Calon Dokter Spesialis Meninggal
Eks Kaprodi PPDS Undip Dituntut 3 Tahun Penjara, Keluarga dr Aulia Risma Kurang Puas
Yulisman Alim menilai tuntutan jaksa terhadap tiga terdakwa kasus pemerasan dan perundungan mahasiswi PPDS Anestesi Undip terlalu ringan.
Penulis:
Muhamad Deni Setiawan
Editor:
Suci BangunDS
TRIBUNNEWS.COM - Kuasa hukum keluarga dr. Aulia Risma, Yulisman Alim, menilai tuntutan jaksa terhadap tiga terdakwa kasus pemerasan dan perundungan mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) terlalu ringan.
Yulisman mengaku, pihaknya kecewa dengan tuntutan jaksa.
Aulia Risma diketahui ditemukan meninggal dunia di kamar kosnya di Lempongsari, Gajahmungkur, Semarang, pada Senin, 12 Agustus 2024, sekitar pukul 22.00 WIB.
Kasus tewasnya dokter berusia 30 tahun itu menjadi perhatian publik karena adanya perundungan (bullying) dan pemerasan yang dialaminya.
"Ya tuntutan itu terlalu rendah, kami kurang puas," kata Yulisman setelah persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, seperti dikutip TribunJateng.com, Rabu (10/9/2025).
Sebelumnya, jaksa menuntut majelis hakim supaya menjatuhkan hukuman pidana penjara selama tiga tahun terhadap mantan Kaprodi PPDS Undip, Taufik Eko Nugroho.
Tuntutan lebih ringan diajukan jaksa terhadap dua terdakwa lain, eks staf administrasi PPDS Undip, Sri Maryani dan senior korban, Zara Yupita Azra dengan tuntutan masing-masing dituntut 1 tahun 6 bulan.
Yulisman menyebut, tuntutan jaksa sebenarnya bisa dimaksimalkan hingga 5 sampai 6 tahun sesuai dakwaan pasal.
Keluarga korban juga memiliki titik minimal tuntutan itu, yaitu paling tidak separuh dari hukuman maksimal.
"Tuntutan terlalu ringan, kami bersama keluarga akan melakukan diskusi untuk menanggapi tuntutan itu terutama langkah-langkah yang bakal kita ambil," terangnya.
Menurutnya, tuntutan dari jaksa yang rendah tidak lepas dari kasus ini yang belum mengungkap seluruh fakta rekonstruksi kejadian.
Pasalnya, ada beberapa senior korban yang turut menjadi pelaku masih bebas berkeliaran di luar sana.
Baca juga: PPDS di Rumah Sakit Digaji Pemerintah, Menkes : Cara Mencetak Banyak Dokter Spesialis di Indonesia
"Terdakwa (Zara) tidak mungkin bertindak sendiri, seharusnya ada beberapa orang yang terlibat dalam peristiwa ini tapi tidak terungkap dalam persidangan," jelasnya.
Dengan rendahnya tuntutan jaksa, keluarga korban khawatir tidak ada efek jera bagi para pelaku lainnya.
"Ya tidak ada efek jera karena tuntutan terlalu ringan," ucapnya.
Ibunda korban, Nuzmatun Malinah, mengaku sepakat dengan kuasa hukumnya terkait tuntutan dari jaksa. Namun, dirinya enggan memberikan tanggapan lebih lanjut.
Tuntutan Jaksa
Sementara Jaksa menilai, perbedaan tuntutan tersebut karena Taufik berperan memberikan perintah kepada Sri Maryani.
Selain itu, tuntutan Taufik lebih berat lantaran tidak mengakui perbuatannya dan cenderung menyalahkan Sri Maryani.
"Terdakwa Taufik tidak mengakui perbuatannya bahkan cenderung menyalahkan terdakwa Sri Maryani karena pengumpulan uang di terdakwa Sri Maryani sudah berlangsung sejak terdakwa menjabat sebagai ketua program studi," ungkap jaksa Tommy Untung dalam persidangan di Pengadilan Negeri Semarang, Rabu.
Jaksa Tommy merinci hal-hal yang memberatkan perbuatan terdakwa Taufik lainnya, yakni terdakwa sebagai dosen seharusnya tidak membiarkan budaya atmosfer relasi kuasa absolut terlebih dalam lingkungan dunia pendidikan.
Tindakan terdakwa Taufik juga menimbulkan rasa takut dan tekanan psikologis di lingkungan pendidikan.
Kemudian menciptakan suasana intimidatif dan represif sehingga menghilangkan kebebasan para residen.
"Hal-hal yang meringankan, terdakwa berlaku sopan sehingga membuat tertib persidangan," ujarnya.
Kemudian, jaksa Sulisyadi membeberkan terkait pertimbangan tuntutan terdakwa Sri Maryani lebih ringan karena mengakui perbuatannya dan menyesalinya.
Sri juga melakukan tindak pidana tersebut semata-mata karena mendapatkan instruksi dari Taufik.
"Namun, ada hal-hal yang memberatkan dari Sri Maryani di antaranya sebagai staf pendidikan seharusnya tidak membiarkan budaya atmosfer relasi kuasa absolut terlebih dalam lingkungan dunia pendidikan," terang Sulis.
Dua terdakwa Taufik Eko Nugroho dan Sri Maryani melakukan tindakan pemerasan secara ilegal melalui skema Biaya Operasional Pendidikan (BOP) terhadap para mahasiswa residen dari tahun 2018 hingga 2023.
Selama kurun waktu tersebut, mereka mampu mengumpulkan uang sebesar Rp2,49 miliar. Pembayaran ini tidak menggunakan rekening kampus melainkan rekening atas nama Sri Mariyani.
Pembayaran tersebut, tercatat pula dalam buku warna kuning berisi catatan tanda terima uang BOP yang berasal dari para residen.
"Kedua terdakwa melanggar pasal 368 ayat 2 junto pasal 64 ayat 1 KUHP," ucap Sulisyadi.
Setelah pembacaan tuntutan itu, Taufik dan Maryani mengungkapkan bakal melakukan pembelaan baik secara pribadi maupun melalui kuasa hukumnya.
Sedangkan Zara Yupita Azra dituntut oleh jaksa dengan hukuman pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan.
Baca juga: Kasus PPDS Undip, Pengamat: Unsur Pidana Harus Diuji Cermat dan Objektif
Jaksa meyakini, Zara telah melakukan tindakan pemerasan dan melakukan pengancaman kepada korban sebagaimana dakwaan pasal 368 ayat 1 KUHP dan pasal 64 ayat 1 KUHP.
Perbuatan itu telah dilakukan terdakwa selama rentang waktu Juni 2022 hingga Januari 2023.
"Terdakwa Zara dituntut pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan dikurangi dengan masa penangkapan dan masa penahanan yang telah dijalani," jelas Jaksa Penuntut Umum (JPU) Efrita dalam persidangan di Pengadilan Negeri Semarang, Rabu (10/9/2025).
Jaksa juga menyebut, ada beberapa perbuatan terdakwa yang memberatkan yakni melakukan tindakan tersebut secara terstruktur dan masif.
Terdakwa selaku residen di lingkungan pendidikan seharusnya tidak membiarkan budaya informalitas kuasa absolut terlebih dalam lingkungan dunia pendidikan.
Akibat perbuatan terdakwa menyebabkan rasa takut, keterpaksaan, dan tekanan psikologis ke lingkungan pendidikan.
Perbuatan terdakwa menciptakan suasana intimidatif dan refleksi sehingga menghilangkan kehendak bebas para residen.
"Sebaliknya, hal-hal yang meringankan terdakwa berlaku sopan sehingga membuat tertib persidangan terdakwa mengakui perbuatannya dan menyesalinya," terang jaksa.
Selepas pembacaan tuntutan itu, Zara mengungkap bakal melakukan pembelaan baik secara pribadi maupun melalui kuasa hukumnya.
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJateng.com dengan judul "Kami Kurang Puas" Keluarga Aulia Risma Kecewa Mantan Kaprodi PPDS Undip Dituntut 3 Tahun Penjara
(Tribunnews.com/Deni)(TribunJateng.com/Iwan Arifianto)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.