Wisata Kalsel
Belanja di Pasar Terapung Lokbaintan, Menyusuri Sungai Martapura, Nikmati Eksotisme Alam Kalimantan
Pasar terapung di Desa Lokbaintan Luar ini suasananya lebih ramai dibandingkan dengan yang di Banjarmasin.
Laporan Wartawan Banjarmasin Post, Yayu Fathilal
TRIBUNNEWS.COM, KABUPATEN BANJAR - Kalimantan Selatan identik dengan wisata sungai seperti pasar terapung.
Di sini, pasar terapung tradisional ada dua, pertama berada di Kelurahan Kuin Utara, Kecamatan Banjarmasin Utara, Kota Banjarmasin.
Pasar apung tradisional kedua ada di Desa Lokbaintan Luar, Kecamatan Sungai Tabuk, Kabupaten Banjar.

Aktivitas di pasar ini berlangsung sejak pagi hari hingga pukul 08.00. (Banjarmasin Post/Yayu Fathilal)
Nah, pasar terapung di Desa Lokbaintan Luar ini suasananya lebih ramai dibandingkan dengan yang di Banjarmasin.
Walau jaraknya cukup jauh, baik dengan perjalanan sungai atau darat, namun suguhan alam pedesaannya yang masih alami bisa menjadi penawar stres.
Belum lagi, jalan daratnya yang lumayan menguras tenaga, namun menyuguhkan eksotika alam liar Kalimantan yang menarik.
Menuju ke pasar terapung ini, bisa dari berbagai arah jika dari Banjarmasin.
Bisa via darat maupun sungai. Jika hendah menyusuri sungai, dari Banjarmasin bisa naik dari dermaga di Siring Menara Pandang, Jalan Kapten Pierre Tendean, Banjarmasin.
Bisa juga dari dermaga di depan Museum Waja Sampai Kaputing, Banjarmasin.

Hampir semua pedagang di sini adalah perempuan. (Banjarmasin Post/Yayu Fathilal)
Tarifnya, antara Rp 300.000 hingga Rp 400.000 menggunakan kapal motor, yaitu kelotok.
Jika Anda tamu hotel di Banjarmasin, di sini ada beberapa hotel yang menyediakan layanan penyewaan kelotok langsung aksesnya ke Pasar Terapung Lokbaintan.
Misalnya, Hotel Roditha Banjarmasin dan Swissbel-hotel Borneo di Jalan Pangeran Tarifnya, biasanya disesuaikan dengan kesepakatan antara penumpang dengan pengemudi kelotoknya, atau bisa juga sudah sepaket dengan paket promosi kamar hotelnya.
Mau yang lebih dekat lagi dan lebih murah, bisa menumpang dari dermaga di Pasar Sungai Lulut, Jalan Veteran, Banjarmasin.
Kalau dari sini, karena lebih dekat biayanya lebih murah, yaitu sekitar Rp 200.000 baik perorangan atau berombongan.
Jarak perjalanannya sekitar 30 menit dengan menyusuri Sungai Martapura.
Jika ingin lebih murah, sebaiknya berangkatnya berombongan agar bisa berbagi biaya.
Menyusuri sungai, selama di perjalanan, Anda akan disuguhi pemandangan perkampungan pinggir sungai orang Banjar lengkap dengan berbagai bentuk rumah tradisional warga setempat dan hutan khas Kalimantan.
Anda bisa melihat langsung aktifitas warga di pagi hari.
Mulai dari aktifitas mandi di sungai, mencuci baju, menimba air, laki-laki dan perempuan yang baru pulang salat subuh berjemaah di masjid atau surau hingga pemandangan anak-anak yang berangkat sekolah dengan berjalan kaki atau naik sepeda.
Jika ingin menyaksikan pemandangan ini, berangkatnya harus subuh dan kalau bisa pukul 06.00 Wita sudah tiba di lokasi pasar, karena biasanya pasar ini sudah bubar sekitar pukul 08.00 Wita.
Susur sungai subuh-subuh menuju pasar ini tentunya akan lebih menyenangkan karena udaranya sejuk.
Apalagi di permukaan air sungainya ada kabut yang akan menjadi pemandangan indah tersendiri susur sungai di pagi buta.
Belum lagi, pemandangan hutan dan pepohonan di sekeliling tampak asri, hijau dan segar.
Mau lewat darat juga bisa dan tentunya lebih hemat biaya karena menggunakan kendaraan pribadi.
Sayangnya, tak ada kendaraan umum di darat yang bisa disewa untuk ke pasar ini. Biasanya, pelancong akan memilih jalur sungai.
Namun jika tertarik, sesekali bisa mencoba jalur darat.
Dengan syarat, harus siap secara fisik karena jalan yang dilalui tak mudah.
Bagi yang tidak terbiasa, treknya yang liar akan sukses membuat badan Anda pegal-pegal.
Nah, kali ini, BPost mencoba jalur darat melalui Jalan Veteran, Banjarmasin.
Tiba di Pasar Sungai Lulut dekat dermaganya, ada jembatan menuju Desa Sungai Bakung.
Menyeberang saja di jembatan itu menuju desa tersebut dan jalannya lurus saja hingga memasuki perbatasan Desa Gudang Hirang.
Dari sini, ada pertigaan. Di pertigaan ini, di sebelah kiri ada SDN Gudang Hirang 2, ambil saja jalan ke kiri ini.
Tak jauh dari situ, ada perbatasan Desa Lokbaintan Luar.
Untuk kondisi jalannya, dari Desa Sungai Bakung ke Desa Lokbaintan Luar ini rusak parah dan hanya setapak. Panjangnya sekitar empat kilometer.
Jalannya dipenuhi batu besar-besar dan banyak lubangnya yang juga besar-besar. Sesekali Anda akan menemukan jembatan kecil, ada yang masih berupa kayu ada juga yang beton.
Jembatan kayunya juga tampak rusak dan tak dilengkapi pegangan di kedua sisinya. Terkadang ada juga yang opritnya curam.
Sementara jembatan betonnya, opritnya lebih curam lagi sehingga harus menggas kencang kendaraan saat menaikinya.
Melalui jalan ini harus ekstra hati-hati, apalagi jika kondisi jalannya becek. Jika tak berhati-hati, ban kendaraan bisa terpeleset saat melintasi bebatuannya.
Memasuki Desa Lokbaintan Luar, kondisi jalannya lebih baik karena sudah dibeton. Di sini, banyak warga setempat yang bersedia mengantarkan pelancong ke pasar terapungnya menggunakan jukung atau kelotok.
Di sini juga ada dermaga khusus menurunkan dan menaikkan penumpang ke kelotoknya. Tarifnya dari dermaga ini ke pasar terapungnya sekitar Rp 150.000.
Sangat mahal memang. Maklum saja, kelotok ini menggunakan bahan bakar solar yang harganya seliter mencapai Rp 9.000, sementara untuk menuju ke pasar terapung ini diperlukan banyak solar.
Walau bulan puasa, pasar terapung ini tetap buka. Titik lokasinya tak menentu, namun yang jelas masih di aliran Sungai Martapura di sepanjang desa tersebut.
Memasuki perairan pasar terapung ini, para pedagangnya akan menyambut tamu dengan ramah.
Biasanya, jukung (perahu) mereka akan langsung mendekati kelotok pengunjung untuk menawarkan dagangan mereka.
Pengunjung juga akan disuguhi penampilan khas para pedagangnya yang memakai topi khas Banjar, yaitu tanggui.
Ada juga yang berjualan memakai riasan wajah berupa pupur dingin, dengan senyum manis penuh keramahan mereka akan menyambut tamu yang datang.
Suasana bertransaksi di pasar ini di pagi hari tampak sangat tradisional.
Para pedagang ini rata-rata perempuan dan mereka adalah warga desa setempat.
Pekerjaan mereka ini dilakukan turun temurun dari nenek moyang mereka.
Rukayah misalnya, mengaku telah menjalani pekerjaan sebagai pedagang di pasar terapung sejak masih muda.
Hingga di usianya yang sudah separuh baya, masih setia melakukan tradisi nenek moyang orang Banjar ini.
"Mulai padatuan, kuwitan, bajualan di sini pang hari-hari (dari kakek nenek, orangtua saya, berjualan di sini tiap hari)," ujarnya dalam Bahasa Banjar yang sehari-hari menjual buah di pasar ini.