Kerusuhan di Stadion Kanjuruhan
Tragedi Kanjuruhan, 32 Anak Turut Menjadi Korban, Termuda Balita Berusia Empat Tahun
Dari 125 orang yang tewas dalam tragedi Kanjuruhan itu, 32 di antaranya adalah anak-anak, dengan yang termuda adalah balita berusia tiga atau 4 tahun.
Editor:
Muhammad Barir
Polisi menyebut insiden itu sebagai kerusuhan dan mengatakan dua petugas tewas, tetapi korban yang selamat menyebut Polisi telah bereaksi berlebihan dan menyebabkan kematian sejumlah penonton.
"Salah satu pesan kami adalah agar pihak berwenang menyelidiki ini secara menyeluruh. Dan kami ingin pertanggungjawaban. Siapa yang harus disalahkan?" kata Andika, warga Malang berusia 25 tahun.
"Tempat itu tampak seperti kuburan massal. Perempuan dan anak-anak bertumpuk satu sama lain," kata Eko Prianto, 39, kepada AFP.
Dalam pidato langsung yang penuh air mata, Presiden Arema FC, Gilang Widya Pramana meminta maaf atas tragedi tersebut.
“Saya selaku presiden Arema FC akan bertanggung jawab penuh atas kejadian yang terjadi,” ujarnya.
Grafiti yang dioleskan di dinding stadion mengungkapkan kemarahan terhadap pihak berwenang.
"Saudara-saudara saya terbunuh. Selidiki secara menyeluruh," demikian bunyi salah satu pesan yang tertulis di jendela stadion, disertai pita hitam dan tanggal terjadinya bencana.
Presiden Indonesia Joko Widodo memerintahkan kompensasi untuk keluarga para korban masing-masing sebesar Rp 50 juta.
Mahfud mengatakan, satgas investigasi itu akan terdiri dari pejabat pemerintah dan sepak bola, akademisi, dan awak media.
Dia mengatakan penyelidikan akan diselesaikan dalam dua atau tiga minggu ke depan.
Kekerasan penggemar sepak bola adalah masalah abadi di Indonesia.
Saksi mata mengatakan pendukung tim tuan rumah menyerbu lapangan setelah kalah dari Persebaya Surabaya.
Suporter Persebaya Surabaya dilarang hadir karena takut terjadi kerusuhan.
Mahfud mengatakan 42.000 tiket telah dialokasikan untuk 38.000 kursi.
Presiden FIFA Gianni Infantino menyebut tragedi itu sebagai "hari gelap" bagi sepak bola.
Legenda sepak bola Brasil Pele menyatakan belasungkawa dan mengatakan "kekerasan dan olahraga tidak bisa digabungkan."
"Tidak ada rasa sakit kekalahan yang membenarkan kita kehilangan cinta untuk orang lain," tulisnya di Instagram.
Pedoman keselamatan badan pengatur dunia FIFA melarang penggunaan gas pengendali massa oleh polisi atau petugas di pinggir lapangan. (Tribunnews/mba/AFP)