Selasa, 30 September 2025

Anggota Polres Mamuju Tengah Bripda NI Diduga Aniaya dan Paksa Aborsi Pacarnya, Diperiksa Propam

Anggota Polres Mamuju Tengah diduga menganiaya dan memaksa aborsi pacar yang dihamilinya. Kini, dia tengah menjalani pemeriksaan oleh Propam.

KOMPAS.com/NURWAHIDAH
POLISI PAKSA ABORSI - Ilustrasi Polisi. Seorang anggota Polres Mamuju Tengah Bripda NI diduga menganiaya, menghamili, dan berujung memaksa aborsi kekasihnya berinisial AS. Kini, dia tengah diperiksa Propam Polres Mamuju Tengah. Adapun kasus ini diketahui berawal dari postingan AS yang berisi percakapan antara dirinya dengan Bripda NI. 

TRIBUNNEWS.COM - Anggota Polres Mamuju Tengah Polda Sulawesi Barat (Sulbar), Bripda NI kini tengah diperiksa oleh Propam Polres Mamuju Tengah setelah diduga menghamili dan memaksa pacarnya berinisial AS (21) untuk melakukan aborsi.

Kasus ini mencuat berawal dari korban mengunggah tangkapan layar percakapannya via WhatsApp dengan Bripda NI di media sosial (medsos).

Berdasarkan unggahan percakapan tersebut, AS menyebut bahwa Bripda NI tak hanya memaksanya untuk melakukan aborsi.

Namun, kata AS, Bripda NI turut melakukan kekerasan fisik terhadapnya.

"Saya sekarang nda masalah ji kau mau bagaimana di belakangku, tapi satu yang kuminta tolong buka sedikit hatimu untuk tanggung jawab," tulis AS dalam unggahannya tersebut, dikutip dari Tribun Sulbar, Rabu (12/2/2025).

Terkait kasus ini, Kapolres Mamuju Tengah, AKBP Hengky Kristanto, menyebut kasus yang menjerat Bripda NI kini tengah dalam proses penyelidikan.

Selain diperiksa oleh penyidik, Bripda NI juga telah dimintai keterangan oleh Propam Polres Mamuju Tengah setelah viralnya unggahan tersebut di media sosial.

"Propam Polres Mateng saat ini masih melakukan pendalaman terkait laporan ini," ujarnya. 

Hengky juga mengungkapkan agar seluruh anggota kepolisian mengedepankan etika dan tanggung jawab dalam kehidupan pribadi serta saat berdinas.

Baca juga: Ingat Ipda Yohananda Fajri Paksa Pacar Pramugarinya Aborsi? Kini Kasusnya Berakhir Damai

Hal ini sambungnya, demi menjaga kepercayaan publik terhadap kepolisian tetap terjaga.

Hengky menegaskan pihaknya bakal mengambil sanksi tegas jika Bripda NI terbukti melakukan kekerasan hingga pemaksaan aborsi terhadap AS.

"Jika terbukti bersalah, Bripda NI akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku di lingkungan Polri," jelas Hengky.

Kasus Serupa Terjadi di Aceh: Berujung Damai, Dikritik DPR

Di sisi lain, kasus serupa turut terjadi belum lama ini di Provinsi Aceh. Adapun terduga pelaku adalah anggota Polres Bireun bernama Ipda Yohananda Fajri.

Nama perwira lulusan Akademi Polisi (Akpol) tahun 2023 tersebut pertama kali mencuat buntut viralnya unggahan di media sosial X yang menyebut dirinya diduga memaksa pacarnya berinisial VFA untuk melakukan aborsi.

Berdasarkan unggahan tersebut, maksud Ipda Yohananda Fajri memaksa pacarnya aborsi demi menyelamatkan kariernya di kepolisian.

Namun, nyatanya, kasus ini berujung damai setelah kedua belah pihak melakukan mediasi di sebuah kafe di Bali dengan mediator dari Propam Polda Aceh pada 31 Januari 2025 lalu.

Hal ini disampaikan oleh Kabid Propam Polda Aceh Kombes Edwwi Kurniyanto saat rapat bersama Komisi III DPR pada Kamis (6/2/2025).

“Dengan hasil sepakat berdamai dan tidak memperpanjang permasalahan kedua belah pihak yang selama ini dipermasalahkan,” katanya.

Anggota Komisi III DPR Rudianto Lallo pun mengkritik upaya perdamaian tersebut dan dianggap sebagai langkah tak masuk akal.

Menurutnya, masalah aborsi bukan soal pribadi, tetapi sudah masuk dalam tindak pidana.

“Bagi saya, Pak, ini tindak pidana. Ada banyak pasal yang mengatur aborsi, Pak,” ujarnya.

“Makanya saya tergelitik, seakan-akan ini bukan kasus [pidana], Pak,” sambung Rudianto.

Rudi menganggap Propam Polda Aceh seakan melindungi Ipda Yohananda Fajri dari sanksi pidana.

“Sedih saya Pak, kalau kemudian ada oknum yang harusnya ditindak sebagai pelayan, pelindung masyarakat lalu kemudian dia melakukan melanggar hukum lalu kemudian dia terkesan dilindungi, ya ini jadi pertanyaan publik,” ujarnya.

Baca juga: Anggota DPR Geleng-geleng Respons Kasus Polisi Paksa Pacar Aborsi di Aceh: Sulit Diterima Akal Sehat

Sementara, menurut anggota Komisi III DPR dari Demokrat, Hinca Pandjaitan menganggap upaya mediasi yang dimediatori oleh Propam Polda Aceh menjadi cara untuk menutupi kasus.

Hinca menyebut Propam Polda Aceh hingga mau terbang ke Bali untuk memediasi kedua belah pihak menjadi contoh bagaimana upaya untuk membela Ipda Yohananda.

“Dan itu telanjang di mata publik. Menurut saya ini kesalahan fatal. Ini bukan mitigasi ini, upaya untuk menutupi kalau menurut saya,” kata Hinca.

Namun, pada kesempatan yang berbeda, Edwwi menjelaskan bahwa pihaknya hanya menangani pelanggaran kode etik terhadap Ipda Yohananda yang dianggap telah mencoreng citra institusi Polri.

"Propam Polda Aceh hanya menangani tentang pelanggaran kode etik, karena adanya pemberitaan negatif yang menurunkan citra Polri," katanya, dikutip dari Kompas.com.

Sementara, terkait kasus pidananya, Edwwi menjelaskan Polda Aceh tidak menanganinya karena kejadian tersebut terjadi pada tahun 2022 silam ketika Ipda Yohananda masih berstatus taruna Akpol.

"Penanganan pidananya bukan di Polda Aceh, karena kejadiannya bukan di wilayah hukum Aceh, dan saat itu YF masih belum menjadi anggota Polri," pungkasnya.

Sebagian artikel telah tayang di Tribun Sulbar dengan judul "Diduga Hamili Pacar hingga Paksa Aborsi, Propam Usut Oknum Polisi di Mamuju Tengah"

(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)(Tribun Sulbar/Sandi Anugrah)(Kompas.com/Himawan)

 

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan