Jumat, 3 Oktober 2025

Tragedi Arena Tinju Indonesia

Kemenpora: Menpora Tidak Layak Dianggap Lalai

Menpora Roy Suryo tidak layak dianggap sebagai pihak yang bertanggung jawab atas tragedi Nabire

ist
Menpora terlibat pembicaraan serius dengan Pembina YUTI/UTI Pro Grand Master Lioe Nam Khiong pada Penutupan Turnamen Taekwondo Internasional best Of The I Minggu (30/6) di GOR Amongrogo. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Staf khusus bidang komunikasi Kemenpora Heru Nugroho Setio Utomo mengatakan, Menpora Roy Suryo tidak layak dianggap sebagai pihak yang bertanggung jawab atas tragedi pertandingan tinju di Nabire, Papua.

“Kemenpora itu bertanggunjawab terhadap pembinaan olahraga, termasuk mendukung penyediaan sarana olahraga. Pada kasus Nabire, kesembronoan ada pada panitia pelaksana dan itu sudah ditunjukkan dengan ditetapkannya Ketua Panitia Pelaksana Kejuaraan Tinju Bupati Nabire Cup 2013 sebagai tersangka oleh polisi,” kata Heru dalam pernyataannya, Rabu(24/7/2013).

Heru menanggapi kesimpulan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) terkait tragedi saat menonton pertandingan Tinju Bupati Cup di Nabire, belum lama ini. Walau dalam kesimpulannya dinyatakan kecelakaan murni. Namun, Komnas HAM menyatakan, hal itu disebabkan kelalaian Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Roy Suryo.

Dalam pandangan Komnas HAM, tragedi itu terjadi karena ada ketidaktaatan atau ketidakpatuhan bahkan ketidakjelasan SOP (standard operating procedures/prosedur operasi standar) penyelenggaraan acara olahraga baik Peraturan Menpora maupun peraturan asosiasi olahraga termasuk Pertina (Persatuan Tinju Amatir Indonesia).

Sehingga Menpora lalai dalam mengontrol termasuk kelayakan sarana prasarana olahraga.

Komnas HAM berkesimpulan Menpora bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan olahraga di seluruh Indonesia termasuk keselamatan suporter.

Menurut Heru, panitia pelaksana wajar dimintai pertanggungjawaban karena  kapasitas gelanggang tak bisa melebihi 900 orang.

“Lha saat pertandingan itu, penonton sampai 1.500 penonton. Itu kesembronoan fatal dari panitia,” katanya.

Diyakininya,pihak aparat memberikan  ijin dengan kondisi yang hrs sesuai antara kapasitas gelanggang dan jumlah penonton karena sudah merupakan standar baku.

“Masalahnya, panitia pelaksana bisa jadi sembrono memasukkan penonton melebihi kapasitas. Selain tidak melakukan langkah antisipasi. Aparat juga kurang ketat mengawasi pertandingan yang ditonton oleh penonton yang melebihi kapasitas gelanggang,” sesalnya.

Ditegaskannya, Soal perizinan pertandingan, kemenpora tidak ada urusan. “Tidak ada  aturan atau SOP bahwa dalam setiap pertandingan, harus mengajukan perijinan ke Kemenpora. Kalau pun itu lewat PB (PERTINA), itu pun hanya sebatas rekomendasi pertandingannya. Sedangkan kasus yang terjadi di Nabire, itu bukan soal olahraganya, tapi pelaksanaan pertandingan,” jelasnya.

Dijelaskannya, perijinan pertandingan diberikan aparat keamanan, sementara pertandingan itu sendiri agenda lokal  dimana ingin memilih  atlet yang akan direkomendasikan ke ajang nasional.

“Setiap daerah itu punya cara atau mekanisme sendiri. Makanya,ini keblinger kalau ditimpakan menjadi kelalaian Menpora,” pungkasnya.

Sebelumnya, Forum Kemanusiaan Tragedi GOR Nabire (FKTGN) mengatakan bahwa Bupati Nabire Isaias Douw, Kapolres Nabire AKBP Bahara Marpaung, serta panitia Tinju Bupati Cup 2013 lalai dalam memastikan keamanan jalannya pertandingan tinju antara Alvius Rumkorem dan Yulius Pigome di Gedung Olahraga Kota Lama, Nabire, Minggu (14/7/2013).

Koordinator FKTGN Elias Ramos mengatakan, Isaias, yang berada di GOR Kota Lama ketika pertandingan berlangsung, memperbolehkan warga yang tak memiliki tiket untuk masuk ke tempat acara. Akibatnya, sebanyak 2.000 penonton memadati GOR Kota Lama yang hanya mampu menampung 900 orang. Pertandingan berakhir ricuh, dan 18 orang tewas terinjak-injak.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved