Sudah 7 Tahun Jadi Desa Wisata Tapi Desa Marisa di Pulau Kangge Alor Belum Miliki Infrastruktur
Di Desa Marisa belum ada satupun infrastruktur penunjang dari pemerintah. Bahkan untuk sekadar penerangan, penduduk mengandalkan generator yang disewa
TRIBUNNEWS.COM, PULAU KANGGE - Desa Marisa yang terletak di Pulau Kangge tepatnya Kecamatan Pantar Barat Laut, Kabupaten Alor, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) sudah menjadi desa wisata sejak tahun 2015 lalu.
Desa Marisa adalah satu-satunya desa yang ada di Pulau Kangge.
Saat itu Bupati Alor menetapkan Desa Marisa sebagai sebagai salah satu dari 9 Desa Wisata yang ada di Kabupaten Alor.
Namanya kini dikenal sebagai Desa Wisata Marisa.
Baca juga: Berwisata ke Desa Marisa, Alor, Menikmati Indahnya Bukit Batu Peti dan Wisata Bawah Laut Bolu Wai
Tiga destinasi wisata di Pulau Kangge yang sudah ditetapkan oleh Bupati Alor sebagai desa wisata adalah Bukit Batu Peti atau masyarakat sekitar menyebutnya dengan nama Tebing Wato Pattik, Wisata Pasir Putih dan taman bawah laut Bolu Wai.
Namun sayangnya meski sudah ditetapkan sebagai Desa Wisata, di Desa Marisa belum ada satupun infrastruktur penunjang dari pemerintah.
Bahkan untuk sekadar penerangan saja, penduduk desa hanya mengandalkan generator dari tetangga yang mereka sewa hanya selama 5 jam setiap harinya.
Penduduk Desa Marisa menyewa generator kepada warga lainnya pemilik generator.
Mereka membayar Rp 50 ribu setiap bulannya kepada pemilik generator.
Satu generator dipakai oleh 7 sampai 8 keluarga dengan waktu pukul 18.00 hingga 23.00 Wita.
"Kita sangat membutuhkan penerangan untuk warga Desa Marisa karena kalau malam disini gelap karena hanya sebagian kecil saja yang punya generator. Itu pun hanya menyala dari jam 6 sore sampai jam 11 malam," kata Kepala Desa Marisa, Suaib saat dikonfirmasi Tribunnews.com, Jumat (26/8/2022).
Desa Marisa dihuni sebanyak 1.552 jiwa dengan 271 Kepala Keluarga (KK).
Semua masyarakat Desa Kangge beragama Islam.
Mereka tersebar di 2 dusun, 4 RW dan 4 RT.
Baca juga: Epson dan WWF Dorong Pariwisata dan Ekonomi Warga Desa Wisata Marisa, Pulau Kangge, NTT
Masyarakat setempat umumnya mencari nafkah dengan berkebun seperti jagung dan ubi jika musim hujan.
Namun ketika musim kemarau penduduk lebih banyak di laut sebagai nelayan dan juga budi daya rumput laut.
Di Desa Marisa terdapat sekolah yang semuanya dikelola oleh pihak swasta, yakni PAUD Permata Bunda, MIS Nurul Falah Kangge, MTs Babulrahmat dan MAS Nurul Falah.
Suaib berharap pemerintah membangun sekolah negeri di desanya karena sampai saat ini belum ada sekolah negeri di Desa Marisa.
"Kita masih berjuang agar Desa Marisa memiliki fasilitas penunjang dan juga sekolah negeri untuk anak-anak di desa ini. Kami minta dukungan pemerintah," harap Suaib.

Berharap Fasilitas Penunjang
Sementara itu Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Marisa, Rahmat Laba mengakui tidak adanya fasilitas di Desa Marisa menjadi hambatan bagi para wisatawan untuk menginap di desa ini.
Alhasil jika ada wisatawan yang ingin menikmati keindahan alam dan bahari di Desa Marisa, mereka sementara diinapkan di homestay alias di rumah penduduk setempat dengan kondisi seadanya.
Menurut Rahmat Laba, pemerintah daerah hingga saat ini belum ada perhatian terhadap pembangunan di Desa Marisa.
Padahal sejak tahun 2015, Desa Marisa di Pulau Kangge sudah ditetapkan Bupati Alor sebagai desa wisata.
"Kita belum punya homestay atau tempat khusus pariwisata, jadi masih natural. Pengembangan belum tersentuh oleh pemerintah maupun pihak swasta," kata Rahmat Laba kepada Tribunnews.com, akhir pekan lalu.
Jika ada wisatawan yang ingin menginap, pihaknya mempersilakan untuk menginap di rumah-rumah warga dengan kondisi yang serba terbatas.
Baca juga: Epson dan WWF Dorong Pariwisata dan Ekonomi Warga Desa Wisata Marisa, Pulau Kangge, NTT
Rahmat berharap ke depan pemerintah daerah dapat mengembangkan pariwisata berbasis masyarakat, misalnya pengembangan homestay dan fasilitas lainnya.
Rahmat mengatakan selama ini sejumlah wisatawan yang datang ke Desa Marisa berasal dari Jakarta, Bandung serta wisatawan lokal dari NTT.
Namun ada juga wisatawan yang berasal dari luar negeri seperti dari Spanyol.
Rata-rata mereka berkunjung ke Bukit Batu Peti dan juga Bolu Wai, lokasi untuk snorkeling dan diving.
Terpisah, Fatimah Laba, mengaku tak keberatan jika rumahnya sering dijadikan homestay bagi para tamu ataupun wisatawan di Desa Marisa.
Ibu 4 orang anak ini sudah beberapa kali rumahnya digunakan sebagai homestay untuk tamu.
Meskipun tidak mematok tarif menginap, Fatimah mengaku senang karena bisa membantu orang lain.

Dukungan PT Epson Indonesia dan Yayasan WWF Indonesia
PT Epson Indonesia dan Yayasan WWF Indonesia bekerjasama membangun pariwisata sekaligus meningkatkan taraf hidup masyarakat di Desa Marisa, Pulau Kangge.
Upaya yang dilakukan adalah mengembangkan rehabilitasi terumbu karang menggunakan methode rockpile (karang bertumpuk).
Program ini dilakukan dalam rangka merehabilitasi terumbu karang dan wisata bahari yang mengalami penurunan kehidupan karang akibat pengeboman ikan.
Kegiatan dilakukan di kawasan Pulau Alor dan Pulau Kangge, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang melibatkan masyarakat lokal dengan memberdayakan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis).
Tujuannya untuk meningkatkan mata pencaharian masyarakat melalui aktivitas wisata di Alor dan sekitarnya.
Managing Director PT Epson Indonesia Muto Yusuke didampingi Head of Marcomm and PR Epson Nolly Dhanurendra mengatakan kegiatan ini merupakan salah satu program CSR di kawasan Indonesia Timur khususnya wilayah Pulau Alor.
"Epson berharap dukungan ini dapat diterima dengan baik dan bermanfaat bagi masyarakat Desa Marisa. Yang paling penting manfaatnya bukan hanya untuk Kangge tapi juga bagi Indonesia," kata Muto Yasuke didampingi Head of Marcomm and PR Epson Indonesia, Nolly Dhanurendra saat penyerahan bantuan untuk Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Marisa dalam kegiatan Reward Trip to Alor, Kamis (25/8/2022).

Epson Indonesia dan Yayasan WWF Indonesia melakukan konservasi terumbu karang dengan sistem rockpile di kawasan Indonesia Timur mulai 1 Maret 2022 di Pulau Buaya.
Kegiatan ini dilakukan tidak hanya fokus di Indonesia Timur, tapi juga di wilayah lainnya.
Tahun ini masuk wilayah NTT karena bertepatan dengan kegiatan WWF.
Nolly mengatakan kegiatan dilakukan di Pulau Kangge karena berdasarkan pengamatan WWF bahwa kondisi terumbu karang di NTT cukup parah.
Karena itu kedua pihak sepakat kerja sama untuk merehabilitasi terumbu karang.
Kades Marisa Rahmat Laba mengatakan dukungan dari Epson dan Yayasan WWF Indonesia dengan metode rockpile ini cukup dirasakan para nelayan.
"Metode rockpile ini menghasilkan tangkapan yang cukup banyak bagi penangkap ikan. Dengan pendekatan pariwisata ini tingkat pendapatan nelayan meningkat," katanya.
Dimana Desa Marisa?
Desa Marisa terletak di bagian paling barat di Kabupaten Alor, NTT.
Tak seperti 8 desa wisata lainnya yang berada di Alor, Desa Wisata Marisa letaknya di luar Pulau Alor, yakni di Pulau Kangge.

Jarak dari Pulau Alor ke Pulau Kangge sekitar 5 sampai 6 jam ditempuh melalui jalur laut.
Pulau Kangge ada di Kepulauan Pantar, yakni gugusan pulau yang terletak di antara Pulau Lomblen dan Pulau Alor.
Kepulauan Pantar memiliki gugusan pulau-pulau kecil, salah satunya adalah Pulau Kangge.
Pulau lainnya di Kepulauan Pantar di antaranya Pulau Batang, Pulau Lapang, Pulau Rusa, Pulau Kura, Pulau Tereweng, Pulau Ternate dan Pulau Buaya.
Pulau ini dibatasi oleh Laut Flores dan Laut Banda di sebelah utara, Selat Pantar di timur, Selat Ombai di selatan, serta Selat Alor di barat.
Akses Menuju Desa Wisata Marisa
Letak Desa Marisa cukup jauh.
Untuk bisa mengunjungi Desa Wisata Marisa dibutuhkan waktu berjam-jam lamanya.
Akses satu-satunya menuju ke Desa Marisa di Pulau Kangge adalah dengan transportasi laut jika pengunjung berada di Kabupaten Alor.
Dari Kalabahi (ibu kota Kabupaten Alor, NTT), perjalanan ke Desa Marisa dimulai dari Pelabuhan Dulionong dengan menumpang kapal.

Perjalanan cukup panjang hingga memakan waktu sekitar 5 hingga 6 jam untuk sampai ke Desa Marisa.
Namun jika berasal dari Jakarta, wisatawan harus melakukan perjalanan menggunakan pesawat udara dengan tujuan Bandara Eltari Kupang, NTT terlebih dahulu selama 3 jam.
Dari Bandara Eltari Kupang, wisatawan masih harus naik pesawat ATR (perintis) selama satu jam menuju ke Bandara Mali di Kalabahi, Pulau Alor.
Kalabahi adalah ibu kota Kabupaten Alor, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Sesampainya di Kalabahi, perjalanan dilanjutkan menuju Pelabuhan Dulionong untuk menumpang kapal menuju Desa Marisa Pulau Kangge dengan waktu tempuh sekitar 5 hingga 6 jam.
Untuk armada kapal dari Pelabuhan Dulionong tarifnya Rp 70 ribu sekali jalan.
Selama perjalanan laut, pengunjung sudah disuguhi keindahan laut, ombak laut dan pulau-pulau di sekitarnya.
Jika beruntung, wisatawan akan melihat ikan hiu di tengah laut.
Namun perjalanan dengan kapal tidak selamanya mulus.
Ketika memasuki kawasan Tanjung Muna, gelombang besar mengadang hingga kapal bergoyang kencang.
Tak heran banyak yang mengalami mabuk laut saat perjalanan laut menuju ke Pulau Kangge.