Spesies Baru Kadal Buta Endemik Buton, Diberi Nama Dibamus oetamai untuk Hormati Jakob Oetama
Hasil kajian menunjukkan ciri-ciri morfologi yang berbeda dengan spesies Dibamus lain, sehingga ditetapkan sebagai spesies baru
Spesies baru kadal buta endemik Pulau Buton ditemukan tim UGM dan BRIN. Dinamai Dibamus oetamai, reptil unik ini hidup tersembunyi di hutan hujan Buton dan kini terancam oleh deforestasi
TRIBUNNEWS.COM, BUTON - Kekayaan hayati Indonesia kembali bertambah dengan ditemukannya spesies baru kadal buta tak bertungkai (genus Dibamus) di Pulau Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara.
Spesies endemik ini diberi nama Dibamus oetamai, untuk mengenang Jakob Oetama, pendiri Kompas Gramedia sekaligus tokoh pers nasional.
Penemuan bermula dari Ekspedisi NKRI Koridor Sulawesi 2013 yang diprakarsai Kopassus.
Seorang mahasiswa Biologi Universitas Gadjah Mada (UGM) menemukan reptil kecil menyerupai cacing di dalam tanah.
Spesimen tersebut kemudian diteliti lebih lanjut oleh Donan Satria Yudha, dosen Biologi UGM, bersama peneliti Awal Riyanto dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Hasil kajian menunjukkan ciri-ciri morfologi yang berbeda dengan spesies Dibamus lain, sehingga ditetapkan sebagai spesies baru.
Temuan ini resmi dipublikasikan dalam jurnal internasional Taprobanica: The Journal of Asian Biodiversity pada April 2025.
Baca juga: 3 Fakta Pembasmian Hama Tikus di Indramayu: Jenis Ular yang Dilepas Lucky Hakim hingga Kata Petani
Ciri dan Keunikan Dibamus oetamai
Dibamus oetamai memiliki panjang tubuh maksimal 145,7 mm, dengan pola warna tubuh bergaris dua hingga tiga pita terang.
Perbedaan morfologi mencolok terlihat pada susunan sisik kepala, termasuk frontal yang lebih besar dibanding frontonasal.
Seperti spesies Dibamus lain, reptil ini tidak memiliki kaki.
Menariknya, jantan memiliki sisa kaki kecil (vestigial) berbentuk flap, sedangkan betina benar-benar tak berkaki.
Dosen sekaligus peneliti dari Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Donan Satria Yudha SS MScmenjelaskan bahwa spesies kadal buta yang ditemuinya ini memiliki beberapa karakter morfologi yang membedakannya dari Dibamus lain, terutama pada bagian kepala.
Perbedaan utamanya terletak pada bagian kepala, yakni tidak adanya sutura (garis-garis) pada bagian medial dan lateral dari rostral (moncong), dan sutura di bagian labial dan nasal lengkap.
Sisik bagian frontalnya juga lebih besar daripada frontonasal.
Kemudian, sisik interparietal tampak jelas lebih kecil dari frontonasal, sisik nuchal berjumlah 4-6 buah.
“Sisik postocular dua buah, sisik supralabial satu buah, dan masih ada lagi karakter pembeda di bagian badan dan ekornya,” ujarnya.
Habitat Terbatas di Pulau Buton
Spesies baru ini hanya ditemukan di Hutan Lindung Kakenauwe dan Hutan Lambusango, Pulau Buton, pada ketinggian di bawah 400 meter.
Diketahui Hutan Lambusango yang menjadi lokasi sebaran kadal buta tersebar di 6 kecamatan se-Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara yakni Kapontori, Lasalimu, Lasalimu Selatan, Siontapina, Wolowa, dan Pasarwajo.
Luas hutan kawasan suaka margasatwa ini sekitar 27.700 hektare (ha) dan terletak pada ketinggian 15-780 mdpl.
Sedangkan, Hutan Kakenauwe terletak di sisi barat Teluk Lawele yang secara administratif masuk wilayah Desa Kakenauwe dan Desa Waoleona, Kecamatan Kapontori, Kabupaten Buton.
Kawasan hutan yang sudah ditetapkan menjadi cagar alam ini seluas 819 ha, berada pada ketinggian 15-300 mdpl.
Hutan lindung ini bisa diakses dari Kota Baubau dengan perjalanan darat sekitar 1-3 jam.
“Habitat spesies adalah hutan hujan musiman dengan serasah tebal,” kata Donan.
Kedua kawasan tersebut berupa hutan hujan muson dengan lapisan serasah tebal di lantai hutan—habitat ideal bagi satwa fosorial yang hidup di dalam tanah.
Namun, karena sebarannya terbatas, Dibamus oetamai dinilai rentan terhadap ancaman deforestasi, perambahan, dan alih fungsi lahan.
Makna Ilmiah dan Konservasi
Menurut para peneliti, penemuan ini membuktikan masih banyak spesies reptil Indonesia yang belum teridentifikasi, terutama di kawasan Wallacea seperti Pulau Buton.
Keberadaan Dibamus oetamai sekaligus menjadi pengingat pentingnya menjaga kelestarian hutan, agar spesies endemik tak punah sebelum sempat diteliti lebih dalam.
“Temuan ini bukan hanya menambah daftar spesies baru, tapi juga menguatkan alasan kenapa Pulau Buton harus tetap dijaga sebagai laboratorium alam keanekaragaman hayati,” jelas Donan.
Dikutip TribunnewsSultra.com dari laman UGM, ugm.ac.id, serta Kompas.com, Donan, menjelaskan, meski menjadi temuan penting keberadaan Dibamus oetamai tersebut berpotensi terancam.
“Jadi kemungkinan besar kelestarian spesies ini terancam di masa depan karena spesies ini hidupnya tergantung pada keberadaan hutan,” jelas Donan.
Penemuan spesies baru kadal buta dari Pulau Buton, Sulawesi Tenggara, sebelumnya juga dipublikasikan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi BRIN, Awal Riyanto, mengungkapkan bahwa kadal buta merupakan reptil fosorial (hidup di dalam tanah) yang memiliki tubuh seperti cacing.
Mata yang terdegenerasi, dan tidak memiliki kaki pada betina (jantan memiliki kaki vestigial berbentuk flap).
Genus ini tersebar luas dari Asia Tenggara hingga Papua Nugini, tetapi banyak spesiesnya masih kurang dipelajari karena kelangkaan spesimen dan kebiasaannya yang tersembunyi.
“Jurnalis kritis bertanya, mencari fakta dan mensiarkan kebenaran apapun hasilnya (Jill Abramson),” jelasnya dikutip dari Siaran Pers BRIN Nomor 28/SP/HM/BKPUK/V/2025, 9 Mei 2025.
“Curiosity energi peneliti untuk himpun dan analisis data demi menemukan kebenaran, pun terkadang bisa salah namun pantang berbohong,” ujarnya menambahkan.
Baca juga: Menelusuri Baluara di Benteng Keraton Buton, Jadi Menara Pantau hingga Penyimpanan Peluru dan Mesiu
Selama ini, Dibamus novaeguineae dianggap sebagai spesies yang tersebar luas di Indonesia, termasuk Papua, Maluku, Sulawesi, dan Nusa Tenggara.
Namun, penelitian morfologi dan biogeografi terbaru mengungkap bahwa populasi di Pulau Buton memiliki ciri khas yang membedakannya dari spesies lain dalam genus ini.
Spesies baru ini dideskripsikan berdasarkan perbedaan morfologi yang signifikan, termasuk ukuran tubuh.
Panjang moncong-ke-vent (SVL) maksimum 145,7 mm.
Sisik kepala tidak memiliki sutur rostral medial dan lateral, frontal lebih besar daripada frontonasal.
Pola warna memiliki dua atau tiga pita berwarna terang pada tubuh.
Dengan habitat endemik di hutan hujan muson Pulau Buton dengan ketinggian di bawah 400 mdpl.
Spesies ini dinamai Dibamus oetamai sebagai penghormatan kepada Jakob Oetama, pendiri Kompas Gramedia, yang telah berkontribusi besar bagi dunia jurnalisme Indonesia.
Nama lokal yang diusulkan adalah Kadal Buta Buton.
Penemuan ini memperkaya keanekaragaman hayati Indonesia, khususnya reptil fosorial yang masih sedikit diketahui.
Dibamus oetamai merupakan contoh bagaimana pulau-pulau kecil seperti Buton dapat menjadi rumah bagi spesies unik yang berevolusi secara terisolasi.
“Temuan ini menunjukkan bahwa masih banyak keragaman reptil Indonesia yang belum terungkap, terutama di wilayah Wallacea yang menjadi hotspot keanekaragaman hayati,” kata Awal Riyanto.
Tim peneliti menganalisis spesimen museum dari Papua, Maluku, Sulawesi, dan Nusa Tenggara, serta melakukan perbandingan morfometrik dan meristik.
Hasilnya menunjukkan bahwa populasi Buton memiliki karakteristik unik yang tidak ditemukan pada Dibamus lain di wilayah sekitarnya.
Karena endemisitasnya yang tinggi dan keterbatasan sebaran, Dibamus oetamai berpotensi rentan terhadap ancaman deforestasi dan perubahan habitat.
Perlindungan kawasan hutan di Buton, seperti Kawasan Lindung Hutan Lambusango, menjadi kunci menjaga kelestarian spesies ini.(Tribun Sultra/Amelda Devi Indriyani)
Artikel ini telah tayang di TribunnewsSultra.com dengan judul Cerita Spesies Baru Kadal Buta di Pulau Buton Sulawesi Tenggara, Awal Temuan Saat Ekspedisi Kopassus,
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.