Selasa, 30 September 2025

Wisata Kaltim

Ini Alasan Neaq Jengea Warga Dayak Dibangun di Tepi Sungai

Neaq Jengea, membangun pondok di tepi sungai.

Editor: Mohamad Yoenus
Tribun Kaltim/Cornel Dimas Satrio Kusbinanto
Bitdom, salah satu tetua suku Dayak Wehea di Desa Dea Beq, Kecamatan Muara Wahau, Kabupaten Kutai Timur. 

Laporan Wartawan Tribun Kaltim/Cornel Dimas

TRIBUNNEWS.COM, MUARA WAHAU - Kaum lelaki sudah memadati tepi sungai Desa Dea Beq, sejak pukul 09.00 Wita.

Mereka mengenakan topi adat Dayak Wehea, beserta mandau yang terselip di pinggang.

Seakan pergi berkebun, mereka mengambil kayu, memangkasnya, lalu ditancapkanlah ke tanah.

Kemudian beberapa potongan kayu disusun, membentuk sebuah pondok yang beratapkan daun kelapa sawit.

Tampak seorang lelaki tua, mengenakan pakaian adat Dayak, mengomandoi kegiatan tersebut, menggunakan bahasa adat setempat.

Ia adalah salah satu tetua Desa Deabeq, yang akrab disapa Bitdom (74).

Pondok
Neaq Jengea atau pondok di tepi sungai. (Tribun Kaltim/Cornel Dimas)

Sembari berdiri di bawah pondok, ia menjelaskan bahwa kegiatan tersebut bukanlah kerja bakti wajib di desa Dea Beq, Kecamatan Muara Wahau, Kabupaten Kutai Timur, Kaltim.

“Ini namanya Neaq Jengea yaitu membangun pondok di tepi sungai,” katanya.

Menurut kepercayaan Dayak Wehea, Neaq Jengea memang harus dibangun di tepi sungai.

Sebab air (sungai) merupakan sumber kehidupan bagi masyarakat, sehingga menjadi pusat aktivitas.

“Sesuai dengan nenek moyang kami dulu yang pekerjaannya nelayan, sungai juga dipakai untuk mandi, dan airnya untuk menyiram ladang,” ungkap Bitdom.

Neaq Jengea memeiliki hiasan yang menyerupai umbul-umbul.

Hiasan terbuat dari kayu Lemngeah, atau dalam bahasa Kutai disebut kayu Kemahngar.

Bitdom berujar, tidak sembarang kayu yang dipakai sebagai umbul-umbul.

Biasanya mereka akan memilih kayu yang lembut nan kuat seperti kayu Lemngeah ini, agar mudah dan cepat dipangkas.

Setelah dipangkas dan membentuk rumbai, akan diwarnai menggunakan kesumba berwarna merah.

Menurutnya, dulu hiasan rumbai diwarnai oleh darah ayam atau babi, seiring berjalannya waktu, ritual tersebut menggunakan pewarna buatan agar tak mubazirkan hewan peliharaan.

Kegiatan ini merupakan acara awal dari rangkaian Festival Erau Bobjengea atau Lomplay yang dilaksanakan di desa tersebut.

Sebagai acara awal, Neaq Jengea memang didominasi oleh kaum laki-laki, sedangkan perempuan berada di rumah untuk menyiapkan makanan yang akan dihidangkan saat puncak acara.

Bobjengea sendiri merupakan upacara adat sebagai bentuk syukur panen padi bagi masyarakat Dayak Wehea.

Bitdom menuturkan, acara ini digelar setiap tahun secara bergilir dari desa ke desa di Kecamatan Muara Wahau.

Tahun ini Desa Dea Beq sebagai tuan rumah Erau Bob Jengea, adapun 6 desa yang ikut bergabung di acara tersebut, yakni desa Dea Beq, Bea Nehas, Diaq Lay, Nehas Liah Bing, Long Wehea, Diaq Leway.

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved