Nurlina Dalangi Pencairan Dana Bansos Senilai Rp 700 Juta
Sejumlah fakta pada sidang lanjutan kasus dugaan penyelewengan anggaran dana bansos Pemprov Sulawesi Selatan yang ditaksir merugik
Laporan Wartawan Tribun Timur/ Rudhy
TRIBUNNEWS.COM MAKASSAR, -- Sejumlah fakta pada sidang lanjutan kasus dugaan penyelewengan anggaran dana bansos Pemprov Sulawesi Selatan yang ditaksir merugikan negera senilai Rp 8,8 miliar pada 2008 silam terus terkuak.
Terbukti, jaksa penuntut umum (JPU) Muhammad Yusuf Putra, Nurhadi dan Grefik yang menghadirkan dua saksi pada sidang lanjutan yang menyeret Bendahara Pengeluaran Kas Daerah (BPKD) Pemprov Sulsel Anwar Beddu sebagai terdakwa di Pengadilan Tipikor Makassar, Jumat (1/6) menduga pencairan dana bansos senilai Rp 700 juta dari 53 proposal milik lembaga swadaya masyarakat (LSM) didalangi Kasubag Anggaran pada Biro Keuangan Pemprov Sulsel Nurlina.
“Pencairan dana tersebut saya lakukan di Bank Pemerintah Daerah (BPD) Sulsel atas perintah Bu Nurlina,” tegas Halidja saat memberikan keterangannya dihadapan ketua majelis hakim Zulfahmi didampingi dua hakim anggota lainnya yakni Muhammad Damis dan Rostansar.
Halijda merupakan staf pada Biro Kesejahteraan Pemprov Sulsel yang sehari-hari bertugas mengetik surat nota pertimbangan dari atasannya dalam proses pemeberian bantuan terhadap 202 LSM yang mengajukan proposal sebagai penerima bansos.
Selain itu saksi juga mengakui, jika dari 53 proposal beserta kwitansi pembayaran untuk LSM diserahkan langsung kepada terdakwa untuk kemudian mendapatkan cek.
“Memang saya yang membawa seluruh proposal dan kwitansi yang sudah ditandatangani Pak Sekda dan Kepala Biro Keuangan ke Bendahara untuk mendapatkan cek pencairan dana,” kata Halija mengaku pencairan tersebut dilakukan secara bertahap mulai Rp 150 juta, Rp 250 juta, dan terakhir Rp 318 juta pada 2008 silam dari 53 proposal milik LSM.
Namun setelah melakukan pencairan dana senilai ratusan juta tersebut, saksi mengaku menyerahkan uang tersebut ke atasannya termasuk Nurlina yang diketahui tidak memiliki wewenang dalam proses pencairan dana bansos yang bersoal tersebut.
"Saya tidak tahu pak kepada siapa lagi uang tersebut diberikan setelah saya serahkan kepada Bu Nurlina,” katanya mengakui dirinya juga ikut bertandatangan dalam kwitansi pembayaran selaku pihak penerima.
Selain itu, Halijah juga mengaku berkali-kali melakukan pencairan dana bansos atas perintah atasan dengan nilai berbeda-beda, mulai dari kisaran Rp20 juta hingga ratusan juta.
"Saya sudah tidak tahu lagi pak berapa jumlah proposal dan cek yang saya cairkan, karena saya hanya menjalankan perintah Bu Nurlina dan 10 Kasubag di Biro KAPP Sulsel,” tambahnya mengaku tidak mengetahui apa motif Nurlina mememrintahkan pencairan cek tersebut di Bank BPD Sulsel.
Mendengar penjelasan saksi, ketua majelis hakim Zulfahmi kemudian mempertanyakan apakah Halijah mengetahui atau pernah melihat dana bansos itu diterima oleh pemohon, atau apakah pemohon bantuan dana bansos hadir di kantor Biro KAPP dan bertemu kasubag, kabag atau kepala biro.
Secara tegas saksi menyebutkan tidak pernah melihat dan tidak pernah tahu siapa penerima dana bansos itu setelah diserahkan pada atasannya.”Yang pasti saya juga ikut bertandatangan sebagai penerima dalam kwitansi tersebut berdasarkan perintah atasan saya,” jujurnya.
Disisi lain, Halijah dihadapan majelis hakim secara rinci menyebutkan, pada proses pencairan dana bansos, terlebih dahulu harus ada disposisi verifikasi dari pengguna anggaran dalam hal ini Sekretaris Provinsi (Sekprov) Andi Muallim.
“Setelah semuanya lengkap, barulah saya meminta cek kepada Bendahara pengeluaran dalam hal ini terdakwa. Dan terdakwa pula yang memerintahkan saya untuk menyatukan 28 kwitansi dalam satu cek agar pencairannya mudah,” terangnya.