Jumat, 3 Oktober 2025

Alex Benyamin: EQINA berdiri atas kesepakatan masyarakat equestrian Indonesia

Equestrian Indonesia (EQINA) makin termotivasi untuk membuktikan bahwa mereka adalah organisasi equestrian yang mendapat legitimasi

Editor: Toni Bramantoro
zoom-inlihat foto Alex Benyamin: EQINA berdiri atas kesepakatan masyarakat equestrian Indonesia
IST
Ilustrasi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Equestrian Indonesia (EQINA) makin termotivasi untuk membuktikan bahwa mereka adalah organisasi equestrian yang mendapat legitimasi dari masyarkat eqeustrian Indonesia. Hal ini lantaran Komite Olahraga Nasioanal (KON) tetap menerima Federasi Equestrian Indonesia (EFI) menjadi anggota pada Rapat Anggota KON di Bandung, 19 Februari 2013 lalu.

“Kami akan tetap fokus melakukan pembinaan. Sejauh ini kami merasa benar, karena EQINA didirikan sebagai bentuk kepedulian dan kecintaan kami, masyarakat equestrian Indonesia yang ingin melihat equestrian Indonesia lebih baik di masa mendatang. Saya bicara begini karena saya adalah salah satu pendiri EFI, yang akhirnya memilih mendirikan EQINA karena EFI sudah melenceng dari cita-cita yang pernah kami miliki. Bayangkan selama empat tahun berdiri, EFI belum mempunyai pengurus di tingkat provinsi dan gagal merangkul klub-klub anggota yang tersebar di seluruh Indonesia,” papar Pembina EQINA Alex Benyamin, Senin (25/2/2013).

Menurut Alex, untuk mengetahui siapa yang benar apakah EQINA atau EFI, ia mengajak seluruh pihak untuk melihat sejarah EQINA.

“EQINA berdiri atas kesepakatan masyarakat equestrian Indonesia. Ada komitmen bersama untuk terus berjuang untuk mendapatkan status keanggotaan. Dulu sebagai anggota EFI, kami sudah meminta untuk digelar Munas, tetapi tidak pernah digubris. Alasan itulah saat Masyarakat Equestrian Indonesia bertemu dan menggelar Munas di Bandung, 14 Desember, kami sepakat membentuk EQINA,” urai Alex.

Alex menambahkan, kepengurusan EFI sendiri sebenarnya telah berakhir 20 November 2012. Dari situlah ia pernah meminta Ketua Umum EFI Irvan Gading untuk menggelar Munas.

“Seharusnya bila belum ada Munas, pengurusnya demisioner. Kenapa kepengurusan itu berakhir? Karena dalam akta notaris pengurus EFI disebutkan kepengurusan berakhir 20 November 2012,” tandas Alex.

Terkait dengan keputusan KON yang menerima keanggotaan EFI, Alex mengatakan, EQINA akan terus berjuang untuk mendapatkan hak mayoritas. Pasalnya, fakta mengatakan bahwa EQINA memang didukung sebagian besar masyarakat equestrian Indonesia.

“Intinya kami akan tetap berada dikoridor organisasi. Begitu juga dengan kasus EQINA dan EFI, seharusnya KON mengedepankan AD/ART. Bagaimana EFI bisa diterima menjadi anggota, bila mereka sendiri tidak memiliki anggota dan pengurus provinsi. EQINA jelas didukung banyak klub equestrian dan karena berafiliasi dengan Pordasi, EQINA juga memiliki kepengurusan di tiap provinsi,” jelas Alex.

Untuk itulah, Alex mengimbau agar KOI tidak mengikuti langkah KON mengabulkan permohonan EFI menjadi anggota pada Rapat Anggota KOI, 27 Februari lusa. Alex sendiri menyayangkan terjadinya dualisme dalam equestrian Indonesia ini.

“Memang untuk sementara waktu akan terjadi dualisme. Tetapi paling tidak kami akan memberikan legitimasi pada EQINA sebagai anggota resmi KOI dan KON. Yang pasti kami akan melakukan konsolidasi kedalam dengan memperkuat kepengurusan di Pengprov dan lebih aktif membina equestrian Indonesia. Sebenarnya KON dan KOI tidak usah pusing karena Pordasi sudah jelas adalah anggota resmi mereka, jadi otomatis EQINA juga menjadi anggota,” tuturnya.

Sementara itu, Sekjen EQINA Ardi Hapsoro menambahkan, bahwa pihaknya akan tetap konsisten untuk memperjuangkan EQINA.

“Dasar kita adalah legitimasi dari Munas Masyarakat Equestrian Indonesia. Dan itu adalah amanah dan legitimasi besar yang harus kami pertanggungjawabkan. Artinya, kami akan membuktikan bahwa EQINA berjuang diatas jalur organisasi yang benar,” kata Ardi.

Ardi sendiri mengaku bingung dengan keputusan KON dalam Rapat Anggota di Bandung kemarin. Menurutnya, proses pengakuan EFI itu tidak berjalan sesuai dengan AD/ART, karena voting untuk pengesahan dilakukan di sidang komisi bukan rapat pleno.

"Proses voting di komisi tidak memenuhi ketentuan AD/ART yang mengharuskan pengambilan keputusan dengan suara 50 persen plus 1. Seharusnya dari 84 anggota KON, 50 persen plus satu atau 43 suara sah, baru boleh disahkan. Tetapi ini hanya didukung 16 anggota, 10 menolak, dan 10 abstain, langsung ketok palu. Makanya saya bingung, bagaimana organisasi besar seperti KON membuat keputusan dengan cara-cara yang kurang arif dan tidak akomodatif,” ujar Ardi.

Saat ini, lanjut Ardi, EQINA dan seluruh masyarakat Equestrian Indonesia akan terus merapatkan barisan. Tidak hanya memperkuat organisasi, tetapi juga lebih menggiatkan berbagai kegiatan pembinaan.

“Kami akan mengisi tahun 2013 ini dengan berbagai kejuaraan baik yunior maupun senior. Salah satunya adalah menggelar kejuaraan AE Kawilarang Cup di Arthayasa Stable, 1-3 Maret mendatang. Dan itu akan melibatkan hampir seluruh stakeholder equestrian di Indonesia,” kata Ardi.

Baca juga:

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved