Nano Riantiarno Meninggal Dunia
Profil Nano Riantiarno Pendiri Teater Koma Tutup Usia, Ini Rekam Jejak dan dan Karya-karyanya
Aktor, penulis sekaligus sutradara ini mengembuskan nafas terakhirnya di rumah sakit setelah lama sakit. Berikut rekam jejaknya
Tahun 1964 Nano melanjutkan pendidikan di SMP Negeri II Cirebon.
Pada 1967 ia melanjutkan di SMA Negeri I & II Cirebon.
Tahun 1968 – 1970 Nano diterima di Akademi Teater Nasional Indonesia (ATNI) Jakarta.
Setahun setelah itu, 1971, ia tercatat masuk menjadi mahasiswa di Sekolah Tinggi Filsafat, Driyarkara, Jakarta.
Baca juga: Main Teater Musikal, Fatih Unru Akui Kesulitan Menari Balet
Pengalaman Berteater
Nano ternyata telah berteater sejak 1965 yakni sejak SMP di Cirebon.
Perjalanan awal dimulai saat ia masuk menjadi anggota Tunas Tanah Air (TTA) sebuah kelompok kesenian di Cirebon.
Adapun kegiatannya adalah membaca puisi di studi RRI di Cirebon dan memainkan drama.
Dua drama yang ia maikan yakni Aria Pangemban/Eddy Tarmidi, 1965 dan Caligula/Albert Camus, 1966
Pengalaman berteaternya tertambah tatkala ia melanjutkan sekolah di ATNI Jakarta.
Ia lalu bergabung dengan Teguh Karya dan ikut mendirikan Teater Populer pada tahun 1968.
Lantas, 1 Maret 1977 Nano kemudian mendirikan Teater Koma.
Hingga tahun 2006 ia telah menggelar sekitar 111 produksi panggung dan televisi.
Ia menulis sebagian besar karya panggung, antara lain; Rumah Kertas, J.J Atawa Jian Juhro,Maaf.Maaf.Maaf, Kontes 1980, Trilogi OPERA KECOA (Bom Waktu, Opera Kecoa, Opera Julini), Konglomerat Burisrawa, Pialang Segitiga Emas dan Suksesi.
Juga Opera Primadona, Sampek Engtay, Banci Gugat, Opera Ular Putih, RSJ atau Rumah Sakit Jiwa, Cinta Yang Serakah, Semar Gugat, Opera Sembelit, Presiden Burung-Burung, Republik Bagong, Tanda Cinta dan lain sebagainya.
Baca juga: Fakta Menarik Ji Chang Wook: Mantan Pemain Teater Musikal dan Bisa Berbahasa Mandarin

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.