Pahlawan Sepakbola Itu Minta Salep Sebelum Meninggal
Ribut juga merupakan pemain terbaik yang turut membawa PSIS Semarang menjadi juara pertama liga perserikatan di tahun yang sama.
Minggu dini hari, kondisi Ribut bertambah parah. Keluarga dan tetangga pun langsung berinisiatif membawanya ke rumah sakit, masih dengan bercelana pendek.
Dalam perjalanan, napas Ribut berhenti. Keluarga langsung menuju RS Tugurejo. Di UGD, Ribut dinyatakan meninggal karena serangan jantung. Dalam rekam medis, Ribut pernah mengalami stroke.
"Padahal, hari Sabtu almarhum masih melatih futsal di SMA 7," kata rekan seperjuangan almarhum, Sudaryanto.
Mantan gelandang tengah PSIS Semarang mengaku sangat kehilangan sosok Ribut, baik saat di lapangan maupun di kantor.
Sudaryanto melihat tipikal permainan Ribut khas dribel dan sprint, mirip Andik Vermansyah serta Okto Maniani.
Yang membuatnya kangen adalah tipikal Ribut yang spontan dan kadang meledak-meledak. Jika tidak setuju dengan perintah pelatih, tak jarang Ribut selalu bersitegang, bahkan beradu pendapat dengan pelatih. Apalagi, jika ia merasa dirinya benar dan pelatih salah.
Jika hal itu terjadi, maka Sudaryanto akan turun tangan bersama Yanche. Dengan tipikal yang lebih sabar, ia dan Yanche berusaha mengelus-elus Ribut.
"Saya pernah bersama almarhum sejak 1984 sampai 1990," ungkapnya.
Sebelum bermain bersama di Tim Mahesajenar Semarang, Sudaryanto pernah bermain melawan Ribut dengan tim yang berbeda.
Sebelum 1984, ia bermain di PSIM Yogyakarta, sedangkan Ribut di Persiku Kudus. Saat itu, pernah ada keributan, termasuk Ribut dan Sudaryanto yang turut serta.
Saat bertemu dengannya di Semarang, Ribut rupanya masih ingat, tapi tidak mempermasalahkannya. Hal-hal ringan seperti itulah yang masih membekas dalam ingatan Sudaryanto.
Pemakaman Ribut Waidi berlangsung khidmat. Ratusan pelayat datang bergantian dan men-salat-kannya. Selamat Jalan Ribut Waidi. (*)
BACA JUGA