Jumat, 3 Oktober 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Tak Harus Full Day School untuk Mendidik Karakter Generasi Penerus Bangsa

Baru-baru ini, sebuah wacana terkait penerapan sistem full day school mulai menjadi berita hangat.

kfk.kompas.com
Gagasan full day school untuk pendidikan dasar yaitu SD dan SMP untuk sekolah negeri dan swasta menuai respon penolakan, salah satunya dari Wakil Ketua Komisi X DPR Sutan Adil Hendra. Full Day School dinilai dapat merampas hak bermain anak-anak. 

Ditulis oleh : Supriyani, Citizen Journalist Cibinong

TRIBUNNERS - Baru-baru ini, sebuah wacana terkait penerapan sistem full day school mulai menjadi berita hangat.

Wacana tersebut disampaikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy kepada Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK).

Dalam keterangan pers, kementerian pendidikan mengatakan ide ini muncul untuk memenuhi pendidikan karakter di sekolah, yang idealnya menurut Presiden Jokowi, diberikan sebanyak 80% (dari total kegiatan belajar mengajar) di tingkat sekolah dasar, dan 60% di tingkat sekolah menengah pertama.

Mendikbud mengatakan, sistem sekolah sehari penuh tidak melulu soal belajar di dalam kelas tetapi juga dapat mengikuti kegiatan-kegiatan penanaman pendidikan karakter, seperti mengikuti kegiatan ekstrakurikuler.

Mendikbud menganjurkan sekolah sehari penuh untuk membendung arus kerusakan di luar sekolah, saat orangtua bekerja dan tidak bisa mengawasi. Juga untuk membendung pemikiran menyimpang di luar sekolah.

Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan primer yang harus didapatkan masyarakat khususnya di Indonesia.

Selain bertujuan untuk mencerdaskan generasi penerus dari sisi akademik, juga untuk menjadikan calon-calon generasi penerus menjadi pribadi yang bertaqwa, bermoral dan berakhlak mulia.

Pertanyaannya, apakah dengan menerapkan sistem full day school ini, anak-anak dapat berubah kualitas keilmuan dan kualitas moralnya?

Ketika kekhawatiran pemerintah terkait anak-anak yang pulang sekolah lebih awal tetapi tidak langsung pulang ke rumahnya lalu melakukan hal-hal yang dianggap tidak pantas atau melakukan tindakan-tindakan melanggar hukum, apakah karena jam belajar yang kurang?

Mungkin bisa jadi seperti itu. Tetapi perbaikan kualitas generasi tak cukup dengan memperbanyak jam belajar di sekolah.

Faktor kenakalan remaja dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor baik dari dalam dirinya, lingkungan, dan keluarga.

Faktor diri yang lemah diantaranya tidak punya rasa takut, jauh dari rasa penyesalan, tidak mengetahui standar kesalahan, kurangnya kontrol diri dan lemahnya keimanan membuat remaja dengan mudah dapat dikuasai oleh hawa nafsunya.

Sementara faktor diri tadi, dibentuk dari faktor yang lain seperti pendidikan, keluarga, lingkungan bahkan negara yang menerapkan sistemnya.

Keluarga terutama orang tua, sangat mempengaruhi corak perilaku dan kepribadian remaja.

Rendahnya pendidikan agama, kosongnya contoh dan teladan di keluarga, pola komunikasi yang lebih diwarnai bentakan dan miskin aspek persuasi pemberian pemahaman dan argumentasi tentang baik-buruk, benar-salah, boleh dan tidak boleh, berpengaruh besar bagi munculnya kenakalan remaja.

Sementara itu sistem dan gaya hidup kapitalisme membuat orang tua berubah menjadi mesin-mesin produksi kapitalisme.

Sebagian besar waktunya, bahkan hampir total, untuk bekerja dan menyelesaikan tuntutan kerja. Anak tidak mendapat perhatian, bimbingan dan kasih sayang dari orang tuanya.

Semua faktor itu pada akhirnya sangat dipengaruhi dan ditentukan oleh negara dan sistem yang diterapkan oleh negara yaitu sistem kapitalisme.

Kebijakan mengenai pemberdayaan perempuan saat iniyang mendorong ibu bekerja di luar rumah dan mengabaikan pendidikan anak menjadi pendukung anak saat ini dalam keadaan terpuruk dan mengenaskan.

Oleh karena itu, wacana full day school  tidak akan menjamin adanya perubahan bagi anak-anak atau remaja ketika sistem negara, pendidikan dan kurikulum dan yang diterapkan masih menganut sistem kapitalis.

Bebeda halnya dengan Islam, pendidikan yang harus disediakan oleh negara untuk seluruh rakyat tanpa kecuali itu dijalankan berdasarkan sistem pendidikan yang menitikberatkan pada pembentukan kepribadian Islami dan pemberian bekal untuk mengarungi kehidupan.

Pendidikan itu terbuka untuk orang miskin dan kaya. Pendidikan membentuk kepribadian Islami itu bukan hanya dilakukan melalui jenjang sekolah tetapi juga memanfaatkan semua sarana pendidikan yang ada termasuk masjid-masjid yang tersebar di seluruh negeri.

Untuk melaksanakan itu, orangtua bisa mendapatkan bekalnya dari pendidikan formal dan nonformal yang aksesnya terbuka luas untuk semua.

Orangtua pun sudah terbantu oleh pendidikan anak di jenjang pendidikan yang diberikan oleh negara secara gratis dan berkualitas. Jadi akan berubahkah dengan full day school?

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved