Senin, 6 Oktober 2025

Greenpeace Indonesia Harus Transparan Keuangannya

Ketua Pansus RUU Ormas, Abdul Malik Haramain mendukung langkah Aliansi Mahasiswa Tolak LSM Asing

Editor: Toni Bramantoro
zoom-inlihat foto Greenpeace Indonesia Harus Transparan Keuangannya
Tribun Jabar/Ichsan
Aktivis lingkungan dari Greenpeace Indonesia membentangkan banner berisi seruan penyelamatan Sungai Citarum di alur sungai itu, tepatnya di RT 11/04 Kampung Parunghalang, Desa Andir, Kelurahan Andir, Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung, Selasa (3/5/2011). Greenpeace Indonesia diminta transparan dalam pengelolaan keuangannya.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Pansus RUU Ormas, Abdul Malik Haramain mendukung langkah Aliansi Mahasiswa Tolak LSM Asing yang mempertanyakan pengelolaan keuangan dana masyarakat oleh Greenpeace Indonesia lewat jalur UU KIP (Keterbukaan Informasi Publik). Soalnya, selama ini Greenpeace dinilai sudah melanggar UU Nomor 8 Tahun 1985 Tentang Organisasi Kemasyarakatan.

Politisi PKB itu mengakui bahwa, dalam UU Nomor 8 Tahun 1985 Tentang Organisasi Kemasyarakatan, Pasal 13 poin b dan c menjelaskan, Pemerintah dapat membekukan Pengurus atau Pengurus Pusat Organisasi Kemasyarakatan apabila Organisasi Kemasyarakatan: menerima bantuan dari pihak asing tanpa persetujuan Pemerintah dan memberi bantuan kepada pihak asing yang merugikan kepentingan Bangsa dan Negara.

"Di RUU Organisasi Masyarakat yang tengah dibahas DPR dan Pemerintah dalam Bab XIV Organisasi Masyarakat Asing di Pasal 41 dengan tegas menyatakan Ormas asing dilarang menggalang dana dari masyarakat Indonesia. Jika mengacu kepada peraturan yang ada Greenpeace sudah bisa dibekukan," ungkap Abdul Malik di Gedung DPR, Jakarta, Senin (11/6/2012).

Mengenai masalah donatur, Abdul Malik mengatakan Greenpeace Indonesia harus buka kartu dan menjelaskan secara gamblang kepada masyarakat. Sebab dana yang dikumpulkan bersumber dari masyarakat. Selama ini, tidak ada kejelasan berapa rupiah dana masyarakat yang dikutip Greenpeace.

Di tempat terpisah, Koordinator Aliansi Mahasiswa Tolak LSM Asing Rudy Gani mengatakan, meski LSM asing Greenpeace telah bertemu Presiden SBY, tidak berarti menjadi kebal hukum dan bisa berbuat seenaknya.

''Di Indonesia bebas mengeluarkan pendapat. Tapi semua ada aturan mainnya. Mereka harus tunduk pada aturan yang berlaku di Indonesia. Kalau kelak dugaan penggelapan dana masyarakat itu benar terbukti, ya harus dihukum," ujar Rudy Gani.

Dikatakan, ia curiga melihat sikap Greenpeace yang terkesan menutup-nutupi aliran dan penggunaan dana ke LSM yang bermarkas pusat di Belanda itu. Karenanya, untuk ketiga kalinya pihaknya kembali melayangkan surat permintaan informasi sesuai UU KIP kepada Greenpeace cabang Indonesia, Kamis (7/6/2012) lalu. Sebab, Greenpeace hanya sedikit memberi keterangan seputar pengelolaan keuangan dana masyarakat, tidak mendetail.

‘’Greenpeace Indonesia yang mengedepankan transparansi tentunya memiliki laporan detail tiap donatur masyarakat. Berapa rupiah yang didebet baik dari rekening maupun kartu kredit. Sekalipun dana yang dikutip Greenpeace tidak fixed (tetap) tentunya secara keuangan tercatat dengan baik,’’ kata Rudy Gani.

Dalam suratnya, Rudy mengatakan Greenpeace tidak menjelaskan secara detail perincian jumlah donatur tahunan atau bulanan dan berapa nominal yang disumbangkan donatur.
Sedangkan, terkait dengan pemasukan (income) dari dana judi Postcode Lottery yang berkantor di Belanda, Greenpeace Indonesia mengatakan, tidak pernah menerima dana dari Postcode Lottery. Sehingga tidak ada kewajiban bagi Greenpeace untuk menyampaikan tanggapannya.

"Namun, sebelumnya, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Asia Tenggara Bustar Maitar mengakui Greenpeace di Indonesia menerima dana lotere dari Belanda, termasuk juga Palang Merah Internasional. Hal itu terungkap dalam pengakuan Bustar Maitar di Majalah Tempo (Lampu Merah untuk Greenpeace, 17 Oktober 2011/Edisi 14/33). Di sana, Bustar Maitar jelas mengakui menerima dana haram itu," papar Rudy.

Rudy menambahkan, dalam suratnya, Kurniawan Adi Nugroho, kuasa hukum Kepada Perwakilan Greenpeace Indonesia Nur Hidayati mengatakan ada donatur yang setiap bulan memberikan sumbangannya, namun ada juga donatur yang hanya memberikan sumbangan kepada klien kami 1 (satu) kali saja seumur hidupnya. Sehingga, sering terjadi jumlah donatur pada bulan berjalan lebih sedikit daripada jumlah donatur pada bulan sebelumnya.

"Oleh karena itu, adalah sangat tidak tepat jika Aliansi Mahasiswa Tolak LSM Asing mengasumsikan jumlah total donatur sebagai patokan fixed atas jumlah donasi yang disumbangkan masyarakat kepada Greenpeace," tutur Kurniawan.

Padahal, kata Rudi, Greenpeace selalu mengklaim memiliki 30 ribu orang donatur yang menyumbang Rp 75 ribu per bulan. Itu artinya, Greenpeace menerima sumbangan dari masyarakat senilai Rp 27 miliar per tahun. Namun, dalam laporan keuangan pada 2009 dan 2010 yang dimuat media massa nasional, Greenpeace menyebutkan dana yang mereka terima dari masyarakat hanya sebesar Rp 6,5 miliar pada 2009, dan Rp 10,2 miliar pada 2010. Selisih uang donatur inilah yang dipertanyakan Tim Aliansi.

Baca juga:

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved