Minggu, 5 Oktober 2025

Serial TV Amerika Serikat Terbaik di Tahun 2025, Sejauh Ini

Simak lebih lanjut sejumlah serial hit sekaligus melihat serial lainnya—baik baru maupun lama, fiksi maupun nonfiksi yang paling mengesankan

|
Tom Jamieson/The New York Times
Tony Gilroy di London, 24 Agustus 2022. Pembuat film “Michael Clayton” dan “Bourne Legacy” kembali ke dunia yang ia bantu bangun dalam “Rogue One” dengan serial Disney+ baru, “Andor.” 

Artikel ini telah terbit dengan judul The Best TV Shows of 2025, So Far ditulis oleh The New York Times

TRIBUNNEWS.COM - Paruh pertama tahun 2025 menandai kembalinya sejumlah serial hit yang sempat tertunda akibat mogok kerja, seperti “Severance,” “The White Lotus,” dan “The Last of Us,” yang bergantian mendominasi percakapan budaya populer. Namun, hanya satu dari ketiganya yang berhasil masuk dalam daftar serial TV terbaik kami.

Simak lebih lanjut untuk mengetahui mana yang berhasil masuk, sekaligus melihat serial lainnya—baik baru maupun lama, fiksi maupun nonfiksi—yang paling mengesankan para kritikus televisi kami (disusun secara alfabetis).

‘Andor’

Sebagai prekuel dari “Rogue One: A Star Wars Story” (2016)—dan bisa dibilang kisah Star Wars paling diakui sejak film tersebut—“Andor” menyuguhkan eksplorasi terdalam di TV tentang realitas politik dan biaya kemanusiaan dari sebuah pemberontakan. Musim keduanya yang juga menjadi penutup tayang pada bulan Mei.

“Prekuel sering kali menjadi tempat di mana ketegangan dramatis mati,” tulis James Poniewozik. “Seberapa besar kepedulianmu terhadap kisah yang akhir ceritanya sudah kamu tahu? Kejeniusan Andor, yang diciptakan oleh Tony Gilroy, adalah menjadikan pengetahuan itu sebagai kekuatan.”

Tonton di Disney+.

‘Asura’

Ditulis dan disutradarai oleh Hirokazu Kore-eda (Shoplifters), drama periode Jepang ini tampil mewah secara visual dan sangat cermat secara emosional dalam menggambarkan empat saudari yang harus menghadapi para pria manipulatif serta hubungan rumit mereka satu sama lain.

“Serial ini adalah paket lengkap: drama domestik dengan skala manusia yang detail dan kaya pesan, karakter-karakter yang memikat, dan gaya visual yang membuat semuanya bersinar,” tulis Margaret Lyons. “Sisi buruknya: serial lain terasa hambar jika dibandingkan. Sisi baiknya: ya, segalanya yang lain.”

Tonton di Netflix.

‘Common Side Effects’

Thriller konspirasi animasi ini berkisah tentang obat ajaib dari jamur psikedelik, seorang aktivis lingkungan yang tak lazim ingin menyembuhkan dunia dengannya, serta para pihak jahat—dari Big Pharma hingga mikologis misterius—yang ingin menghentikannya. Dan seekor kura-kura.


“Serial ini langka dan berharga seperti jamur ajaib yang ditemukan tokohnya, Marshall (Dave King), di hutan,” tulis Lyons. “Kecerdasan, humor, gaya, dan sudut pandang bersatu dengan begitu harmonis. Tak banyak serial yang punya begitu banyak hal untuk dikatakan—dan bahkan lebih sedikit lagi yang menyampaikannya dengan gaya sehebat ini.”

Tonton di Max.

‘Couples Therapy’

Pada bulan Mei, serial dokumenter “Couples Therapy”, yang mengikuti sesi-sesi Dr. Orna Guralnik dengan pasangan-pasangan dalam krisis, menutup musim keempatnya.

“Beberapa pasangan tampak sangat tidak cocok hingga membuatmu bertanya-tanya bagaimana mereka bisa sejauh ini, sementara pasangan lain tampak seperti terperangkap dalam pola yang tidak bisa diubah—setidaknya sampai sekarang,” tulis Lyons. “Keajaiban serial ini adalah lewat kesabaran dan penggalian dari Dr. Guralnik, perubahan terjadi di depan mata kita. Membuka diri itu sulit; memahami diri sendiri lebih sulit lagi.

Empat pasangan musim ini tertarik ke arah berbeda—menuju pelaminan, menuju perceraian, menuju ketenangan, menuju keterbukaan—namun setiap hubungan berubah. Banyak serial harus memaksa konflik dan pencerahan sebesar ini, namun Couples Therapy melakukannya hanya dengan beberapa gumaman ‘hmm’ yang ditempatkan dengan tepat.”

Tonton di Paramount+.

‘Exterior Night’

Serial TV pertama dari sutradara besar Italia, Marco Bellocchio, “Exterior Night” mengangkat kembali penculikan dan pembunuhan politisi Aldo Moro oleh Brigade Merah tahun 1978. (Bellocchio sebelumnya juga mengangkat kisah ini dalam filmnya Good Morning, Night tahun 2003.)

“Penculikan dan kematian Moro adalah momen penting dalam ‘tahun-tahun timah panas’ ketika bom, penembakan, penculikan, dan pembunuhan bermotif politik mengguncang Italia dan negara Eropa lainnya,” tulis Mike Hale. “Namun kisah ini bisa bicara kepada siapa pun yang merasa hidup di masa genting. Seperti kata salah satu karakter di Exterior Night: masyarakat bisa mentoleransi sejumlah perilaku gila, tapi ‘kalau partai gila jadi mayoritas, kita lihat nanti apa yang terjadi.’”

Tonton di MHz Choice.

‘Mr. Loverman’

Diadaptasi dari novel Bernardine Evaristo, miniseri Inggris ini mengikuti Barrington Jedidiah Walker (Lennie James), pria London yang elegan, yang setia pada istrinya, anak-anaknya, dan sahabat sekaligus kekasih lamanya, Morris (Ariyon Bakare). Serial ini berpindah perspektif antar-karakter dan menggunakan kilas balik untuk menelusuri hubungan Barry dan Morris sejak masa muda mereka di Antigua.

“Loverman itu halus dan sastra—nyaris seperti sutra, sungguh,” tulis Lyons. “Kita sering bingung dengan pilihan orang lain: Kenapa kau melakukan itu? Kenapa diam saja? Kenapa bertahan? Kenapa pergi? Banyak serial zaman sekarang—bahkan yang bagus—cenderung menyederhanakan masa lalu karakter, tapi gambaran di sini jauh lebih dalam. Rasa takut dan sakit, cinta dan kesetiaan: semuanya tak pernah sesederhana kelihatannya.”

Tonton di BritBox.

‘Murderbot’

Dalam thriller sci-fi komedi ini, yang diadaptasi dari novel “All Systems Red” karya Martha Wells, Alexander Skarsgard memerankan robot apatis yang ditugaskan melindungi sebuah komune luar angkasa, padahal ia lebih suka menonton sinetron.

“Senjata rahasia kisah ini, yang diadaptasi oleh Chris dan Paul Weitz, adalah sudut pandang sinis dari makhluk artifisial di pusat cerita,” tulis Poniewozik. “Skarsgard menyuarakan monolog internal dengan hidup, namun penampilan fisiknya tak kalah penting: pancaran kekuatan santai dan kewaspadaan gelisah. Murderbot aneh, tajam, asing, namun keluhannya terasa begitu manusiawi. Ia cuma ingin ditinggal sendiri menonton acara favoritnya—seperti Chance the Gardener, kalau saja ia punya senjata di lengannya.”

Tonton di Apple TV+.

‘Pee-wee as Himself’

Dokumenter dua bagian dari HBO ini mengisahkan bagaimana Paul Reubens menciptakan karakter kesayangannya, Pee-wee Herman, dan bagaimana ketenaran tokoh itu memengaruhi hidupnya.

“Apa yang tersaji selama lebih dari tiga jam adalah kisah publik: bagaimana Reubens menyalurkan kejeniusannya ke dalam karakter anarkis yang menjembatani dunia seni alternatif dan TV anak-anak, lalu hidupnya terguncang oleh skandal yang dibesar-besarkan dan membayanginya hingga akhir,” tulis Poniewozik.

“Tapi ini juga kisah pribadi yang memukau tentang seni, ambisi, identitas, dan kendali. Apa artinya menjadi terkenal sebagai orang lain? (Judul dokumenter ini mengacu pada kredit akting di Pee-wee’s Big Adventure, di mana Reubens hanya tercantum sebagai ‘Pee-wee as Himself’). Apa dampaknya ketika seseorang justru disembunyikan oleh ciptaannya sendiri—terutama bagi pria gay di Hollywood yang masih sangat homofobik?”

Tonton di Max.

‘The Pitt’

Dengan struktur jam-per-jam ala “24,” “The Pitt” menyuntikkan intensitas tinggi dalam drama medis klasik, dengan narasi yang mengaitkan pandemi dan isu-isu sosial kontemporer.

“The Pitt menghadirkan melodrama klasik lewat pemahaman sederhana: UGD adalah tempat orang berakhir saat sesuatu salah—baik pada tubuh individu maupun tubuh masyarakat,” tulis Poniewozik. “Dan apa yang salah dengan tubuh Amerika? Sobat, ambil nomor antrean dulu; ruang tunggunya penuh.”

Tonton di Max.

‘Severance’

Di musim keduanya, drama tempat kerja yang surealis ini memperdalam misteri dan memperluas spektrum emosinya saat para karyawan yang "terpisah" secara mental, bersama orang-orang terdekat dan atasan mereka, berjuang (kadang secara harfiah) demi agenda masing-masing dan masa depan Lumon Industries. Serial ini akhirnya kembali tayang pada Januari, hampir tiga tahun sejak akhir musim pertama.

“Para pembuatnya tampaknya menggunakan setiap detik ketidakhadiran itu dengan sangat produktif,” tulis Poniewozik. “Musim ini mengambil arah baru namun tetap menjadi tontonan paling ambisius, gila, dan menyenangkan di TV—sebuah labirin ala M.C. Escher yang penuh liku namun tak pernah mengorbankan suara, hati, dan humornya.”

Tonton di Apple TV+.

Artikel ini telah terbit di The New York Times.

(c) 2025 The New York Times Company

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved