Selasa, 30 September 2025

Liga Champions

Bayern Munchen yang Gemilang di Bawah Hansi Flick, Kecerdasan Thiago Alcantara dan Thomas Muller

Hansi Flick adalah sosok penting di balik digdayanya Bayern Munchen musim ini. Ia mengandalkan Thiago Alcantara dan Thomas Muller.

Penulis: Gigih
Editor: Sri Juliati
Instagram resmi Bayern Munchen
Hansi Flick adalah sosok penting di balik digdayanya Bayern Munchen musim ini, ia mengandalkan Thaigo Alcantara dan Thomas Muller 

TRIBUNNEWS.COM - Tidak ada yang menyangka klub raksasa bertabur bintang, Barcelona, bisa dipermalukan dengan telak oleh Bayern Munchen dengan skor 8-2 di Perempat Final Liga Champions.

Tidak seorang pun akan mengira 8 gol bisa bersarang ke gawang Barcelona dan tidak seorang pun mengira, Barcelona bisa diperdaya secara permainan dan tidak berkutik menghadapi jawara Liga Jerman.

Dan tidak seorang pun kecuali satu nama: Hansi Flick.

Baca: Jadwal Siaran Langsung Liga Champions Malam Ini: Lyon vs Bayern Munchen, Live di SCTV

Baca: Prediksi Susunan Pemain Lyon vs Bayern Munchen Liga Champions, Tolisso Tak Sabar Hadapi Mantan Tim

Dalam wawancaranya setelah kemenangan bersejarah menghadapi Barcelona, Hansi Flick seolah mengetahui apa yang akan terjadi dan tidak terkejut dengan kemenangan besar tersebut.

“Kami membuat mereka (Barcelona) dalam tekanan, ketika kami mendapatkan peluang, kami percaya kualitas dalam tim kami sekarang kami harus fokus untuk laga selanjutnya, dan memulai dari nol,” ujar Hansi Flcik percaya diri.

Hansi Flick datang sebagai pelatih Interim Bayern Munchen pada saat yang sangat tidak tepat.

Pertama, ia menggantikan Niko Kovac yang dianggap gagal total.

Kedua, Hansi Flick juga mewarisi tim yang sedang dalam masa transisi dari hengkangnya dua bintang andalan mereka, Arjen Robben dan Franck Ribery.

Mantan pemain Bayern Munchen pada 1985 hingga 1990 itu, diragukan kedatangannya karena minim pengalaman, ditambah dominasi pemain muda menjanjikan Borussia Dortmund di tengah musim.

Hansi Flick adalah mantan asisten pelatih Joachim Low di Timnas Jerman, hanya itu pengalamannya.

Namun menilik kedatangannya di Bayern Munchen, ia mengubah banyak hal sekaligus mempertahankan tradisi dan identitas Bayern Munchen pada saat bersamaan.

Pada era Niko Kovac, Bayern Munchen turun dengan skema 4-4-2, sebuah skema baru bagi Bayern Munchen dalam satu dekade terakhir dan terkesan memaksakan.

Ditambah lagi, Bayern kehilangan identitas counter pressing yang menjadi andalan selama beberapa musim.

Niko Kovac juga tidak menggunakan nama senior seperti Thomas Muller yang dianggap sudah uzur dan mengandalkan duo Lewandowski dan Gnarby di depan.

Hasilnya, Munchen kesulitan. Mereka sangat mudah dipatahkan dalam menyerang.

Hansi Flick memperbaikinya dan kembali mengubah permainan menjadi 4-3-3 dengan sedikit modifikasi yang berdampak sangat besar.

Dasarnya sederhana, Bayern Munchen di bawah Hansi Flick berusaha menyerang dari kedua sayap dan berusaha untuk sebisa mungkin mendominasi sektor ini.

Alphonso Davies dan Joshua Kimmich diberikan lisensi untuk menyerang dan menusuk ke kotak penalti.

Gol ke-5 Bayern Munchen dari Barcelona membuktikan ini.

Semua memuji pergerakan Alphonso Davies, tapi tidak banyak yang sadar bagaimana Joshua Kimmich di posisi fullback menusuk dan melakukan tap-in di depan gawang ter Stegen adalah bukti bagaimana fluid-nya permainan Bayern Munchen.

Masterplan taktik ini, tidak akan bekerja maksimal tanpa adanya dua sosok kunci, yakni Thiago Alcantara dan penafsir ruang atau sang Raumdeuter, Thomas Muller.

Tanpa mengecilkan peran Leon Goretzka, Bayern Munchen bisa dibilang sangat bergantung kepada permainan Thiago alcantara, permainannya yang sangat dominan mematikan dan sangat efektif.

Quique Setien sejatinya sudah menduga vitalnya permainan Thiago Alcantara, dengan meletakkan arturo Vidal dan Sergi Roberto, keduanya bertujuan menekan Thiago sekaligus menciptakan ruang bagi Busquets atau Frenkie De Jong mengembangkan permainan.

Yang tidak diantisipasi adalah nama kedua, Thomas Muller, yang justru memanfaatkan celah besar antara lini depan dan tengah Barcelona.

Muller tidak ragu turun dan membiarkan Lewandowski sendirian berduel.

Muller tidak akan menang beradu lari dengan Semedo atau Jordi Alba, tetapi dia bisa memanfaatkan kecerdasan dan etos kerjanya untuk merebut bola.

Barcelona yang terjebak, nyaris tidak bisa berbuat apa-apa.

Bola yang diarahkan ke Messi tidak pernah sampai.

De Jong kesulitan mengembangkan permainan, Sergi Roberto terlalu banyak mencari ruang, sedangkan Busquets lebih banyak turun membantu pertahanan.

Gol pertama Muller menjadi bukti, bagaimana terkejutnya lini belakang Barcelona melihat Muller begitu bebas di depan gawang.

Ia seolah tidak terlihat di depan gawang, karena pada dasarnya, itulah kemampuan Muller sang penafsir ruang.

Ia akan berada tepat di mana semua pemain bertahan sudah terkonsentrasi mengawal rekannya.

Selain dua nama tersebut, kiper kawakan Manuel Neuer juga harus diberikan apresiasi khusus.

Ketika kebobolan bunuh diri David Alaba dan membuat kedudukan menjadi 1-1, kiper Timnas Jerman ini memberikan gestur untuk rekan rekannya tidak jatuh secara mental.

Ia bahkan tersenyum kepada Alaba sembari mengangkat tubuh Alaba dan meminta maaf karena gagal melakukan penyelamatan.

Gestur ini sederhana, tetapi bagi peman yang melakukan gol bunuh diri, penting bagi sang pemain menjaga mentalitasnya.

Neuer sadar akan hal itu dan membuat Alaba tetap tampil apik, sekaligus tetap menjaga kepercayaan diri para rekan-rekannya dilapangan, sesuatu yang tidak ditunjukkan ter Stegen.

Masterplan Hansi Flick tidak lepas dari kedekatannya dengan para pemain senior di tim.

Ia mengembalikan Muller di posisi alaminya, mengandalkan Jerome Boateng sebagai tembok pertahanan, tetapi tidak lupa memberi kesempatan kepada pemain muda seperti Serge Gnarby atau Nicklas Sule untuk unjuk gigi.

Inilah kunci bagaimana Bayern Munchen digdaya di Bundesliga dan Piala Jerman.

Kecerdasan Hansi Flick adalah simbol bagaimana seorang pelatih membentuk tim juara, bukan hanya berbelanja pemain atau menghamburkan uang di lantai bursa.

Melainkan, bagaimana seorang pelatih membangun tim yang tersedia dan dalam masa transisi menjadi kesebelasan pengukir sejarah.

Bukan tidak mungkin Bayern Munchen akan mengemas treble pada akhir musim dengan menjadi juara Liga Champions.

(Tribunnews.com/Gigih)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved