Tribunners / Citizen Journalism
Jathilan Satria Mudo Budoyo, Tak Sekedar si Cantik atau Tampan Menari tapi Ada 'Tuntunan'
Lirikan memikat gadis cantik riang menari bersama alunan gamelan, atau gerakan lugas menawan para pria tampan tak hanya berikan tontonan yang menarik.
Penulis: Tribunners, Timotius Tri Yogatama
TRIBUNNERS - Lirikan memikat gadis cantik yang riang menari bersama alunan gamelan, atau gerakan lugas yang menawan para pria tampan tak hanya berikan tontonan yang menarik.
Ada nilai di baliknya.
Ya, hal ini terlihat dalam sebuah pergelaran tari tradisional dari grup Jathilan Satria Mudo Budoyo saat beraksi di Pedukuhan Kepundhung, Giripurwo, Girimulyo, Kulon Progo, Jumat (6/5/2016).
Dalam sebuah acara tasyakuran terlihat begitu tingginya apresiasi masyarakat terhadap kesenian lokal.
Ini membuktikan kesenian masih berperan penting dalam kehidupan warga, khususnya lingkup pedesaan.
Tari jathilan jadi daya tarik bagi penduduk desa melepas penat keseharian dengan tontonan tari yang penuh makna.
Pergelaran Jathilan Satria Mudo Budoyo pimpinan Eka Bisma ini seolah mewakili kehidupan masyarakatnya, media hiburan, sekaligus media pendidikan.
Satrio Mudo Budoyo mementaskan tiga babak tarian jathilan.
Dimulai dari Jathilan Krincing Manis dan Sendratari yang ditarikan oleh para perempuan, dilanjutkan tarian para laki-laki.
Jargon 'Bukan sekadar tontonan, namun sekaligus menjadi tuntunan', tampaknya juga layak disematkan dalam pergelaran jathilan ini.
Pesan tersebut berupa amanat dalam sebuah cerita yang diangkat dalam tarian jathilan.
Kelompok Jathilan Satria Mudo Budoyo dalam pertunjukkanya menampilkan hiburan sekaligus pesan.
Tiga babak yang dipertontonkan menceritakan perjuangan prajurit-prajurit di masa lampau, baik prajurit perempuan ataupun laki-laki.
Cerita prajurit tersebut penggambaran kehidupan sehari-hari yang penuh dinamika dan diwujudkan dalam bentuk tarian.
Pengartian pesan dari cerita dalam gerakan tari sangat beragam bagi penikmatnya.
Ini bukan hanya soal gerakan indah atau liuk menarik si penari tapi ada nilai pendidikan yang terselip di dalamnya.
Bagaimana ragam dan keunikan kehidupan di masa lalu, ada nilai perjuangan keras untuk meraih sebuah tujuan, ada pula pelajaran tentang kekompakan serta ketekunan hingga menghasilkan sebuah pertunjukan yang memukau.
Menengok Hari Pendidikan Nasional yang diperingati Senin (2/5/2016) lalu, biasanya ruang kelaslah yang identik disebut sebagai pendidikan.
Namun, pemaknaan terhadap pendidikan idealnya tak hanya beranjak dari ruang kelas saja.
Praktik pendidikan dapat dilakukan tidak terbatas ruang dan waktu.
Pendidikan yang bersifat nonformal juga harus mampu bersahabat dengan pendidikan di dalam ruang kelas.
Satu bukti di antaranya jathilan.(*)
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.