Tribunners / Citizen Journalism
Pilpres 2024
2024: Ganjar Vs Anies
Di PDIP saat ini tak ada tokoh lapis kedua setelah Megawati yang "marketable" atau laik jual sebagai capres, termasuk Puan Maharani dan Prananda Prabo
Oleh: Karyudi Sutajah Putra
TRIBUNNEWS.COM - Hasil survei sebuah lembaga, 16-18 Mei 2020, yang menempatkan Ganjar Pranowo (11,8%) di urutan kedua elektabilitas tertinggi setelah Prabowo Subianto (14,1%), melemparkan kita pada keyakinan: Ganjar akan bertemu Anies Baswedan (10,4%) pada Pemilihan Presiden 2024.
Kok bisa?
Pertama, meski saat ini masih merajai survei, namun pada 2024 Prabowo akan dianggap sebagai politikus veteran dengan kecenderungan elektabilitas menurun, sehingga diyakini ia tak akan maju lagi di Pilpres 2024.
Saat ini saja elektabilitas Prabowo menurun 8,1% dibanding Februari 2020.
Kedua, dengan bergabung ke pemerintahan Presiden Joko Widodo sebagai Menteri Pertahanan, banyak pendukungnya yang kecewa, terutama komunitas 212, sehingga diyakini Prabowo tak akan "nyapres" lagi.
Ketiga, dalam usianya yang sudah sepuh (73) pada 2024, diyakini Prabowo akan lebih memilih menjadi "king maker" seperti Megawati Soekarnoputri, dengan mengarsiteki Anies seperti pada Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta 2017.
Sebagai "king maker", Prabowo akan kembali berkolaborasi dengan Jusuf Kalla yang merupakan mentor politik Anies, seperti pada Pilkada DKI 2017.
Satu-satunya sosok yang bisa diterima para pendukungnya untuk menggantikan Prabowo adalah Anies yang sekarang menjabat Gubernur DKI Jakarta. Mengapa?
Pertama, pendukung Prabowo dalam Pilpres 2019 hampir semuanya adalah pendukung Anies pada Pilkada DKI 2017.
Kedua, elektabilitas Anies dalam survei berbagai lembaga selalu relatif tinggi (masuk 3 besar).
Kali ini elektabilitas Anies memang turun 1,7% dibanding Februari 2020, tapi diyakini ke depan masih fluktuatif.
Namun itu pun dengan catatan Anies menang pada Pilkada DKI 2022.
Bagaimana dengan Sandiaga Uno yang dalam survei menempati urutan ke lima (6,0%)?
Mungkin Wakil Ketua Umum Dewan Pembina Partai Gerindra ini cukup menjadi calon wakil presiden bagi Anies, sehingga duet Anies-Sandi di Pilkada DKI 2017 akan terulang di Pilpres 2024.
Sandi yang hartanya triliunan rupiah ini akan kembali menjadi penyandang dana utama seperti pada Pilkada DKI 2017.
Ridwan Kamil yang dalam survei menempati urutan ke empat (7,7%) atau satu trap di atas Sandi memang bisa saja menjadi cawapres bagi Anies, tapi Gubernur Jawa Barat ini tak punya cukup modal finansial.
Apalagi ia belum tentu menang pada Pilkada Jabar 2023.
Di pihak lain, Ganjar Pranowo yang sekarang menjabat Gubernur Jawa Tengah periode kedua adalah pilihan yang paling realistis bagi parpol-parpol pendukung Jokowi, terutama PDI Perjuangan.
Mengapa?
Di PDIP saat ini tak ada tokoh lapis kedua setelah Megawati yang "marketable" atau laik jual sebagai capres, termasuk Puan Maharani dan Prananda Prabowo.
Sebagai putra-putri Megawati, keduanya memang cucu biologis Bung Karno, tapi mereka buka cucu ideologis sang proklamator itu.
Elektabilitas Puan dan Prananda saat ini juga jauh dari Ganjar. Maka mau tak mau Megawati pun harus realistis seperti pada Pilpres 2014 yang merelakan mahkotanya diambil Jokowi.
Bila sudah demikian, Ganjar versus Anies di Pilpres 2024 tampaknya akan menjadi keniscayaan.
Mungkin saja akan ada capres lain, tapi itu sekadar penggembira yang akan gugur di putaran pertama.
Peta Politik
Lantas bagaimana peta politik atau kekuatan Ganjar dan Anies di Pilpres 2024?
Dukungan parpol-parpol akan bergeser, lebih banyak ke Anies. Partai Golkar dan Partai Nasdem yang saat ini berada di koalisi pemerintahan akan menyeberang ke Anies.
Selain Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), dan mungkin Partai Demokrat, Anies akan beroleh tambahan dukungan dari Golkar dan Nasdem.
Golkar, sebagaimana galibnya, akan ikut ke mana angin politik berembus, karena orientasi partai berlambang beringin ini memang kekuasaan, bukan ideologi.
Pragmatisme, bukan idealisme.
Nasdem? Saat ini saja Ketua Umum Surya Paloh sudah main mata dengan Anies, apalagi nanti ketika elektabilitas Anies menanjak.
"De javu"! Pola pertarungan Pilpres 2014 dan 2019 pun akan terulang pada Pilpres 2024.
Pemilih akan terbelah ke dalam dua kubu. Para pendukung Jokowi akan memilih Ganjar, sedangkan para pendukung Prabowo akan memilih Anies.
Ini bagi pendukung yang sudah paten atau "maton", yang dikenal sebagai, maaf, "cebong" dan "kampret".
Bagaimana dengan "floating mass" atau massa mengambang? Mereka akan lebih memilih Anies ketimbang Ganjar. Mengapa?
Pertama, mereka sedang mencari pemimpin yang merupakan antitesis dari Jokowi. Ini sebenarnya siklus 10 tahunan.
Pemilih akan memilih sosok pemimpin yang gayanya santun dan kalem seperti Susilo Bambang Yudhoyono. Soal sosok yang santun itu bisa bekerja atau tidak, itu urusan belakangan. Lihat saja Anies Baswedan.
Gaya kepemimpinan yang spontan dan ceplas-ceplos laiknya Jokowi sementara akan ditinggalkan. Entah 10 tahun lagi dari 2024.
Sadar akan hal ini, Anies pun akan tetap mempertahankan gaya kepemimpinannya yang "WTS" (waton sulaya) atau asal berbeda dengan Jokowi.
Kedua, meski kepercayaan publik terhadap pemerintahan Jokowi masih relatif stabil di kisaran 60%, namun tak sedikit rakyat yang kecewa terhadap kebijakan-kebijakan Jokowi yang dinilai lebih berpihak kepada pengusaha, plus asing, daripada kepada "wong cilik" dan rakyatnya sendiri. PDIP pun sekarang sudah terkena imbasnya: elektabilitas melorot!
Ketiga, pengusaha-pengusaha yang ada di gerbong JK akan lebih mendukung Anies secara finansial ketimbang ke Ganjar. Apalagi pengusaha hitam.
Akan tetapi, sekenario ini bisa terjadi jika tidak ada fenomena "satria piningit".
Jika ada, dan satria itu tiba-tiba melejit elektabilitasnya menjelang Pilpres 2024, meninggalkan Ganjar dan Anies, niscaya dialah yang akan dipilih parpol-parpol yang sebarisan dengan PDIP sebagai capres, dan akhirnya terpilih.
Fenomena ini pernah terjadi pada Pilpres 2004 dengan munculnya SBY, dan pada Pilpres 2014 dengan munculnya Jokowi, yang semula keduanya luput dari perhitungan publik.
*Karyudi Sutajah Putra: Analis Politik pada Konsultan dan Survei Indonesia (KSI), Jakarta.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.