Jumat, 3 Oktober 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Opini Pembaca

Menyoal LGBT Dalam Perspektif Islam

Belakangan ini, isu seputar LGBT (Lesbian, Gay, bisexual danTransgender) menjadi topik panas dikalangan masyarakat kita, khususnya para generasi muda.

zoom-inlihat foto Menyoal LGBT Dalam Perspektif Islam
Media.iyaa.com
Bendera simbol LGBT

Ditulis oleh :  Mahasiswa UIN Syahid Jakarta, Khaerul Rizky

TRIBUNNERS - Belakangan ini, isu seputar LGBT (Lesbian, Gay, bisexual danTransgender) menjadi topik panas dikalangan masyarakat kita, khususnya para generasi muda.

Bermula ketika komunitas Support Group and Resouce Center on Sexuality Studies di Universitas Indonesia dituduh sebagai komunitas Lesbian Gay Bisexual Transgender (LGBT) yang mencemarkan moralitas bangsa.

Tentu saja isu seputar LGBT menimbulkan pro dan kontra di masyarakat kita.

Sontak kegiatan SGRC yang dituding mendukung LGBT mendapat kecaman luas dari masyarakat Indonesia. Tentu dari berbagai konteks dan perspektif yang berbeda.

SGRC sendiri telah membantah bukan sebagai LGBT melainkan kelompok kajian yang membahas isu gender dan sexualitas secara luas.

Kecaman, diskriminasi, intimidasi dan respon sosial negatif pun datang bercucuran, bahkan ada yang sampai meneror oleh lingkungan, kerabat dan media-mesia sosial yang kontra terhadap komunitas ini.

Mereka menuntut untuk menghentikan aktivitas komunitas ini karena dinilai sudah menyimpang dan mencederai kodrat dari Tuhan.

Namun, ada juga dari kita terutama mahasiswa yang tetap pro mendukung terhadap komunitas SGRC.

Mereka meyakini bahwa SGRC bukanlah komunitas LGBT seperti yang dimaksud oleh netizen.

Mereka meyakini bahwa SGRC hanya wadah dan tempat berdiskusi untuk masalah seksualitas dan tidak melanggar Hak Asasi Manusia seperti hal nya terorisme.

Memang Hak Asasi Manusia sangat menjunjung tinggi kebebasan individu, dan orang lain tidak berhak untuk mengintervensi hak pribadi seseorang.

Seperti negara Barat yang mengusung kebebasan sudah melegalkan aktivitas LGBT.

Jika sudah didasari atas suka sama suka, maka orang lain tak berhak untuk mencampuri dan mengintervensi mereka.

Bahkan jika mereka sudah dilegalkan merekapun mendapat perlindungan secara konstitusional.

Jika diamati, fenomena LGBT sudah terjadi seumur dengan peradaban manusia.

Peristiwa ini adalah pengulangan masa lampau. Ya, fenomena ini kadang muncul dan kadang hilang dengan sendirinya.

Faktor-faktor yang mendasar berkembangnya fenomena ini yaitu dari segi psikologis, ketertarikan atau cinta terhadap sesama jenis adalah hasil dari kombinasi kompleks antara gen dan lingkungan.

Jadi, lingkungan pun juga berpengaruh terhadap kondisi psikologi manusia. 

Kemudian peran keluarga yang kurang memperhatikan anggotanya yang seharusnya lebih dekat, dan mudah diawasi.

Dan juga minimnya pengetahuan agama yang mengakibatkan mudah tergoda dan terjerumus dalam hal-hal yang negatif dan menyimpang.

Indonesia merupakan negara demokrasi dan multikultural. Walau begitu, Islam merupakan agama yang mayoritas dipeluk oleh penduduk kita.

Dan Islam tegas melarang aktivitas LGBT.

Manusia adalah makhluk yang merdeka seringkali dijadikan sebagai dalih dan Hak Asasi Manusia (HAM).

Mereka pasti menuntut hak mereka dan kebebasan mereka sebagai manusia. Akan tetapi HAM Seperti apa dulu?

Apa yang kita interpretasikan itu? Saya pribadi pun tidak setuju dengan LGBT ini karena sudah menyalahi fitrah manusia yang sudah digariskan oleh Sang Maha Kuasa.

Mereka berdalih HAM hanya dari sudut pandang yang dangkal saja, tidak komprehensif dalam analisa suatu masalah. Inilah salah satu mata pisau misinterpretasi.

Memang benar, mereka menuntut hak mereka. Tapi mereka sudah mengesampingkan kewajiban dan fitrah mereka sebagai manusia.

Sebebas-bebasnya sebuah kebebasan pun pasti ada sebuah konsekuensi yang harus ditanggung. 

Mungkin wajar saja dari kalangan mereka mendapat diskriminasi. Pun mereka sudah mendiskriminasi manusia dan HAM itu sendiri.

Lantas bagaimana solusinya? Bagaimana cara menyikapinya?

Kita perlu mengembalikan mereka ke jalan fitrahnya.

Sebagai makhluk sosial kita tak perlu memarjinalkan kaum LGBT ini, dan tetap mengakui keberadaan mereka sebagai manusia.

Dengan melakukan pendekatan sosial ini kita bisa rejuvanensi, yaitu menyegarkan kembali pemikiran mereka.

Mengajak mereka berdiskusi mengenai dalih, kebebasan manusia berlandaskan fitrahnya dan keharusan universal, takdir, dengan komprehensif dan intregalitatif.

Mencari titik temu untuk menarik benang yang kusut kepada polanya.

Seperti yang sudah dijelaskan dalam Bab Kemerdekaan Manusia dan Keharusan Universal di Nilai-Nilai Dasar Perjuangan yang dirumuskan oleh cendikiawan Islam yang sering disapa Cak Nur.

Pemahaman keagamaan juga sangat penting untuk menyikapi persoalan LGBT ini, karena mereka ini perlu dipenuhi kebutuhan spiritual dan rohani lewat pengajian dan kegiatan lainnya.

Karena mereka ini sedang dibanjiri oleh hasrat dan nafsu.

Pemerintah pun harus menaruh perhatian penuh terhadap generasi muda di negara kita.

Dan yang paling penting adalah peran keluarga dan lingkungan sekitar yang harus selalu mengawasi dan mengontrol para generasi muda kita agar tidak terjadi lagi fenomena seperti ini.

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved