Minggu, 5 Oktober 2025

Wisata Aceh

100 Tahun Museum Aceh: Wangi Rempah, Megahnya Sutra, dan Kilau Emas

Wangi rempah, megahnya sutra, dan kilaunya emas menjadikan Aceh tanah taruhan bagi bangsa-bangsa asing.

Editor: Mohamad Yoenus
Serambi Indonesia
PETUGAS museum menjelaskan tentang lukisan taman Bustanul Salatin saat pembukaan Pameran 100 Tahun Museum Aceh, Kamis (30/7/2015). 

Laporan Wartawan Serambi Indonesia, Subur Dani

“Wangi rempah, megahnya sutra, dan kilaunya emas menjadikan Aceh tanah taruhan bagi bangsa-bangsa asing. Cahaya Islam yang menyebar di Nusantara bermula di sini, dari tanah Serambi Mekah. Cendikiawan dengan mahakarya bermunculan, mengundang orang-orang yang haus tuntunan agama datang, inilah Aceh.

Begitulah kira-kira untaian kata yang tertulis rapi di salah satu sudut dalam Museum Aceh di Jalan STA Mahmud Syah, Banda Aceh.

Kamis (30/7/2015), Museum Aceh yang didirikan pada masa Hindia Belanda dan diresmikan pada 31 Juli 1915 itu genap berusia 100 tahun.

Beragam acara yang digagas Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Aceh pun dihelat untuk mengenang betapa kokohnya museum tersebut.

Ia adalah salah satu museum tertua di Indonesia yang menyimpan berbagai sejarah Aceh dari masa ke masa.

Museum Aceh
Museum Aceh. (Antara)

Untuk diketahui, Museum Aceh pada awalnya hanyalah sebuah bangunan rumah tradisional Aceh yang kemudian dikembangkan oleh FW Stammeshaus, seorang kurator Museum Aceh pertama pada tahun 1915.

Laman Wikipedia melansir, awalnya Museum Aceh berasal dari paviliun Aceh yang ditempatkan di arena Pameran Kolonial (De Koloniale Tentoonsteling) di Semarang pada 13 Agustus-15 November 1914.

Pada pameran itu ternyata paviliun Aceh menoreh prestasi berkat benda koleksi FW Stammeshaus dan benda-benda pusaka dari pembesar Aceh. Hingga akhirnya pavilun Aceh berhasil memperoleh empat medali emas.

Atas keberhasilan itu Stammeshaus mengusulkan kepada Gubernur Aceh saat itu agar paviliun dibawa kembali ke Aceh dan dijadikan sebuah museum.

Ide itu diterima dan paviliun itu dikembalikan ke Aceh dan diresmikan pada tanggal 31 Juli 1915. Begitulah kira-kira sejarah bangunan yang sudah berusia seabad itu.

Museum Aceh
Pengunjung melihat dokumentasi sejara Serambi Mekkah di Museum Aceh. (Antara)

Pada hari-hari biasa, museum yang berada di samping Meuligoe (Pendapa) Aceh itu tampak tak begitu ramai. Namun, kemarin suasana sepi mencekam diriuhkan oleh alunan tabuhan rapa-i dan tiupan seurune kalee serta lenggoknya penari guel dan heroiknya penari saman.

Riam Krueng (Sungai) Daroy di sebelahnya mengimbau sayu, membawa ingatan kita pada sejarah masa lalu.

Ratusan masyarakat hadir seakan ingin melihat lagi berbagai sejarah yang pernah terpaku yang telah menyimpan sejarah selama seabad lalu.

Di lantai satu museum, kita akan melihat begitu kayanya alam Aceh. Bustan Bumi, demikianlah sebutan untuk keanekaragaman yang dimiliki Aceh.

Berbagai binatang khas Aceh yang sudah diawetkan dimasukkan dalam kaca. Di situ juga menjelaskan secara detail kepada pengunjung tentang batas wilayah Aceh.

Pulau-pulau, gunung, sungai yang menyimpan pusaka bagi kehidupan sebaran masyarakat dalam 6.450 gampong.

Di lantai dua, decak kagum tentang Aceh semakin menyeruak. Bagaimana tidak, fragmen sejarah masa lalu Aceh dihadirkan di sini.

Lukisan keadaan Banda Aceh dulu kala terpampang pada dinding. Lukisan itu dibuat berdasarkan sketsa Peter Mundi, seorang penjelajah dari Inggris pada 1637.

Petugas museum menjelaskan, lukisan tersebut mengisahkan istana dan taman Kesultanan Aceh pada masa Sultan Iskandar Tsani, yaitu suami dari Ratu Shafiatuddin.

Di dalam lukisan terlihat jelas bagaimana Banda Aceh yang dialiri Krueng Daroy dengan arak-arakan pasukan gajah menuju Masjid Raya Baiturrahman pada perayaan hari raya.

Museum Aceh
Sejumlah pelajar saat berkunjung ke Museum Aceh. (Antara)

“Jauh dari istana itu adalah taman Bustanussalatin atau sebutan lainnya adalah ‘Taman Ghairah’ seperti yang ditulis oleh Nuruddin Ar-Raniry dalam kitab Busatanussalatin,” jelas petugas museum.

Di sisi kiri lukisan, berjejer foto dan gambar para Sultan dan Sultanah di Aceh, seperti Sultan Ali Mughayat Syah. Ia adalah sultan yang menyatukan Kesultanan Darud Donya dan Darul Kamal yang kemudian mendirikan dinasti Kesultanan Aceh.

Sebelahnya, gambar Sultan Alau’ddin Ri’ayat Syah Al-kahhar (1537-1571) juga terpampang, ia adalah pemimpin awal Kerajaan Aceh Darussalam.

Sementara gambar Sultan Iskandar Muda (1607-1636) berada di tengah-tengah antara sultan dan sultanah. Ia adalah sultan yang membawa Kerajaan Aceh pada pucak kejayaannya.

Tak ketinggalan gambar Sultan Iskandar Tsani, Ratu Safiatuudin, Sultanah Kamalat Syah dan lainnya juga dihadirkan yang sangat memanjakan mata mengingat kembali masa-masa kegemilangan Aceh seperti dalam buku-buku sejarah Aceh.

Sejumlah gambar-gambar masjid dan beberapa senjata pada masa Portugis dan Belanda pun dipajang di lantai tiga museum.

Tak ketinggalan, tulisan ulama-ulama Aceh seperti Hamzah Fansuri, Syamsuddin Al-Sumatrani, Syeikh Abdur Rauf As-singkili, dan Nuruddin Ar-Raniry dipajang untuk mengingatkan kita pernah adanya ulama-ulam besar di bumi Aceh.

Sementara gambar para pejuang Aceh seperti Laksamana Malahayati, Teuku Umar, Cut Nyak Dhien berjejer rapi. Likur sejarah dari masa penjajahan Portugis hingga konflik GAM dan RI juga sudah dibuat dengan sketsa yang sangat edukatif dan informatif.

Museum Aceh
Membersihkan benda-benda di Museum Aceh. (Antara)

Terakhir, kepada pengunjung disuguhi lukisan-lukisan mahamusibah yang pernah terjadi di Aceh akhir 2004 silam, yakni gempa berkekuatan 9,3 skala Richter yang memicu tsunami dahsyat.

Lantunan kalimat-kalimat tauhid dan ayat suci Alquran terdengar samar-samar. Sungguh luar biasa, Museum Aceh yang kini sudah bertransformasi itu membawa kita dari masa kejayaan hingga musibah dahsyat yang melanda Aceh.

Itulah kini Museum Aceh, museum yang telah menyimpan banyak sejarah.

Semoga museum ini tetap berdiri kokoh lebih dari seribu tahun lagi, menyimpan dan mengantarkan berbagai warisan budaya Aceh secara transgenerasi ke anak cucu kita. (*)

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved