Sidang Gayus Tambunan
Inilah Pengakuan Denny Indrayana soal Istri Gayus
Mas Denny, saya Rani istri Gayus. Bolehkah saya telepon”.
Rani adalah panggilan kesayangan Gayus untuk istrinya yang bernama Millana.
Tulisan Denny dipublikasikan Banjarmasin Post edisi hari Rabu ini.
Berikut tulisan lengkap Denny Indrayana:
Pagi hari di awal April 2010, telepon saya berbunyi. Ada pesan singkat
yang masuk. Saya buka. Bukan dari seseorang yang nomornya tersimpan di
telepon genggam saya. Isinya, “Mas Denny, saya Rani istri Gayus.
Bolehkah saya telepon”. Sedikit terkejut, membaca pesan singkat tesebut
saya diam-diam bersyukur. Saya dan Mas Achmad Santosa baru saja kembali
dari Singapura. Kami berhasil membujuk Gayus Tambunan untuk kembali ke
tanah air. Namun sudah beberapa hari kami tidak tahu bagaimana kondisi
Gayus. Kami sedikit khawatir. SMS dari Rani saya syukuri, karena sebagai
istri, Rani tentunya masih berkomunikasi dan mengetahui kondisi Gayus.
Tanpa menunggu lebih lama, saya segera menelepon Rani. “Gayus meminta
saya menghubungi Mas Denny dan Mas Otta. Agar kasus hukum yang menjerat
Gayus dapat berjalan lebih baik”. Terjadilah komunikasi. Kami kemudian
berencana untuk menjenguk Gayus, memastikan kondisi kesehatan fisik dan
mentalnya baik-baik saja. Saat itulah untuk memudahkan komunikasi, kami
saling bertukar PIN blackberry.
Komunikasi dengan Rani tersebut segera saya koordinasikan dengan anggota
Satgas Pemberantasan Mafia Hukum yang lain. Kode etik Satgas memang
menyatakan berhubungan dengan pihak terkait memerlukan persetujuan.
Kepada Ketua Satgas, Kuntoro Mangkusubroto yang lain, saya mohonkan izin
untuk tetap menjalin koordinasi dan komunikasi dengan Rani. Dengan satu
misi untuk mengungkap praktik mafia hukum yang menjerat Gayus, dan
memastikan proses hukum berjalan dengan baik dan fair. Persetujuan dan
izin dari Satgas saya peroleh.
Beberapa saat kemudian, saya dan Mas Achmad Santosa bertemu Gayus di
rumah tahanan Brimob, Kelapa Dua. Ini adalah pertemuan kelima kami
setelah tiga kali sebelumnya Satgas bertemu Gayus di kantor saya.
Pertemuan keempat, adalah sewaktu kami bertemu Gayus di Singapura. Dalam
pertemuan di rutan itu, kami memastikan Gayus betul-betul aman. Kami
sempat juga menengok kamar tahanannya. Sangat ironis. Uang ratusan
miliar yang diakuinya, membawanya berujung pada ruang sempit beruji
besi.
Setelah itu, agak lama saya tidak berkomunikasi dengan Gayus, hingga
kemudian suatu hari Rani mengirimkan pesan blackberry. Dalam pesan yang
dimulainya tersebut, Milana mengungkapkan kerisauannya, “Gayus sehat.
Dia Cuma takut, hakim sama jaksa dendam sama dia. Terus dijatuhi hukuman
seberat-beratnya. Dia juga khawatir karena para penyidik itukan
teman-temannya Haposan juga. Yang nggak tertutup kemungkinan ‘pernah
terima’ dari Haposan juga ...” saya tidak banyak komentar, “Insyaallah
yang terbaik. Kita perjuangan terus. Tuhan beserta orang yang mau
berbuat benar”. Demikian saya sampaikan untuk Rani dan Gayus terus kuat,
tidak lagi masuk ke dalam proses hukum yang koruptif, sebagaimana
proses hukum pertama dimana Gayus akhirnya membagi puluhan miliar
uangnya kepada polisi, hakim, jaksa, advokat dan calo perkara.
Dalam komunikasi BB pertama itu pula, saya sempat menanyakan bagaiman
versi cerita Gayus terkait pertemuan kami di Singapura. Masih banyak
kalangan yang meragukan pertemuan tersebut. Rani pada dasarnya
mengatakan, “Gayus bilang ini mungkin dipertemukan Allah... memang benar
waktu itu mau cari makan buat saya... iya ke lucky plaza. Maklum orang
Indo. Kemana-mana carinya masakan padang juga”. Untuk pesan BB kedua
tersebut, saya laporkan dan bagi informasinya kepada anggota Satgas dan
tim asistensi. Hasil pembicaraan saya cetak dan dibaca beberapa rekan
asistensi untuk menjadi dokumentasi kerja Satgas.
Setelah itu, cukup lama tidak ada komunikasi saya dengan Rani. Hingga
pada bulan 9 Agustus 2010, Rani kembali mengirimkan pesan BB.
Mengucapkan selamat memasuki bulan puasa. Saya tidak membalas pesan
tersebut. Baru ketika 6 September, Rani kembali memulai mengirim pesan
BB-nya, saya menjawabnya dengan sangat singkat. Rani kembali
mengungkapkan kerisauannya. “Mas... Mohon bantuan Mas Denny sesuai
kapasitas dan kemampuan Mas Denny karena abang telah jujur dan
kooperatif selama ini ... dia telah mengungkapkan semua yang dia ketahui
mohon dihargai. Karena dengan dia ungkap semua malah semakin banyak
pasal yang menjeratnya ...” Saya jawab singkat, “Semoga apapun hasilnya
yang terbaik. Selamat hari raya”.
Komunikasi selanjutnya pada tanggal 8 November. Saya dan istri yang
sedang naik haji terkejut membaca berita Gayus keluar dari tahanannya,
dan menonton tenis ke Bali. Dari Madinah, saya kirim pesan BB, dan
menanyakan kebenaran informasi itu. Rani membantahnya, “Maaf mas itu
fitnah” tegasnya. Namun dua hari kemudian, Gayus mengakui bahwa dia
memang keluar tahanan. Segera saya tanyakan dan meminta kejujuran Rani.
Terjadilah dialog yang cukup panjang. Di dampingi istri saya, kami
saling berbalas pesan BB.
Saya mencoba meyakinkan Rani untuk tidak terus berbohong. Saya katakan,
mari jujur dan menolak rezeki hasil korupsi. Saya tegaskan, “Sampaikan
saja apa adanya. Semuanya. Allah akan menolong ... Allah tak mungkin
menolong kebohongan ... allah pasti menolong kejujuran”. Intinya pada
komunikasi yang cukup panjang tersebut saya berusaha keras agar Rani
berhenti menutup kebongan. Agar Rani segera berkata jujur. Karena Rani
sebagai istri tahu benar apa yang dikerjakan Gayus. Rani tentunya
menyimpan banyak informasi strategis tentang masalah mafia hukum yang
menjerat suaminya. Misalnya, untuk apa Gayus ke Bali dan berkunjung ke
beberapa negara.
Rani ikut di dalam semua perjalanan Gayus tersebut, sehingga tentunya
mengetahui untuk motif apa Gayus melakukan semua perjalanan yang
beresiko tersebut. Karenanya, kejujuran Rani adalah salah satu kunci
untuk mengungkap kasus Gayus. Lalu kenapa saya yang meminta dan berusaha
membujuk Rani untuk tidak lagi berbohong justru dipersalahkan oleh
kuasa hukumnya? Sejak kapan mengajak untuk jujur menjadi keliru?
Untuk lebih mengetahui utuh, ada baiknya saya sarankan membaca transkrip
lengkap pembicaraan saya dengan Rani yang bisa dilihat dalam
pemberitaan online tanggal 14 Januari 2011 di detikcom atau tempo
newsroom.
Tentang komunikasi BB terakhir inipun telah saya laporkan kepada Mas
Achmad Santosa dan Yunus Husein. Sehingga ketika berita tentang BB ini
dimunculkan kuasa hukum Rani, kami sebenarnya enggan untuk menanggapi.
Agar fokus ikhtiar tetap dalam upaya mengungkap mafia hukum Gayus. Namun
karena informasi yang muncul kemudian cenderung sepotong-potong,
akhirnya Satgas memutuskan membuka semua isi pembicaraan BB saya dengan
Rani tersebut. Komunikasi mana telah ditegaskan dilaksanakan dalam
kerangka melaksanakan tugas Satgas, untuk menggali informasi strategis
dari Rani terkait kasus Gayus.
Kalaupun kemudian ada upaya melaporkan saya ke polisi, ataupun Majelis
Ulama Indonesia, saya sebenarnya tidak paham apa relevansinya. Tetapi
kuasa hukum memang terkadang punya caranya sendiri untuk membela
kliennya. Dan bagi saya, ketika menerima perintah Presiden SBY untuk
memberantas mafia hukum, resiko apapun memang harus siap dihadapi
sebagai konsekuensi perjuangan. Jika meminta Rani Gayus, untuk jujur
berujung pada laporan polisi, itulah resiko perjuangan.
Yang pasti, dalam menghadapi mafia hukum, kita tidak pernah boleh
menyerah. Karena menyerah berarti kalah. Haram manyarah waja sampai
kaputing. Doa and do the best. Keep on fighting for the better
Indonesia. (*)
Denny Indrayana
Guru Besar Hukum Tata Negara UGM
Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, HAM & Pemberantasan KKN
Berita Terkait:
* Inilah Testimoni Lengkap Gayus Tambunan