha lainnya belum ada kesepakatan apapun dengan masyarakat adat Waipukang.

"Ada tujuh hektar yang diserahkan itu diluar kantor pemerintah. Warga yang menyerahkan tanahnya untuk pemerintah itu tanahnya tidak termasuk dalam beberapa lokasi perkantoran," kata Nilan.

Nilan menyebutkan, beberapa kantor yang tidak termasuk di dalam tanah yang diserahkan beberapa masyarakat, yakni kantor bupati, kantor DPRD, kantor dinas PPO, kantor badan pertanahan, kantor kemenag, kantor dinas kesehatan, kantor kehutanan dan pertanian, kantor catatan sipil, LLAJ, RSUD Lewoleba dan KPUD Lembata. "Ganti rugi sebesar Rp 850 juta baru untuk tujuh hektar. Padahal, lokasi yang digunakan pemerintah 27 hektar," kata Nilan.

Nilan menjelaskan, sudah berkali-kali pihaknya meminta pemerintah menyelesaikan realisasi ganti rugi, namun tidak diindahkan.

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved