Selasa, 30 September 2025

Frances Haugen Jadi Sorotan, Tuding Facebook Sesatkan Publik, Picu Ujaran Kebencian dan Kekerasan

Facebook telah berbohong kepada publik tentang apa yang disebut 'membuat kemajuan yang signifikan' dalam melawan kebencian, kekerasan dan misinformasi

Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Choirul Arifin
Ground Report
Francis Haugen. 

Facebook mengatakan bahwa karya Civic Integrity didistribusikan ke unit lain.

Perubahan Algoritma Facebook Biangnya

Haugen menegaskan akar masalah Facebook terletak pada perubahan yang dibuatnya tahun 2018 pada algoritmenya, pemrograman yang menentukan apa yang anda lihat pada umpan berita di Facebook anda.

"Jadi, Anda tahu, Anda memegang gadget, Anda mungkin hanya melihat 100 konten jika Anda duduk dan mengeceknya selama lima menit. Namun Facebook memiliki ribuan opsi yang dapat ditunjukkan kepada Anda," tutur Haugen.

Algoritma memilih dari opsi tersebut berdasarkan jenis konten yang paling sering Anda gunakan sebelumnya.

"Dan salah satu konsekuensi dari cara Facebook memilih konten saat ini adalah mengoptimalkan konten yang memperoleh keterlibatan atau reaksi. Namun penelitiannya sendiri menunjukkan bahwa konten yang penuh kebencian, memecah belah, mempolarisasi, lebih mudah menginspirasi orang untuk marah dibandingkan emosi lainnya," tegas Haugen.

Hal ini, kata dia, sebenarnya telah disadari oleh manajemen Facebook, namun justru mereka cenderung menutup mata.

"Sangat menarik, Facebook telah menyadari bahwa jika mereka mengubah algoritme menjadi lebih aman, orang akan menghabiskan lebih sedikit waktu di situs itu, mereka akan mengklik lebih sedikit iklan, dan Facebook akan menghasilkan lebih sedikit uang," jelas Haugen.

Haugen pun menegaskan bahwa  Facebook sebenarnya telah memahami bahaya Pemilu 2020.

Sehingga saat itu, ia yang tergabung dalam Civic Integrity, mengaktifkan sistem keamanan untuk mengurangi kesalahan informasi.

Namun banyak dari perubahan itu ternyata hanya bersifat sementara.

"Dan segera setelah pemilihan selesai, mereka (Facebook) mematikannya atau mengubah kembali pengaturan seperti sebelumnya, untuk memprioritaskan pertumbuhan daripada keamanan. Dan itu benar-benar terasa seperti pengkhianatan demokrasi bagi saya," tegas Haugen.

Ia kembali menjelaskan bahwa Facebook mengatakan beberapa sistem keamanan akan tetap ada. Namun setelah pemilu, jejaring sosial itu digunakan oleh beberapa orang untuk mengorganisir pemberontakan pada 6 Januari lalu.

Jaksa di AS mengutip postingan Facebook sebagai bukti, yakni foto-foto partisan bersenjata, termasuk teks bernada kemarahan.

Ekstremis menggunakan banyak platform, namun Facebook adalah 'tema yang digunakan secara berulang'. Setelah serangan itu, karyawan Facebook mengamuk di papan pesan internal yang disalin oleh Haugen.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved