
Blog Tribunners
Komunitas Dayak Losarang Kaya Filosofi Hidup
Filosofi kehidupan mereka adalah kembali ke alam, mendekatkan diri dengan alam, dan mereka percaya bahwa inti ajaran dalam hidup bersama alam.
TRIBUNNERS - Indonesia merupakan negeri seribu pulau, tempat dimana lahirnya beragam budaya.
Di daerah Kabupaten Indramayu, Jawa-Barat, tinggal sebuah komunitas yang menamai dirinya “Suku Dayak Hindu Budha Bumi Segandu Indramayu” atau bisa juga dipanggil dengan “Suku Dayak Losarang”.
Banyak yang menyangka kalau komunitas Dayak Losarang merupakan salah satu dari sekiyan banyak suku bangsa (etnik) yang ada dinusantara.
Tapi sebenarnya suku Dayak Losarang ini bukanlah merupakan sebuah etnik, melainkan hanya sebuah komunitas yang memiliki kepercayaan, adat isdiadat, dan gaya hidup yang unik.
Ajaran dan Suku Dayak Losarang ini mulai terbentuk pada tahun 1970 oleh Tamad atau Eran Takmad Diningrat Gusti Alam, yaitu pendiri perkumpulan ini.
Pada waktu itu ia menemukan titik jenuh akan aturan pemerintah. Melihat keadaan yang tidak berubah, Tamad mulai introkpeksi diri dan menemukan cara hidup yang baik untuk manusia.
Filosofi kehidupan mereka adalah kembali ke alam, mendekatkan diri dengan alam, dan mereka percaya bahwa inti ajaran dalam hidup bersama alam.
Nama Suku Dayak Hindu Budha Segandu Indramayu merupakan falsafah hidup yang luhur.
Suku berarti kaki yang bermakna bahwa setiap manusia berjalan dan berdiri diatas kaki masing-masing untuk mencapai tujuan sesuai dengan kepercayaan dan keyakinan masing-masing.
Kata Dayak berasal dari kata ngayak yang artinya meilih atau menyaring, memilah dan memilih antara yang salah dan yang benar.
Hindu dan Budha bukan berarti agama Hindu dan Budha, melainkan kata Hindu yaitu artinya kandungan atau rahim.
Filosofinya adalah bahwa setiap manusia dilahirkan dari kandungan sang ibu (perempuan), dan kata Budha yang berasal dari kata wuda yang artinya telanjang. Filosofiya adalah bahwa setiap manusia dilahirkan dalam keadaan telanjang.
Selanjutnya adalah kata Bumi Segandu, Bumi mengandung makna wujud, sedangkan Segandu bermakna sekujur badan.
Gabungan dari kedua kata ini, yaitu Bumi Segandu mengandung makna filosofis sebagai kekutan hidup.
Dan yang terakhir yaitu kata Indramayu, mengandung pengertian In yang merupakan inti, Darma yang berarti orangtua, dan Ayu yang berarti perempuan.
Jadi makna filosofisnya adalah bahwa ibu (perempuan) merupakan sumber hidup, karena dari rahimnya kita semua dilahirkan.
Komunitas ini menghargai perempuan dan anak-anak. Bahkan para kaum pria rela untuk mencari nafkah sekaligus mengurusi pekerjaan rumah tangga seperti memasak.
Bagi mereka kaum perempuan memiliki martabat yang tinggi, karena perempuanlah akan lahir individu-individu yang baru. Itu sebabnya komunitas Dayak Losarang sangat menghormati kaum perempuan.
Komunitas Dayak Losarang ini tidak menyatap telur dan daging atau makanan yang berasal dari hewan, karena untuk saling menghormati kepada yang bernyawa.
Biasanya pencaharian komunitas Dayak Losarang ini kebanyakan adalah petani atau buruh. Untuk masalah teknologi mereka sudah dikatakan modern karena para petaninya sudah menggunakan traktor untuk mengolah sawahnya.
Tetapi dalam hal pendidikan mereka sangatlah kurang, bahkan mereka tidak mengenal pendidikan.
Dan untuk hal umumnya Suku Dayak Losarang tidak mengikat agama tetapi menganut kepercayaan animisme.
Selain itu, warga komunitas ini tidak memiliki KTP dengan alasan mengisi from agama. Karena mereka mengklaim penganut kepercayaan buka agama. Seluruh penganut komunitas ini lebih dari 400 jiwa yang bermukin di sebuah padepokan.
Keunikan dari Suku Dayak Losarang yaitu dalam cara berpakaian, karena dalam hal berpenampilan mereka tidak memakai baju melainkan hanya memakai celana hitam atau putih, lalu memakai pernak-pernik asesoris dan bertopi ala-ala petani.
Dan kegiatan yang unik pada komunitas ini yaitu mereka biasa melakukan ritual rendaman atau biasa disebut kumkum yang berfungsi untuk melatih kesabaran.
Kumkum ini dilakukan selama 4 bulan selama setahun. Prosesi kumkum dimulai dengan melakukan kidung dimalam hari sekitar pukul 23.00 WIB.
Usai melakukan kidung mereka beranjak ke sungai kecil didekat perkampungan mereka, kemudian merendamkan diri hingga esok pagi. Usai berendam semalaman, ritual belum selesai.
Mereka melanjutkan ritual mepe alias berjemur, mereka berjemur hingga celana mereka kering. Memang fungsi mepe atau berjemur merupakan untuk mengeringkan tapi filosopi dari mepe ini yaitu mendekatkan diri dengan alam dan tanah.
Hasil dari ritual itu semua yaitu mereka beranggapan bahwa mereka merasa menjadi orang yang baru dan bersih. Ritual unik lainnya yaitu Berjemur di matahari ritual ini biasa dilakukan pada musim kemarau, mereka melakukan semedi atau tetapa dibawah terik matahari. Ritual ini dilakukan sebagai penghormatan terhadap matahari.
Walaupun nama dan penampilannya mirip dengan suku Dayak tetapi mereka sama sekali tidak memiliki hubungan dengan suku dayak di Kalimantan.
Dan kebudayaan komunitas Dayak Losarang ini termasuk dalam Asimilasi structural yaitu proses masuknya kebudayaan dari suatu kelompok etnik kedalam kebudayaan etnik lain melalui kelompok.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.