Jumat, 3 Oktober 2025

Tim Monitoring Pastikan Masalah Buku di Kutim Tuntas

tim monitoring dari Dinas Pendidikan Kutim akan terus turun ke lapangan untuk memastikan proses pengembalian buku paket

Editor: Budi Prasetyo

TRIBUNNEWS.COM SANGATTA, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Kutai Timur, Iman Hidayat, mengatakan tim monitoring dari Dinas Pendidikan Kutim akan terus turun ke lapangan untuk memastikan proses pengembalian buku paket yang terlanjur dibeli siswa bisa maksimal.

"Tim monitoring akan memastikan proses pengembalian buku paket berjalan maksimal. Namun kami tidak bisa menyebutkan siapa saja yang masuk dalam tim monitoring tersebut," katanya, Senin (16/7/2012).

Hari ini, sudah ada beberapa sekolah yang memproses pengembalian buku. Beberapa sekolah juga akan melakukan hal serupa pada Selasa (17/7/2012), sesuai tenggat waktu yang diberikan Dinas Pendidikan. Selain pengembalian buku yang diganti uang, juga akan ada potongan harga untuk buku yang masih tetap ingin dimiliki siswa.

"Malam ini juga akan digelar pertemuan dengan para kepala SMA dan SMK di Kutim di Hotel Royal Victoria, Sangatta," katanya. Pertemuan ini sebelumnya tidak diagendakan secara khusus, melainkan memanfaatkan waktu di penghujung kegiatan para kepala sekolah di tempat tersebut.

Pasca mencuatnya permasalahan buku ini, banyak laporan yang masuk kepada Iman dari masyarakat, khususnya orangtua siswa. "Tentu akan kami tindaklanjuti. Bahkan saat ini tim monitoring sudah bergerak ke kecamatan di luar Sangatta," katanya.

Sebelumnya, man Hidayat marah besar. Pasalnya, masih banyak sekolah yang berada di tiga kecamatan di Kutim yang mewajibkan siswanya membeli buku dari penerbit dalam paket tertentu dengan harga yang relatif mahal.

Hal tersebut dinilai sebagai pelanggaran atas aturan maupun semangat mewujudkan pendidikan yang murah dan berkualitas bagi rakyat Kutim dalam kerangka program wajib belajar 12 tahun. Karena itu, ia tidak akan segan untuk memberikan sanksi bagi pihak-pihak yang masih menjalankan praktik tersebut.

"Setelah masa penerimaan siswa baru, kami melakukan sidak ke 18 kecamatan. Dari paantauan kami, 15 kecamatan sekitar 90% clear. Namun di tiga kecamatan, angkanya relatif tinggi hingga sekitar 50%. Yaitu Kecamatan Sangatta Utara, Sangatta Selatan, dan Bengalon," katanya.

Pelanggaran aturan di 3 kecamatan tersebut tidaklah terjadi secara menyeluruh atau pada kawasan (cluster, red) tertentu, melainkan pada titik-titik yang tersebar. Pola yang terjadi pun beragam. Namun umumnya sekolah mewajibkan siswa untuk membeli paket buku tertentu dengan harga di atas Rp 500.000. Bila tidak bersedia membeli, orangtua siswa harus membuat pernyataan tertentu.

"Sejak Mei 2012 lalu, Disdik sudah membuat surat edaran bahwa penerimaan siswa baru tidak boleh dikaitkan dengan buku dan seragam," katanya. Buku yang direkomendasikan untuk dimiliki siswa adalah Buku Standar Elektronik (BSE) yang merupakan buku murah dengan kualitas yang sama dengan buku dari penerbit ternama.

Setelah dilakukan sidak, ternyata diperoleh fakta mencengangkan. Sekitar 50 persen sekolah di tiga kecamatan masih mewajibkan pembelian buku. "Umumnya sekolah membuat rekap. Misalnya daftar buku kelas 1, kelas 2, dan seterusnya. Dari rekap tersebut, ada nilai total yang harus dibayar siswa," kata Iman.

Masalah lain muncul, karena nilai total yang harus dibayar relatif tinggi. Bahkan di beberapa sekolah hingga lebih dari Rp 800.000 per paket. Buku yang masuk paket pun mencakup hampir seluruh pelajaran, bahkan ada pula buku semester dua yang sudah dimasukkan. Siswa yang tidak memesan buku, diharuskan membuat pernyataan tertentu. (kholish chered)

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved