Jumat, 3 Oktober 2025

Laporan dari Shenzhen

Belajar Bahasa Mandarin Itu Mengasyikkan, Beda Pengucapan Beda Maknanya

Sabrina menuturkan, selama mempelajari bahasa Mandarin, pihaknya tidak hanyak belajar percakapan lisan, tapi juga tulis.

Penulis: Choirul Arifin
ISTIMEWA
Delegasi 10 mahasiswa Indonesia dari 7 perguruan tinggi negeri peserta program Huawei Seeds for the Future 2017 berpose di depan KBRI Tiongkok di Beijing. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  "Belajar Bahasa Tiongkok itu mengasyikkan. Tantangannya itu, masing-masing kata maknanya bisa bermacam-macam. Tergantung penekanan pengucapannya," kalimat itu meluncur dari bibir Sabrina Chairunnisa, mahasiswi Teknik Elektro, Telkom University, tentang pengalaman yang didapatnya selama sekitar sepekan mengikuti workshop Bahasa Mandarin di Beijing Language and Culture University (BLCU). 

Sabrina adalah satu dari 10 mahasiwa Indonesia dari 7 perguruan tinggi negeri yang mengikuti program Seeds for the Future di Tiongkok bersama Huawei Indonesia.

Program ini berlangsung dua pekan. Selama satu pekan pertama Sabrina dan kawan-kawan berada di Kota Beijing, mendalami budaya, seni dan tradisi Tiongkok, termasuk belajar mengenal Bahasa Mandarin di sana.

Sepekan selebihnya, mereka bergeser ke Shenzhen, mengikuti aneka kegiatan seputar dunia teknologi informasi di kantor pusat Huawei Technologies di kota tersebut.

Huawei Seeds for the Future 2017
Mahasiswa Indonesia peserta program Huawei Seeds for The Future 2017 belajar Bahasa Mandarin di Beijing Language and Culture University (BLCU) di Kota Beijing.

Sabrina menuturkan, selama mempelajari bahasa Mandarin, pihaknya tidak hanyak belajar percakapan lisan, tapi juga tulis.

Di akhir program dia dan teman-temannya, termasuk puluhan peserta lain dari Turki, Austria dan Burkina Faso, menjalani ujian.

Pengalaman serupa juga dirasakan Kadek Dwi Pradnyana (21), mahasiswa Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia.

"Yang paling menarik bagi saya adalah saat belajar Bahasa Mandarin. Kita diajari mempelajari berbagai jenis nada atau tones dalam Mandarin. Tones yang berbeda akan menghasilkan arti yang berbeda. Misalnya shì (adalah) dan shí (sepuluh)," sebut Kadek.

Hal menarik lain menurut mahasiswa berdarah Bali ini adalah didapatkannya kesempatan mencoba langsung bercakap dalam Bahasa Mandarin dengan warga lokal.

"Ada suatu kejadian lucu yang terjadi, saat itu saya mencoba menyapa seseorang yang berwajah Chinese di lingkungan kampus BLCU. "Ni hao" sapa saya, tiba-tiba dia menjawab, 'Saya orang Malang, Mas,'" kenangnya.

"Itu sebabnya Mandarin adalah bahasa dengan tingkat kesulitan nomor satu di dunia," lanjutnya.

Saat berada di Shenzhen, Kadek juga mengaku mendapat pengalaman berharga mengikuti workshop teknologi BTS generasi 4G.

"Waktu kami ke Huawei Exhibition Centre, ada banyak sekali teknologi-teknologi super up-to-date yang belum saya tahu sebelumnya. Misalnya, berbagai IoT (M2M) devices, wireless equipments terbaru, SSD 4 TB, servers, dan masih banyak lagi yang saya tidak tahu namanya," ujarnya.

Kadek Dwi Pradnyana
Kadek Dwi Pradnyana (21), mahasiswa Jurusan Digital Signal Processing di Fakultas Teknik Elektro UI peserta Seeds for The Future saat mengikuti workshop bersama Huawei di Kota Shenzhen.

Selama di Shenzhen pula, dia mengaku bisa belajar lebih mendalam tentang konfigurasi BTS 4G dengan langsung menggunakan perangkat BBU, MME, dan RFU.

"Kami berkompetisi menjadi yang tercepat deploying BTS 4G. Ketika itu kelompok saya kalah, tapi pengalaman itu tetap sangat menyenangkan karena saya merasa belajar banyak sekali hal mengenai perangkat telekomunikasi dan konfigurasinya," tuturnya.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved