Jumat, 3 Oktober 2025

Tribunners / Citizen Journalism

AA Permana, Putra Bali-Lombok di Jantung Bangsa-bangsa

Dan hari itu, di bawah langit New York yang cerah, saya berjumpa putra kebanggaan Dewa Made Risna Winangun.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-inlihat foto AA Permana, Putra Bali-Lombok di Jantung Bangsa-bangsa
Ist/Tribunnews.com
AA Permana, senior Officer United Nations (UN) Force (kiri) berfoto bersama Wapres Jusuf Kalla dan Menlu Retno LP Marsudi.

TRIBUNNEWS.COM - What is a name, kata William Shakespeare.

“Nama adalah doa”, kata Dewa Made Risna Winangun.

Siapa gerangan mereka?

Shakespeare adalah pujangga Inggris yang legendaris.

Sedangkan, Made Risna Winangun hanya orang Bali yang seorang polisi.

Bisa jadi banyak orang terpengaruh Shakespeare, tetapi tidak dengan Dewa Made Risna Winangun. Tidak pula, para kebanyakan orang tua di negeri ini.

Dan hari itu, di bawah langit New York yang cerah, saya berjumpa putra kebanggaan Dewa Made Risna Winangun.

Seketika saya mengamini doa Made Winangun demi berbincang dengan putranya yang berada 13.327 kilometer dari Denpasar.

Lelaki itu bernama AA Permana. Sebuah nama bagus yang berarti doa. “Permana” adalah doa agar si anak kelak menjadi manusia yang “sangat berharga”, “tidak terhingga”, “tanpa batas”.

er Unitej
Egy Massadiah (kiri) bersama AA Permana, senior Officer United Nations (UN) Force.

Bak doa yang menembus langit, turun menjadi berkah dan restu. Ia kini menembus batas prestasi anak bangsa di tingkat dunia.

AA Permana, tercatat pada posisi Senior Officer United Nations (UN) Force.

Sejak tahun 2004, ia berkantor di Markas Besar Persatuan Bangsa-bangsa (PBB) di 760 United Nations Plaza, New York, New York 10017, Amerika Serikat.

Itu, artinya, tahun ini menjadi tahun ke-15 ia berdinas dan tinggal di negeri Paman Sam.

Tiga Sekjen PBB pernah didampinginya, mulai dari Kofi Annan, Ban Ki Moon, dan Sekjen PBB yang sekarang, Antonio Guterres.

Bukan hanya itu, ia juga mengawal Presiden Susilo Bambang Yudhoyono setiap menghadiri Sidang Umum PBB di New York.

Termasuk, lima tahun berturut-turut mengawal Wakil Presiden Jusuf Kalla yang mewakili Presiden Joko Widodo menghadiri Sidang Umum PBB. Termasuk, pernah mengawal Wakil Presiden Boediono.

Tak jarang, ia juga dipercaya mengawal pemimpin dunia dari negara lain. Salah satunya adalah Perdana Menteri Irak, Jawad al-Maliki alias Nouri Kamil al-Maliki.

Mengenakan setelan jas dengan pin khusus di dada kanan, berkacama hitam, badget UN Officer terselip di ikat pinggang depan sisi sebelah kanan, penampilan lelaki dengan tinggi 180 cm itu tampak gagah.

Bukan hanya itu, di balik setelah jas yang ia kenakan, juga tersembunyi senjata lengkap melengkapi posisinya sebagai shield (tameng hidup) bagi para kepala negara dan wakil kepala negara yang ia kawal.

“Status dan pekerjaan sehari-hari sebagai UN Officer. Akan tetapi, jika berlangsung sidang umum PBB, baik diminta atau atas permintaan, saya mengawal kepala negara dari negara saya sendiri yang bersidang di PBB. Selesai sidang, saya kembali sebagai UN Officer,” ujar Permana yang tetap berpaspor Indonesia itu.

Begitulah, Permana pun tidak saja membanggakan sang ayah, Dewa Made Risna Winangun dan sang ibu, RR Puji Rahayu, tetapi juga membanggakan bangsa dan negara Indonesia.

“Terima kasih kalau berkenan menulis tentang keberadaan saya di PBB. Kalau berkenan, mohon jangan lupa menyebutkan bahwa saya pernah mengenyam pendidikan di SMA Negeri 1 Ampenan, Mataram, Lombok jurusan Bahasa (Budaya),” pinta Permana pada penulis.

Pria “Balok” (Bali-Lombok) ini beralasan, apa yang ia raih saat ini bisa memotivasi anak-anak muda dan rekan-rekannya dari jurusan Bahasa (Budaya).

“Jika kita tekun belajar dan bekerja keras serta mau terus belajar, maka tidak ada hal yang tidak mungkin kita gapai,” ujar Permana.

Ia pun lantas mengilas sekelumit kisah hidupnya, hingga kini bisa menjadi one and only orang Indonesia yang menjadi orang penting di pasukan pengamanan Markas Besar PBB.

Pria kelahiran Denpasar, 24 Mei 1977 itu, tumbuh, dan berkembang di Bali dan Lombok.

“Orang bilang, saya ini Balok, Bali-Lombok,” ujar Permana sambil tersenyum.

“Waktu SMA, saya pernah belajar di SMA Negeri 1 Ampenan, Mataram, Lombok, saat ayah saya berdinas di sana,” ujar lulusan SMA tahun 1995, seraya menambahkan, “lulus SMA saya ikut tes polisi dan diterima masuk Sekolah Kepolisian Negara atau SPN di Bali.”

Lulus SPN Bali tahun 1996, ia mendapat penugasan pertama di Kupang, Nusa Tenggara Timur sebagai instruktur di Sekolah Kepolisian Negara.

Di Kupang, Permana sempat mengenyam bangku kuliah jurusan Sastra Inggris Universitas Katolik (Unika), Kupang, NTT, tapi tidak selesai.

Empat tahun di Kupang, sejak 1996, akhirnya pada Desember tahun 2000 ia dipindahtugaskan ke Polda Bali Unit Provoost (Propam) sampai tahun 2004.

Selama empat tahun berdinas di Kupang, ia pun bersinggungan dengan United Nations Officer tahun 1998/1999 yang tengah berdinas sebagai staf mission UNTAET (United Nations Transitional Administration in East Timor/ Administrasi Sementara PBB di Timor Timur) dan UNAMET (United Nations Mission in East Timor).

Seperti alur cerita flashback, pendulum hidup Permana menandakan arah lain di tahun 2002, saat berlangsung KTT di Nusa Dua Bali. Di situlah, atas kehendak Tuhan, Permana berjumpa kembali dengan UN Officer yang ia kenal di Timor Timur beberapa tahun lalu.

Dalam event KTT di Nusa Dua Bali itu, Polda Bali bertugas mengamankan jalannya acara. Permana satu di antara banyak anggota polisi yang terlibat.

Dalam salah satu dialog, rekan UN Officer yang merupakan sahabat lamanya sewaktu berdians di NTT menawarinya bergabung menjadi polisi di Markas Besar PBB.

Spontan Permana berpikir, “peluang yang menantang.”

Permana membiarkan nalurinya yang meminta ia mempersiapkan dan menjajal peluang menjadi petugas kepolisian di Markas Besar PBB.

Persiapan matang akhir tahun 2003, dan ia pun mengikuti Tes Seleksi Anggota Kepolisian PBB dengan persyaratan utama, pernah mengikuti dinas militer atau kepolisian sekurang-kurangnya lima tahun, dan usia saat pendaftaran tidak lebih dari 32 tahun.

Adapun persyaratan tambahan lain adalah kemampuan berbahasa Inggris aktif (fluent), atau penguasaan bahasa asing lain, seperti Spanyol, Arab, China, dan Rusia. Penguasaan lebih dari satu bahasa asing akan menjadi nilai tambah tersendiri.

“Pendeknya, tes seleksi masuk menjadi UN Officer kurang lebih sama dengan tes masuk ke akademi kepolisian atau akademi militer di Indonesia. Selain tes akademik, juga ada tes kesehatan, tes jasmani, tes menembak, psikotes, dan wawancara,” ujar Permana, yang kini menguasai bahasa Inggris, Spanyol, dan Jerman, itu.

Usai menjalani tes yang ia jalani di New York, dan atas beban biaya sendiri, Permana pun menunggu, sambil melanjutkan dinasnya di Polda Bali.

Bukan seminggu-dua ia menunggu. Hampir setahun kemudian, tahun 2004, barulah kabar gembira itu pun datang. Ya, Permana diterima menjadi UN Officer.

Entah perasaan apa yang berkecamuk di dada. Antara sedih harus meninggalkan Kepolisian RI yang telah mendidik dan membentuk dirinya hingga saat ini, dan rasa senang –tepatnya bangga—bisa berkarier di lembaga dunia.

Antara sedih harus meninggalkan pulau Bali dan Lombok, serta rasa bangga bisa berkarier di level internasional. Di tengah suasana hati seperti itulah, Permana mengurus pengunduran diri dari Polri, dan bertolak ke New York, setelahnya.

Sebagai “orang baru”, Permana pun melakoni rotasi tugas, mulai dari Junior Patrol Officer, kemudian masuk berbagai unit atau squad. Untuk sampai ke posisi unit pengawalan Sekjen PBB, juga melewati seleksi ketat, dan Permana lolos.

Dalam saat-saat sendiri, ia merasa beruntung lahir dan dibesarkan dari keluarga polisi. Orang tuanya anggota Polri, dan telah meletakkan dasar-dasar disiplin serta karakter positif.

Keberuntungan lain adalah menikahi wanita pujaan asal Peliatan, Ubud bernama Desak Putu Dewi Permana. Lebih merasa beruntung Tuhan mengaruniai dua putra: Dewa Gede Alessandro Permana dan Dewa Axel Airlangga Permana.

Kesempurnaan hidup makin terasa, manakala ia masih memiliki peluang dan kesempatan untuk berbakti kepada Ibu Pertiwi, Tanah Air tercinta, Indonesia.

Dengan posisinya saat ini, Permana selalu terlibat aktif membantu delegasi Indonesia dalam hal pengamanan, mulai dari level menteri sampai presiden.

“Tugas saya agar kunjungan delegasi Indonesia ke PBB New York berjalan mulus dan lancar,” pungkas Permana.

Laporan Egy Massadiah dari New York Amerika Serikat.

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved