Sabtu, 4 Oktober 2025

Kominfo Operasikan Mesin Pendeteksi Konten Porno sampai SARA

Kementerian Komunikasi dan Informatika telah selesai menguji coba mesin pengais (crawling) konten negatif atau disebut "Ais".

Editor: Fajar Anjungroso
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Warga menandatangani petisi pada acara Siberkreasi Netizen Fair 2017 saat Car Free Day di Kawasan Dukuh Atas, Jakarta, Minggu (5/11/2017). Acara tersebut bertujuan untuk mendorong masyarakat agar bijak dalam bermedia sosial serta menyuarakan pentingnya untuk meregistrasi sim card karena dapat menanggulangi berita hoax dan menangkal kejahatan siber. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Komunikasi dan Informatika telah selesai menguji coba mesin pengais (crawling) konten negatif atau disebut "Ais".

Diharapkan mesin internet ini bisa mereduksi penyebaran konten-konten berbau pornografi, judi, kekerasan, radikalisme, dan SARA, di internet Tanah Air.

Dirjen Aptika Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan, mengatakan Ais mulai beroperasi 3 Januari 2018 mendatang. Ada tim khusus beranggotakan 58 orang yang bakal in-charge selama 24 jam, dibagi dalam tiga shift.

"Mesin ini akan lebih efektif dan efisien dari segi waktu dan volume untuk menyaring konten negatif," kata dia, Jumat (29/12/3017), di "War Room" Kominfo lantai 8, Medan Merdeka, Jakarta.

Satu kali crawling dengan memasukkan kata kunci tertentu dibutuhkan dapat mengais jutaan konten dalam waktu 5 hingga 10 menit.

Selanjutnya, dipilih puluhan ribu konten-konten prioritas yang dianggap paling membahayakan berdasarkan tingkat view dan potensi viral-nya.

Konten-konten prioritas itu diverifikasi oleh tim verifikator. Tim tersebut yang menganalisis apakah konten bertentangan dengan aturan yang berlaku di Indonesia atau masih dalam batas wajar.

Perlu dicatat, mesin hanya bisa mengais konten negatif yang tertera di ranah internet publik. Mesin tak bisa mengais konten percakapan personal dan akun media sosial yang disetel "private".

Setelah tersaring, konten-konten itu dipindai alias screen-capturesebagai bukti. Untuk sementara mekanisme screen-capture masih manual, tetapi sedang diupayakan agar serba otomatis.

Baca: Pelabuhan Merak Dipadati Kendaraan

Dengan barang bukti screen-capture, konten-konten akan diserahkan ke tim eksekutor. Mereka yang menentukan tindakan apa yang perlu diambil.

Jika konten negatif berada dalam situs, pemerintah sudah punya jalur komunikasi yang tersinkronisasi dengan para penyedia jasa internet alias internet service provider (ISP). Masing-masing ISP lantas akan melakukan pemblokiran.

"Beda-beda tiap ISP. Ada yang butuh 15 menit hingga 3 jam. Rata-rata di bawah tiga jam untuk take down," Semuel menuturkan.

Jika konten negatif disebar oleh akun di media sosial, pemerintah akan berkoordinasi dengan penyelenggara media sosial yang bersangkutan. Sudah ada sembilan layanan yang bekerja sama dengan Kominfo, yakni Facebook, Instagram, WhatsApp, Twitter, BBM, Line, Telegram, Bigo, dan Google.

Sementara itu, jika konten negatif terpatri di portal berita yang terdaftar di Dewan Pers, pemerintah bakal mengikuti ketentuan UU Pers. Portal berita tak serta-merta diblokir, melainkan diberi hak jawab terlebih dahulu.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved