Tribunners / Citizen Journalism
Manuver Alex Tirta Jelang Munas PBSI: Tinggalkan Wiranto & Gandeng Ketua BPK
Pengurus Besar Persatuan Bulu tangkis Seluruh Indonesia (PB PBSI) dalam waktu dekat menggelar Musyawarah Nasional (Munas) untuk mencari ketua umum bar
OLEH: Adhi TB
Pengurus Besar Persatuan Bulu tangkis Seluruh Indonesia (PB PBSI) dalam waktu dekat menggelar Musyawarah Nasional (Munas) untuk mencari ketua umum baru dan sekaligus kepengurusan 2020-2024, menggantikan kepengurusan 2016-2020 pimpinan Wiranto.
Menurut rencana, Munas akan dilangsungkan di Jakarta, antara akhir Oktober-November mendatang, di akhir masa bakti kepengurusan Wiranto.
Wiranto, yang terpilih secara aklamasi sebagai ketum PB PBSI 2016-2020 pada Munas 31 Oktober 2016 di Surabaya, kini disebut-sebut sudah tak bersedia lagi mempertahankan posisinya.
Empat tahun silam, Wiranto yang saat itu mengemban jabatan Menkopolhukam, dipercaya ke tampuk pimpinan "PBSI-1" setelah Gita Wirjawan yang inkumben mundur dari pencalonan.
Wiranto sendiri, yang sekarang memimpin Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), sebenarnya masih belum memberikan keterangan secara terbuka terkait ketidak-siapannya untuk mempertahankan kedudukannya.
Namun, dari dinamika yang terjadi, mudah diduga jika di internal PB PBSI sendiri sudah terjadi perpecahan.
Dalam hal ini, pecah kongsi antara Wiranto dengan sosok yang selama ini disebut-sebut sebagai orang yang paling dipercayainya, yakni Alex Tirta. Alex, yang empat tahun silam bergerilya menjatuhkan Gita Wirjawan, selama ini menjadi orang kedua di PB PBSI, sebagai ketua harian.
Pecah kongsinya Wiranto dan Alex Tirta belakangan semakin terkuak, khususnya mendekati ke saat gelaran Munas 2020. Pecah kongsi itu bukan lagi sebuah indikasi.
Tetapi, sudah bukti. Alex Tirta yang pengusaha hiburan itu ternyata sudah meninggalkan Wiranto. Alex Tirta bahkan sudah punya jagoan baru.
Dia adalah Agung Firman Sampurna. Ditelusuri lebih jauh, Agung Firman Sampurna adalah Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), salah satu organ vital negara untuk tata kelola keuangan seluruh institusi pemerintahan. Agung Firman Sampurna, yang 19 November mendatang tepat berusia 49 tahun, akan memimpin BPK hingga 2022.
Adalah Alex Tirta yang sudah secara terbuka juga menyebut Agung Firman Sampurna sebagai calon ideal ketua umum PB PBSI 2020-2024. Kata Alex Tirta, Agung Firman Sanpurna mendapat dukungan dari 26 Pengprov, dari total 34 Pengprov atau pemilik suara.
Benarkah? Ataukah hanya sekadar klaim? Mencermati dinamika yang terjadi menjelang Munas PBSI 2020 ini, pernyataan Alex Tirta disebutkan sebagai sebuah manuver.
Apa yang membuat Alex Tirta tiba-tiba memunculkan nama Agung Firman Sampurna? Ini juga yang menjadi pertanyaan banyak kalangan. Ada apa dibalik manuver Alex Tirta, pengusaha hiburan yang pemilik Grup Alexis itu?
Banyak yang mengkait-kaitkan manuver Alex Tirta dengan Agung Firman Sampurna dalam kapasitasnya sebagai penanggung-jawab pemberian penilaian atas kinerja pengelolaan keuangan seluruh pemerintah daerah.
Apa yang mendorong Alex Tirta mendorong Agung Firman dengan 'gaspol'? Apalagi, menurut keterangan, Agung Firman bukan seorang maniak bulu tangkis. Agung juga bukan pemilik klub bulu tangkis. Tidak seperti Alex Tirta sendiri, yang memiliki klub Exis.
SENYAP KARENA PANDEMI
Sekadar mengilas ke belakang, pandemi Covid-19 yang melanda dunia sangat berdampak terhadap kegiatan olahraga secara global.
Banyak agenda besar terpaksa dibatalkan atau diundur pelaksanaannya. Bahkan, Olimpiade Tokyo 2020 pun harus diundur hingga tahun depan.
Pun banyak kalender kegiatan turnamen bulu tangkis internasional ikut dibatalkan atau diundur oleh Federasi Bulutangkis Dunia (BWF).
Di Tanah Air, perhelatan turnamen bulutangkis paling akbar, Indonesia Terbuka, pun harus diundur dari jadwal semula pada Juni menjadi November 2020.
Hanya, karena semua terfokus kepada penundaan penyelenggaraan agenda besar akibat pandemi Covid-19 itu, agenda penting di tubuh PBSI seperti terlewatkan. Yakni Munas 2020. Hingga kini, tak hanya di media arus utama yang sepi, di media daring dan sosial media pun isu seputar suksesi di tubuh PBSI nyaris tak terdengar.
Padahal, menilik perjalanan sejarah pemilihan ketua umum organisasi tepok bulu nasional sejak awal 1990-an, biasanya setengah tahun sebelum Munas, kondisinya sudah menghangat. Nama-nama kandidat dalam bursa calon ketua umum, bermunculan. Pengprov PBSI, sang pemilik suara dalam Munas, juga sudah ramai dengan mengelus jagonya masing-masing.
Memilih calon ketua umum organisasi bulu tangkis nasional memang tidak mudah. Dibandingkan dengan cabang lain, bulu tangkis bisa dibilang paling seksi. Popularitasnya juga di atas cabang lain. Maklum, dari sisi prestasi, bulu tangkis sudah mendunia. Cabang ini yang paling mengharumkan nama Indonesia di pentas dunia.
Indonesia telah mencetak 23 gelar juara di Kejuaraan Dunia, 48 titel juara All England, 13 kali juara Piala Thomas, 3 kali juara Piala Uber, serta masing-masing sekali memboyong Piala Sudirman dan Piala Suhandinata. Masih ditambah lagi, merebut 28 medali emas di pentas Asian Games. Selain itu, banyak gelar dari turnamen-turnamen bulu tangkis yang berlangsung di berbagai negara.
Sejauh ini pula hanya bulu tangkis yang mampu mempersembahkan medali emas bagi kontingen Merah-Putih di kancah Olimpiade. Total tujuh medali emas, enam perak, dan enam perunggu berhasil direbut pebulu tangkis kita di ajang pesta olahraga paling akbar sejagat tersebut.
Sejarah emas itu dimulai sejak Susy Susanti dan Alan Budikusuma melakukannya di Olimpiade Barcelona 1992. Lalu Ricky Soebagdja/Rexy Mainaky di Olimpiade Atlanta 1996,
Candra Wijaya/Tony Gunawan (Olimpiade Sydney 2000), Taufik Hidayat (Olimpiade Athena 2004), dan Markis Kido/Hendra Setiawan (Olimpiade Beijing 2008). Yang terakhir oleh Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir di Olimpiade Rio de Janeiro 2016.
KRITERIA KETUA UMUM
Wajar kalau kemudian muncul sejumlah prasyarat yang demikian berat dalam mencari figur yang bakal menjadi Ketua Umum PP PBSI 2020-2024. Maklum, karena taruhannya adalah prestasi besar bulu tangkis Indonesia di panggung internasional. Syarat-syarat tersebut, di antaranya mencintai bulu tangkis. Tokoh tersebut juga harus memiliki kemampuan manajerial tangguh.
Selain itu, kandidat tersebut juga harus memiliki jejaring (networking) yang luas, punya waktu, dan harus memiliki jabatan penting di pemerintahan. Maklum, dari dulu hingga kini, Ketua Umum PBSI adalah tokoh yang memiliki power. Dan yang terpenting adalah memiliki kemampuan dalam mencari dana besar. Jangan lupakan pula, mendapat restu dari Presiden Joko Widodo.
Syarat mampu mencari dana besar ini sangat penting. Pasalnya, sejak era kepemimpinan Gita Wirjawan (2012-2016) yang kala itu menjabat sebagai Menteri Perdagangan, PBSI memiliki visi meningkatkan kesejahteraan pemain. Alhasil, uang kontrak sponsor individual, prize money, dan bonus yang didapat pemain, 100 persen seluruhnya masuk ke kantung atlet.
Hal ini berbeda dengan era ketua-ketua sebelumnya. Kala itu, penghasilan yang didapat pemain tersebut harus dibagi dengan PBSI sebagai dana pembinaan. Dulu porsi pembagian pendapatan antara pemain dan PBSI pernah sampai 50-50 dan kemudian berubah menjadi 75 persen untuk pemain dan 25 persen bagi PBSI.
Dampak dari kebijakan Gita tersebut, uang kontrak sponsor individual, prize money, dan bonus yang didapat pemain, sesenpun tidak ada yang masuk ke kas PBSI seperti dulu. Untuk menjalankan pelatnas dan pengiriman pemain, PBSI pun harus mengandalkan dana dari sponsor dan bantuan pemerintah yang terbatas jumlahnya. Di sinilah peran ketua umum, yaitu harus mencari dana tambahan.
Pelatnas PBSI yang ada di Cipayung, Jakarta Timur, berlangsung sepanjang tahun. Hal ini tentu membutuhkan dana sangat besar. Tak hanya untuk penyelenggaraan pelatihan bagi 104 pemain pelatnas utama dan pratama, serta 25 pelatih teknik dan fisik, dana besar itu juga untuk membiayai pengiriman pemain ke banyak turnamen di mancanegara.
Di luar nama Agung Firman Sampurna yang digadang-gadang oleh Alex Tirta, ada sejumlah nama lain yang mengemuka sebagai kandidat pengganti Wiranto. Kapolri Jenderal Idham Azis, Kapolda Sumsel Prof. Dr. Irjen.Pol. Eri Indra, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri BUMN Erick Thohir, serta Kepala Staf Kepresidenan (KSP), Moeldoko, dan pengusaha Ari Wibowo.
Dengan segala kelebihan dan kekurangan, mereka semua tentu memiliki kapasitas dan kapabilitas sebagai kandidat untuk menduduki kursi PBSI-1 hingga 2024. Tak hanya memiliki power dan mencintai tepok bulu, mereka juga tokoh yang hebat dalam urusan manajerial. Mereka semua dinilai memiliki jejaring luas dan punya kemampuan untuk mencari dana besar.
Sebagai pemilik suara dalam Munas, Pengprov PBSI yang ada di 34 daerah tentu sudah mulai menimbang-nimbang. Siapa calon yang akan dipilih dalam Munas nanti. Selain nama-nama di atas, mungkin masih banyak calon lain yang juga layak untuk diapungkan dan dipilih menjadi nakhoda PBSI. Semakin banyak calon, makin baik.
Tentunya, menjadi harapan bersama agar para pemilik suara tidak sampai salah pilih. Sebab, taruhannya adalah prestasi bulu tangkis Indonesia. Siapa pun dia, yang terpenting adalah mampu menjaga tradisi dan supremasi prestasi bulu tangkis Indonesia di pentas dunia.
Jadi, siapa yang pantas menjadi Ketua Umum PP PBSI 2020-2024?
Jangan sampai pilih kucing dalam karung.
*Adhi TB, Pemerhati Bulutangkis Nasional
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.