Tribunners / Citizen Journalism
Harapan, Masalah dan Ancaman Jelang Pilpres 2014
Menjelang pelaksanaan Pilpres, 9 Juli 2014 terlihat masih ada beragam masalah yang masih menghantui
Oleh: Stefi Velanueva Farrah. Penulis adalah peneliti muda dan kolumnis di beberapa media massa.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebenarnya seiring dengan potret kelompok swing voters (pemilih yang menentukan pilihannya) dalam Pilpres 2014 yang dinilai berbagai lembaga survei cukup besar jumlahnya menggambarkan beragam harapan, masalah yang masih terjadi, keraguan bahkan ancaman golput jika Pilpres tersebut diyakini bukan 'pesta rakyat' tapi 'pesta elit politik dalam rebutan jabatan mengatasnamakan rakyat'.
Beragam Masalah
Menjelang pelaksanaan Pilpres, 9 Juli 2014 terlihat masih ada beragam masalah yang masih menghantui antara lain, keterlibatan pihak ketiga dalam pendanaan kampanye pasangan Capres dan Cawapres pada Pilpres 2014 dapat digunakan untuk agenda black campaign. Untuk itu, KPU segera membuat aturan mengenai pendanaan pihak ketiga terhadap masing-masing pasangan calon peserta Pilpres 2014 tanpa harus mengekang partisipasi politik.
Sedangkan ICW mencatat banyak indikasi kecurangan terkait dana kampanye, termasuk pelaporan dana kampanye yang tidak rasional dengan aktivitas kampanye yang dilakukan. Selain itu, ditemukan sejumlah nama penyumbang diduga fiktif, maupun nama penyumbang dengan identitas palsu, bahkan terindikasi adanya upaya memecah nominal sumbangan untuk menyiasati ambang batas yang diperbolehkan. ICW menilai, beberapa titik kritis dalam penyalahgunaan dana kampanye dapat dilakukan pada saat penyerahan dana kampanye, pencatatan dan pelaporan serta aspek audit.
Kedua adalah sinisme yang berkepanjangan dari beberapa kalangan atau kelompok penekan yang terlihat dari pernyataan yang disampaikan baik melalui pemberitaan media massa, selebaran gelap, saat menjadi pembicara seminar ataupun dalam pertemuan-pertemuan mereka. Beberapa aktivis gerakan di Jakarta maupun di daerah dari berbagai kelompok gerakan menilai saat ini waktu perubahan sudah sangat dekat, sehingga kita sudah harus fokus persiapan perubahan tersebut, bahkan simbol-simbol Nasakom sudah mulai bermunculan. Kelompok ini berharap situasi akan 'chaos', sehingga pilpres akan gagal dimana kelompok ini berencana membuka jaringan komunikasi dengan massa pendukung kedua pasangan capres-cawapres agar bisa dimanfaatkan pada saat kondisi objektif tercapai.
Salah seorang aktivis senior menilai, Jokowi dan Prabowo Subianto keduanya sama-sama tidak amanah, Jokowi lebih jelas terlihat sebagai pembohong, tidak jujur apa adanya. Dirinya menilai sistem demokrasi telah lumpuh dibajak uang, diperkirakan pemenang Pilpres 2014 adalah yang memiliki kekuatan uang lebih besar. Sementara itu, salah seorang aktivis mengklaim mayoritas pemilih PDIP di Jawa Barat dan Jawa Timur akan memilih Prabowo Subianto. Kampanye Jokowi hanya menang di media sosial, tapi belum menjadi kenyataan kata aktivis tersebut.
Sedangkan aktivis lainnya mengatakan, kondisi grass root di bawah masih tenang, keributan Pilpres 2014 hanya terjadi di kalangan atas, dan isu SARA tidak efektif lagi di daerah urban. Sedangkan, pada umumnya aktivis menilai Pilpres 2014 masih menjadi pesta di kalangan elite sedangkan masyarakat tidak terlibat langsung.
Sebenarnya, seluruh anak bangsa terutama capres-cawapres yang nantinya terpilih menyadari ada masalah sekaligus ancaman yang besar ke depan misalnya di bidang ekonomi seperti utang Indonesia berada di jalur merah, hingga April 2014 jumlah pinjaman dan surat berharga negara telah mencapai Rp2.440,41 triliun, sehingga rata-rata setiap warga negara Indonesia menanggung utang sekitar Rp 10 juta. Terjadi penambahan nominal utang pemerintah sebesar Rp 849,75 triliun, atau meningkat 34,8% dari tahun 2009.
Kondisi ini harus diwaspadai, sebab meningkatnya utang pemerintah telah menyebabkan 2 risiko yang berat. Pertama menambah beban fiskal yang akan membatasi jumlah dana yang dialokasi untuk belanja, karena membengkaknya pembayaran cicilan pokok dan bunga utang. Kedua risiko politik dan ekonomi akibat pelaksanaan agenda-agenda neoliberalisme yang menghalangi kedaulatan ekonomi yang dikenakan pihak kreditor atas pinjaman luar negeri.
Kalangan NGO ataupun pemerhati masalah ekonomi juga menyarankan agar Pemerintah harus berhenti mengobral sumber daya alam, terutama laut yang dapat menyediakan 10 juta lapangan kerja baru.
Tingginya ketergantungan Indonesia pada pangan impor, besarnya angka pengangguran, terus meluasnya kerusakan lingkungan dan bertambahnya sebaran kemiskinan berpangkal akibat kegagalan pemerintah menjadikan laut sebagai solusi kemandirian bangsa.
Last but not least, beragam kelangkaan seperti kelangkaan sembako, listrik dan BBM juga berpotensi 'membuyarkan' niat masyarakat mengikuti Pilpres. Setidaknya terjadi kelangkaan BBM yang juga harus diperhatian secara khusus seperti di SPBU Keude Paya Blangpidie, SPBU Pantai Perak Susoh, dan SPBU Babahrot di Aceh Barat Daya pada 2 Juni 2014 mengalami kekosongan stok solar akibat tersendatnya pasokan dari Pertamina sejak beberapa pekan terakhir. Kelangkaan solar juga terjadi di sejumlah SPBU di Kabupaten Aceh Selatan dan Aceh Barat. Sebelumnya, di Kabupaten Mukomuko, Bengkulu, nelayan di Kecamatan Kota Mukomuko mengeluhkan kelangkaan solar.
Demikian juga di Kupang, NTT, para nelayan di Kelurahan Fatubesi tidak bisa melaut selama sebulan terakhir, karena kesulitan mendapatkan solar bersubsidi. Di Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, petani di Kecamatan Teluk Sampit mengeluhkan sulitnya memperoleh solar bersubsidi untuk pengoperasian traktor penggarap sawah. Petani terpaksa membeli solar di pengecer yang harganya mencapai Rp 9.000,- per liter.
Ancaman Golput
Di Papua, beredar selebaran berisi ajakan untuk memboikot Pilpres 2014, dengan alasan rakyat Papua tidak menginginkan pelaksanaan Pilpres 2014, yang dikehendaki adalah referendum bagi rakyat Papua untuk menentukan nasib sendiri. Kelompok yang mengedarkan selebaran ini secara mudah dapat dinilai oleh masyarakat, bahwa kelompok tersebut terus memanfaatkan momentum Pilpres 2014 dengan melakukan propaganda perjuangan referendum. Selain seruan boikot Pilpres 2014, kemungkinan terjadinya aksi kekerasan untuk mengganggu penyelenggaraan Pilpres di Papua dapat terjadi kapan saja.
Sementara itu, salah satu ormas di wilayah Sulawesi menyatakan, calon pemimpin sebaiknya tidak hanya memberikan janji dan mengatasnamakan suara rakyat untuk mencapai tujuan politiknya, sementara sejumlah persoalan bangsa belum terselesaikan. Komitmen ormas tersebut pada Pilpres 2014 adalah tidak akan menggunakan hak pilihnya. Apabila presiden dan wapres terpilih tidak mampu memenuhi visi dan misinya, maka organisasinya akan turun ke jalan untuk melakukan aksi unjuk rasa.
Sementara itu, aktivis di Polewali Mandar juga mengatakan, demokrasi Indonesia belum ideal. Praktik money politic dalam pemilu tidak memberikan pendidikan politik yang baik bagi masyarakat. Untuk itu, organisasinya akan menyuarakan kampanye golput guna menyadarkan masyarakat bahwa pilihannya tidak bisa mengubah keadaan menjadi lebih baik.
Menurut penulis, untuk menciptakan pilpres sebagai produk demokrasi yang berkualitas membutuhkan peranan seluruh elemen nasional, sehingga di sisi waktu yang ada seluruh elemen nasional mengerahkan tenaga dan pikiran mewujudkan pilpres demokratis dan berkualitas menyongsong masa depan bangsa dengan rakyat yang adil dan makmur terwujud.
Untuk itu, kedua pasangan capres dan cawapres untuk mengedepankan politik moral-kebangsaan, menghentikan praktik politik uang, berkomitmen atas janji politiknya dan mentaati serta melaksanakan seluruh peraturan pilpres secara konsisten. Penyelenggara pemilu, birokrasi, dan TNI/Polri untuk bersikap netral dan menjaga integritasnya dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab secara optimal dan berani menindak dengan tegas setiap pelanggaran. Selain itu, KPK, BPK dan PPATK dituntut partisipasinya dalam memantau sumber, penggunaan dan pelaporan dana kampanye parpol, capres dan cawapres.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.