Dedi Mulyadi Sebut Ada Media dan Buzzer yang Mem-framing Dia: Dibayar sama Siapa?
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyebut ada buzzer dan media yang mem-framing dia sehingga dia terlihat seolah melakukan pencitraan saja.
Penulis:
Febri Prasetyo
Editor:
Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengklaim ada kekuatan yang mem-framing atau membingkai dia.
Framing menurut Cambridge Dictionary adalah tindakan membuat seseorang tampak bersalah karena suatu kejahatan, padahal dia tidak bersalah. Caranya ialah dengan memberikan informasi yang tidak benar.
“Saya dalam setiap waktu ada kekuatan yang terus mem-framing saya, bahwa saya melakukan pencitraan. Apa yang dilakukan saya hanyalah pencitraan,” kata Dedi dalam video yang diunggahnya di akun Instagram miliknya hari Sabtu, (17/5/2025).
Dedi menyebut framing itu dilakukan oleh media dan buzzer atau pendengung.
“Pertanyaannya, buzzer dan media mem-framing saya itu dibayar sama siapa? Bayarnya pakai uang pribadi atau uang negara?" tanya Dedi.
Lalu, Dedi mengatakan dia hingga kini tidak menggunakan uang negara untuk kegiatan sosial kehidupan saya.
Dia mengklaim hanya menggunakan kanal miliknya yang diminati oleh masyarakat.
“Tapi orang lain bisa jadi menggunakan kekuatan media, menggunakan kekuatan influencer, menggunakan kekuatan buzzer dengan dibiayai oleh uang negara agar dia mengalami peningkatan persepsi publik sehingga kerjanya bisa dianggap baik,” ujarnya.

Kemudian, Dedi kembali menegaskan bahwa dia setiap hari bermedia sosial tanpa menggunakan uang negara.
"Yang lain berusaha membangun citra dengan menggunakan uang negara.”
Dedi menyebut tindakan pencitraan dengan memanfaatkan uang negara itu bisa dilihat dari jumlah anggaran.
Baca juga: Profil Tia Fitriani, Legislator Nasdem yang Minta Dedi Mulyadi Dipanggil ke DPRD Jabar
"Gimana cara melihatnya? Lihat saja anggaran Dinas Informasi dan Komunikasinya. Berapa di setiap kabupaten/kota? Berapa di setiap provinsi?
“Bisa dilihat bahwa yang paling gede pasti menggunakan anggaran itu untuk membangun citra dirinya. Itulah hal yang mesti kita pahami."
Pakar: Bukan pencitraan, tapi political branding
Sementara itu, beberapa waktu lalu pakar komunikasi politik Universitas Indonesia Effy Z. Rusfian mengungkapkan pendapatnya mengenai tindakan Dedi.
Menurut Effy, dia sudah memperhatikan perilaku Dedi, termasuk sepak terjangnya lewat media-media sosial.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.