Jumat, 3 Oktober 2025

Batasi Kepemilikan di Bank, BI Perlu Simulasi

Bank Indonesia (BI) perlu melakukan simulasi terlebih dahulu sebelum menerbitkan aturan

Editor: Hendra Gunawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  Bank Indonesia (BI) perlu melakukan simulasi terlebih dahulu sebelum menerbitkan aturan mengenai pembatasan kepemilikan di bank domestik.

Hal ini disampaikan Ketua Ketua Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas) Sigit Pramono menyikapi rencana Bank Indonesia yang akan mengeluarkan kebijakan barunya terkait pembatasan kepemilikan di bank nasional. "Saran saya tolong dibuat dulu simulasi yang baik sehingga dampaknya bisa terukur," kata Sigit dalam rilis persnya, akhir pekan lalu.

Menurut Sigit, jika pemilik bank juga kecil-kecil, itu perlu diperdebatkan. Sebab, lanjutnya, jika tidak ada yang menjadi pemegang saham pengendali di bank tersebut, sangat dikhawatirkan jika terjadi masalah tidak akan ada yang mau untuk bertanggungjawab. "Jadi saya menyarankan agar dalam kebijakan tersebut BI terlebih dahulu membuat beberapa skenario seperti berapa dana yang dilibatkan jika terjadi divestasi, berapa besar kemampuan pasar modal kita untuk menyerap penjualan saham yang saya perkirakan bisa mencapai ratusan triliun rupiah," ujarnya.

Jika itu tidak dilakukan, tambah Sigit, dikhawatirkan yang terjadi malah kepemilikan asing semakin banyak di perbankan nasional. Dan kalau yang terjadi ke depan, asing malah lebih menguasai perbankan di Indonesia, menurut Sigit, yang ada BI malah akan mendapat hujatan orang banyak. "Kalau akhirnya nanti dengan kebijakan barunya ini asing-asing juga yang menguasai perbankan kita, yang ada BI akan dikomplain beramai-ramai. Itu harus juga dipertimbangkan oleh BI," tegasnya.

Karena, Sigit mengutarakan, untuk mendorong pertumbuhan kredit sebuah bank itu memerlukan modal yang besar mengingat rasio kecukupan modalnya (CAR) yang pasti turun akibat penyaluran kredit tersebut. "Nah, untuk itu pemilik bank mau tidak mau perlu menambah modal segar. Perlu divestasi lagi untuk permodalan bank. Darimana dana kalau tidak dari investor baru. Akhirnya yang kuat beli ya asing lagi," tukasnya.

"Jadi BI perlu simulasi yang tajam agar tidak menyesal di kemudian hari. Silahkan saja membuat aturan, tapi harus dipikirkan dampak, berapa kebutuhan dana yang dibutuhkan kalau divestasi, siapa yang akan membeli. Itu semua perlu dipikirkan lagi dalam jangka panjang," tandasnya.

Sementara pengamat pasar modal Purbaya Yudhi sadewa melihat jika aturan tersebut diberlakukan surut akan menimbulkan ketidakpastian terhadap iklim investasi di Indonesia. "Itu akan sangat mengganggu capital market." ucapnya.

Tentang kekhawatiran aturan tersebut malah akan memperluas kepemilikan asing di bank domestik, dia mengatakan yang penting pengawasan terhadap bank tersebut diperkuat. "Pengawasan bank harus diperbaiki. Sebab kalau pengawasan diperketat akan bisa meminimalisir masalah. Walaupun memang tidak mungkin menghilangkan kasus di perbankan 100 persen. Sebab jangan berharap di sistem finansial itu semua orang jujur," katanya.

"Jadi intinya, jangan sampai aturan yang dikelaurakan BI itu menciptakan ketidakpastian. Kalau itu terjadi investor akan lari ke negara tetangga kita mengingat iklim investasi kita tidak baik-baik amat dibanding mereka," ujarnya.

Selain itu, Bank Indonesia juga perlu konsultasi dengan pemerintah sebelum mengeluarkan aturan pembatasan kepemilikan di bperbankan domestik ini. Menurut Sigit, hal ini terkait masih adanya aturan yang lebih tinggi dari aturan BI terkait hal tersebut yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1999 yang mengijinkan kepemilikan asing di bank domestik hingga 99 persen. "Konsultasi dengan pemerintah itu suatu keharusan," tukasnya.

"Apalagi jangan lupa, pemerintah juga menjadi pemilik bank. Apa harus dikecualikan," tandasnya.

Sigit melihat masalah ini sebagai sesuatu yang serius karena menyangkut masalah kebijakan. "Jadi sebaiknya dikonsultasikan ke pemerintah," pungkasnya.

Hal senada juga disampaikan anggora Komite Ekonomi Nasional (KEN) Umar Juoro. Menurutnya, pemerintah belum berencana mengubah Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1999 yang mengijinkan kepemilikan asing di bank domestik hingga 99persen. "Belum ada rencana pemerintah untuk mengubah PP terkait kepemilikan asing di bank. Itu bukan prioritas pemerintah untuk membatasi itu," ujarnya.

Menurut Juoro, yang terpenting bagi pemerintah saat ini adalah stabilitas perbankannya dulu. "Tapi yang berkaitan dengan divestasi, pemerintah masih fokus ke industri yang berkaitan dengan Sumber Daya Alam, seperti Freeport dan Newmont, meski belum melihat ke bank. Makanya pemerintah sendiri belum berencana mengubah PP itu," tukasnya.

Secara umum, niat Bank Indonesia (BI) untuk membatasi mayoritas kepemilikan saham asing di bank domestik ini berawal dari kekhawatiran kecenderungan asing yang semakin besar di aset nasional. Juoro mencatat, asing saat ini menguasai 30 persen aset perbankan nasional.

Tapi, lanjutnya, BI harus duduk bersama membicarakannya dengan pemerintah untuk merumuskan, antara menyeimbangkan kepentingan nasional dan perkembangan perbankan.

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved