Matija Nastasic, Calon Penerus Bobby Moore dan Franz Beckenbauer
Karier Matija Nastasic di Manchester City ibarat melaju di jalan tol: mulus tanpa hambatan
TRIBUNNEWS.COM - Karier Matija Nastasic di Manchester City ibarat melaju di jalan tol: mulus tanpa hambatan. Agustus tahun lalu saat berusia 19 tahun ia dibeli Manchester City dari Fiorentina.
Bulan berikutnya langsung melakoni debut di ajang Champions. Dan sekarang, meski baru melakoni 26 partai, ia sudah disebut-sebut sebagai sebagai calon penerus Bobby Moore, dan Franz Beckenbauer. Wah!
Matija Nastasic adalah sebuah perjudian yang berakhir dengan kemenangan gemilang. Demikianlah mungkin yang ada dalam pikiran manajemen Manchester City saat ini.
Musim lalu, kubu The City sedang bernafsu mendatangkan para pemain terbaik di posisi masing-masing. Mereka mengincar Robin van Persie, Eden Hazard, Javi Martínez, Daniele De Rossi, dan Daniel Agger. Negoisasi berjalan sangat alot karena para pemain tersebut juga diincar oleh klub elite lain.
Akhirnya karena jelang deadline tak juga didapat kepastian, maka diambillah para pemain yang merupakan skenario cadangan. Lima pemain baru datang yakni Jack Rodwell, Maicon, Scott Sinclair, Javi García, dan Nastasic.
Celakanya, para pemain anyar ini terbukti sulit nyetel dengan kemauan sang pelatih Roberto Mancini. Karenanya, mereka jarang sekali menjadi starter. Kecuali satu pemain yakni Nastasic yang sejak debutnya melawan Real Madrid pada September lalu, terus mendapat kepercayaan jadi pemain utama.
Dan hal itu sungguh mencengangkan. Pasalnya bisa bertandem dengan Vincent Kompany di jantung pertahanan The City adalah hal yang sungguh mewah. Ini mengingat kerasnya persaingan di sektor lini belakang tersebut.
Tak main-main, yang disingkirkannya adalah pemain kelas dunia, Joleon Lescott, dan Kolo Toure! Belakangan, karena kerap jadi cadangan, keduanya pun ngambek dan ingin hengkang.
Karier pemain kelahiran Valjevo, Yugoslavia 28 Maret 1993 ini memang terlihat mulus sejak awal. Nasib baik seolah terus menaungi sehingga perjalanan kariernya terlihat begitu lurus, tanpa aral dan rintangan.
Ia besar di Valjevo, kota kecil di Serbia. "Itu kota yang sangat kecil, dan indah. Hanya ada 8 ribu penduduknya. Ayahku punya kedai kopi, dan kita hidup sederhana," katanya mengenang.
Ayahnya kerap pergi ke Belgrade untuk menonton Partizan, klub terbaik di Serbia saat itu. "Saya selalu pakai jersey Partizan saat main, atau pun saat di jalanan. Saya memang suka sepak bola sejak kecil, jadi ketika Partizan menawarkan kontrak, itu seakan jadi mimpi indah," katanya.
Mimpi indah itu menghampiri saat usianya 12 tahun. Berguru lima tahun di sana, Nastisic kemudian dipinjamkan ke Teleoptik Zemun. Alasannya klise, ia bisa merasakan pengalaman berlaga di klub lain.
"Padahal saya tahu, yang sebenarnya mereka (Partizan, Red) tak berani mengangkat pemain muda masuk tim utama. Karena itulah saya dipinjamkan ke klub divisi dua selama musim 2010-11," katanya.
Di Teleoptik, Nastasic bermain 21 kali dan memincut perhatian klub Italia, Fiorentina. Direkrut senilai 2 juta euro, Nastisic pun hijrah membawa orang-tuanya ke Italia.
Kebetulan, pelatih Fiorentina saat itu adalah Sinisa Mihajlovic yang tak lain juga berasal dari Serbia. Adalah Mihajlovic juga yang kemudian "membisiki" Roberto Mancini --mereka pernah satu klub-- untuk merekrutnya ke Manchester City.