Kisah Pilu Habibatul Sejak Lahir Menderita Perapuhan Kulit
Habibatul Fasiha terlahir masih terbungkus dalam kantung plasenta. Sehingga harus diangkat dan dibedah oleh bidan yang merawatnya.

TRIBUNNEWS.COM, JAMBI - Sehat itu mahal, sehat itu nikmat. Mungkin itu kalimat yang belum bisa dikatakan oleh Leni Haini, ibunda Habibatul Fasiha, balita berusia dua tahun. Sejak dilahirkan oleh ibundanya, hingga menginjak usia dua tahun Habibatul harus menanggung sakit. Di usia yang belum bisa apa-apa itu, Habibatul Fasiha sudah didiagnosa menanggung penyakit perapuhan kulit.
Penyakit langka itu dideritanya sejak lahir di Rumah Sakit Umum Raden Mattaher Jambi pada 27 Maret 2010. Dimana dalam kelahirannya yang prematur, Habibatul sudah membawa luka dari bagian lutut hingga telapak kaki. Semenjak itu, diseluruh bagian tubuhnya tidak pernah bisa mengalami sentuhan yang keras atau kasar. Sebab, bila terjadi pergesekan kulit dengan kasar atau keras, maka kulitnya akan langsung mengelupas.
"Sejak lahir, Habibatul, belum pernah merasakan sembuh. Sampai saat ini dia tidak bisa disentuh dengan keras, akibatnya kulitnya akan terluka," ujar Leni Haini.
Leni mengakui pada saat proses kelahiran putri ketiganya itu, tidak seperti kelahiran bayi umumnya. Habibatul Fasiha terlahir masih terbungkus dalam kantung plasenta. Sehingga harus diangkat dan dibedah oleh bidan yang merawatnya.
Leni Haini yang tinggal di RT 25 Kelurahan Legok Kecamatan Danau Sipin mengaku akibat penyakit langka yang diderita anaknya itu membuatnya hingga kini belum bisa apa-apa. Sebab, anaknya harus diperlakukan khusus dan diawasi dengan ekstra. Baik dari pola makan, perawatan dan berpakaian hingga memperhatikan iklim.
Habibatul yang menderita perapuhan kulit, tidak bisa mengenakan pakaian berbahan dasar yang kasar. Sebab, bila dipaksakan digunakan dapat mengakibatkan kulitnya menjadi terluka. Demikian pula, asupan makanan yang diberikan juga harus lembut, seperti bubur. Selain itu, Habibatul Fasiha juga tidak bisa berada di suhu yang panas. Sebab, luka yang berada di sekujur tubuhnya bila terkena keringat akan menjadi gatal dan membuat si anak menggaruk sendiri. Akibatnya, bekas garukan tersebut akan menjadi luka baru.
Perlakuan khusus lain dalam perawatan balita penderita perapuhan kulit ini ialah dengan memandikannya menggunakan cairan infus sesuai rahan dan nasihat dokter yang pernah melakukan perawatan terhadap Habibatul Fasiha.
Saat ini saja, di sekujur tubuh Habibatul Fasiha sudah penuh luka. Luka-luka itu timbul akibat sentuhan kulit yang keras atau akibat pergesekan pakaian yang digunakannya. Selain itu, juga disebabkan oleh garukan tangan yang dilakukan oleh Habibatul Fasiha sendiri. Karena luka akibat perapuhan kulit itu, bagian kaki yang terlahir normal, kini tidak lagi terlihat jari-jarinya. Kelima jari itu sudah putus akibat luka yang terus mendera di bagian itu. Selain itu, jemari tangannya juga menjadi menempel satu sama lain, juga dikarenakan luka yang sama.
"Dalam satu minggu biaya perawatannya menghabiskan biaya Rp 1 juta. Dana itu harus terus tersedia hingga saat ini. Dimana kami mencari uang sebesar itu setiap minggu," ujar Leni Haini.
Untuk perawatan, Leni mengaku kerap berkonsultasi dengan dokter Todung, spesialis kulit di RSUD Rd Mattaher Jambi. Selain itu, Habibatul Fasiha juga sempat dibawa ke rumah sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta selama dua bulan. Namun, hingga kehabisan biaya, belum tampak perubahan yang berarti bagi kesembuhan si buah hati.
Leni mengaku untuk membiayai perawatan anak ketiganya itu, dia sudah banyak menjual harta benda. Bahkan rumah tinggalnya sendiri pun sudah dijualnya. Demikian pula asset berupa tanah dan kebun juga sudah dijual. Kini pun dirinya masih menawarkan sebidang tanah untuk mencari dana sebesar Rp 30 juta.
"Saat ini obatnya sudah habis. Kalau terlambat dikasih, nafsu makannya hilang dan selalu menangis menahan sakit," ujar Leni.
Leni mengungkapkan setiap hari, Habibatul harus mengonsumsi empat jenis obat. Obat telan dua jenis dan obat luar dua jenis. Harga untuk mendapatkan obat itu saja hingga jutaan. Susahnya lagi, obat itu harus didatangkan dari Jakarta.
Seluruh biaya perobatan itu benar-benar menjadi beban bagi keluarga Leni Haini dan M Ichsan. Sebab, yang mencari nafkah hanya M Ichsan dengan bekerja sebagai security di perumahan DPRD.
Beruntung, pada saat berobat di RSCM, menggunakan Jamkesda. Sehingga biaya yang ditanggung hanya biaya hidup di Jakarta. Dana itu pun sudah dibantu oleh donatur yang prihatin. Namun saat ini, kartu Jamkesda miliknya sudah habis masa berlakunya sehingga biaya perobatan menjadi beban yang sangat berat bagi proses penyembuhan Habibatul Fasiha. (Hendri Dunan)
Baca juga: