Tribunners / Citizen Journalism
''Bajaj Pasti Berlalu''
Bersama 37 pelukis lainnya, termasuk pelukis senior Syahnagra Ismail (45), pelukis bernama asli Setyo Purnomo kelahiran Pemalang
Tulisan Tribunners Karyudi
JAKARTA -- Mungkin ia sedang mendesakkan keadilan kepada Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno: kalau sepeda motor boleh berlalu di Jalan MH Thamrin, mengapa bajaj tidak?
Atau mungkin ia sedang bicara visi masa depan tentang Jakarta sebagai kota megapolitan bertaraf internasional: jangankan becak, bajaj saja harus dilarang beroperasi di Ibu Kota. Bajaj pasti berlalu (menjadi masa lalu)!
Itulah tafsir yang kita tangkap dari lukisan berjudul, “Bajaj Pasti Berlalu” (2018: 100 x 100 cm) karya Kembang Sepatu yang dipamerkan di Balai Budaya Jakarta (BBJ) di Jl Gereja Theresia, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (2/2) hingga Jumat (9/2).
Bersama 37 pelukis lainnya, termasuk pelukis senior Syahnagra Ismail (65), pelukis bernama asli Setyo Purnomo kelahiran Pemalang, Jawa Tengah, 45 tahun lalu ini menggelar pameran bersama bertajuk “Jakarta-Jakarta”, dan dibuka oleh Hilmar Farid, Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
“Ini sebagai tangung jawab pelukis kepada publik, khususnya masyarakat Jakarta yang beragam. Makanya karya yang ditampilkan para pelukis pun beragam, termasuk patung Presiden Jokowi,” timpal Syahnagra Ismail, yang juga Wakil Ketua Badan Pengelola BBJ, tentang patung berjudul, “Jokowi Sang Visoner” karya Bambang Win.
Para pelukis punya tanggung jawab untuk berkarya. Lalu bagaimana dengan masyarakat dan pemerintah, apakah sudah mengapresiasi karya para seniman? “Apresiasi ada, tapi minim sekali. Bangsa ini belum menjadikan budaya sebagai visi masa depan. Mayoritas dari kita, terutama elite pemimpin, lebih berorientasi pada jabatan dan kekayaan,” jelas Syahnagra.
“Jadi, jangan kaget bila suatu saat nanti bangsa ini tercerabut dari akar budayanya, karena memang kurang apresiatif terhadap even-even kebudayaan,” timpal Kembang Sepatu seraya mengaku iri dengan Perancis di Eropa dan Jepang di Asia yang di tengah kemajuan ekonominya, tetap menghargai budayanya, antara lain kedua bangsa tersebut sangat bangga dengan bahasa masing-masing, berkebalikan dengan bangsa Indonesia yang lebih bangga berbahasa asing.
Salah satu dampak dari kurang apresiatifnya bangsa ini terhadap budaya, termasuk Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, jelas Syahnagra, ialah keberadaan BBJ yang bangunannya dalam kondisi memprihatinkan. “Saat ini, sebagian bangunan BBJ sedang direnovasi dengan dana swadaya dari para seniman, ada yang iuran 100 ribu, ada yang 1 juta, dan ada yang 10 juta rupiah,” tutur Syahnagra, Senin (5/2), sambil mengajak wartawan menyambangi ruangan-ruangan yang sedang direnovasi. Ia berharap Pemprov DKI turun tangan memperbaiki bangunan BBJ.
Jakarta sebagai megapolitan dan ibu kota negara, lanjut Syahnagra, memerlukan tempat berkesenian dan berkebudayaan untuk menyatukan visi-misi dari perkembangan dunia.
“Jakarta memerlukan tempat yang bukan saja gedungnya yang representatif untuk berkesenian, tapi juga tata kelola yang diciptakan oleh para seniman, bukan sekadar proyek yang memuaskan segelintir orang. Oleh karena itulah seniman harus dilibatkan total dalam membangun suasana seni atau kebudayaan, baik acara maupun gagasan besarnya,” papar Syahnagra, seniman berdarah Jawa-Aceh, yang juga dosen Institut Kesenian Jakarta (IKJ).
Kembali ke “Bajaj Pasti Berlalu”, Kembang Sepatu menjelaskan, lukisannya itu dibuat pada Kamis (1/2), di mana malam sebelumnya terjadi fenomena gerhana bulan total atau super blue blood moon. “Gerhana bulan memperlihatkan kepada kita agar belajar dengan Matahari, Bumi dan Bulan. Meskipun berbeda sifat, karakter dan posisinya, namun dapat berada dalam satu garis yang sama.
Jakarta sebagai representasi dari Indonesia yang plural sangat rentan konflik. Mudah-mudahan tak perlu menunggu siklus 152 tahun seperti super blue blood moon, Indonesia dapat mewujudkan situasi yang harmonis.
"Angka 1 berarti Esa, mengingatkan kita pada Sang Khaliq (Pencipta), angka 5 mengingatkan umat muslim untuk menegakkan salat lima waktu, sebagai konsekuensi sumpah ketika mengucapkan 2 kalimat syahadat,” tandasnya.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.