Singkong Pun Ternyata Impor
Singkong yang mudah ditanam dan ditemukan di seluruh wilayah Indonesia pun turut diimpor dalam jumlah relative banyak.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Anggota Komisi IV DPR, Viva Yoga Mauladi menegaskan, pemerintah gagal melindungi petani. Pasalnya hampir sebagian besar komoditas pangan diimpor.
Tidak terkecuali singkong yang mudah ditanam dan ditemukan di seluruh wilayah Indonesia pun turut diimpor dalam jumlah relative banyak.
Menurut keterangan Viva Yoga, selama bulan Apri-Mei 2012, pemerintah telah mengimpor singkong dari vietnam sebanyak 1.342 ton dengan harga 340 ribu dolar AS. Di waktu yang sama, Indonesia juga mengimpor singkong dari China sebanyak 5.057 ton seharga 1,3 juta dolar AS.
"Masuknya Singkong impor adalah merupakan indikasi bahwa pemerintah saat ini gagal melindungi kepentingan petani. Pemerintah tidak memiliki political will terhadap pembangunan pertanian," tegas dia kepada Tribun, Jakarta, Selasa (17/7/2012).
Bukan itu saja, ketidakberpihakan pemerintah terhadap petani juga ditandai dengan alokasi anggaran APBN masih sangat kecil. Disebutkan, setiap tahun rata-rata cuma 1,3 persen dari total APBN. Dapat dirinci, tahun 2012 hanya 17,8 triliun saja.
"Bandingkan dengan sektor pendidikan sebesar 20 persen dari APBN karena sesuai dengan amanah UUD 1945. Dengan dana sekecil itu bagaimana pemerintah akan merealisasikan program Swasembada Pangan 2014, yang meliputi beras, jagung, kedele, daging, gula, dan garam?" Tanya Viva.
selain itu, ujar dia, Komisi IV DPR setiap pembahasan anggaran menginginkan agar alokasi anggaran sektor pertanian melalui APBN ditambah dan masuk di RAPBN sebelum pembacaan Nota Keuangan pemerintah oleh presiden di DPR. "Kalau mengharapkan tambahan anggaran melalui tambahan dana dari maksimasi Banggar DPR melalui pos pajak dan deviden BUMN, masih sangat kecil."
tegas dikatakannya selanjutnya, bahwa pemerintah tidak serius memperbaiki infrastruktur pertanian dan jaringan irigasi yang sebagian besar berkurang fungsinya dan telah mengalami kerusakan karena sebagian besar masih bangunan warisan pemerintah Orde Baru. Bila rusak, maka produktivitas pertanian akan menurun.
"Pemerintah tidak menyediakan benih unggul secara masif dalam meningkatkan produksi. Akibatnya petani masih kesulitan dan hasil produksinya menurun."
Lebih lanjut, kurang adanya koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi antar kementrian dalam fokus pembangunan sektor pertanian. Saat ini masih overlapping, tidak efisien, dan salah sasaran.
"Kondisi seperti itu menyebabkan pemerintah saat ini melakukan impor pangan, meliputi beras, jagung, kedele, daging, gula, garam, susu, singkong, buah-buahan dan lain-lain. Sungguh ironis. Negara khatulistiwa yang kaya dan subur tapi menjadi negara impor," kritiknya. (*)
BACA JUGA: