Diminta Lakukan Pemantauan Terhadap Perilaku Hakim PN Pontianak, KY : Akan Kami Tindaklanjuti
KY juga akan memberikan rekomendasi atau sanksi jika memang terbukti adanya dugaan pelanggaran etik dari hakim yang dimaksud
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Yudisial RI (KY) menyatakan telah menerima aduan dari Tim Advokasi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan terkait dengan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Pontianak.
Bahkan Juru Bicara KY Miko Ginting mengatakan, pihaknya akan melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap hakim yang diduga melakukan pelanggaran etik tersebut.
"KY memutuskan untuk melakukan pemantauan terhadap perilaku hakim dalam persidangan ini," kata Miko dalam keterangan resminya melalui video pendek yang diterima Tribunnews.com, Kamis (16/12/2021).
Tak hanya itu, KY juga akan menindaklanjuti aduan dan permohonan dari tim Advokasi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan yang tergabung dari beberapa kelompok advokat tersebut.
Baca juga: Berkas Perkara Lengkap, Aipda Rudi Panjaitan Segera Jalani Sidang Kode Etik
Pihaknya juga kata Miko akan melakukan pendalaman atas permohonan itu untuk langkah lanjut yang dilakukan KY ke depan.
"Tentu informasi ini dan keterangan ini akan ditindaklanjuti lebih lanjut, untuk melihat apakah laporan ini layak ditindak lanjuti atau tidak. Ketika layak ditindaklanjuti, maka akan diadakan pemeriksaan," ucapnya.
Bahkan kata dia, jika memang hasilnya laporan tersebut layak untuk ditindaklanjuti maka, KY kata Miko akan mengundang pelapor, terlapor dan saksi-saksi untuk membuat perkara ini jelas.
Lebih jauh, KY juga akan memberikan rekomendasi atau sanksi jika memang terbukti adanya dugaan pelanggaran etik dari hakim yang dimaksud.
"Kemudian apabila ada dugaan pelanggaran kode etik pada perilaku hakim yang terbukti, maka KY dapat memberikan rekomendasi atau usulan sanksi," tukasnya.
Sebelumnya, Tim Advokasi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan mendorong Komisi Yudisial (KY) untuk melakukan pemantauan terhadap kinerja majelis hakim yang bertugas di Pengadilan Negeri (PN) Pontianak.
Hal itu dikarenakan mereka melihat adanya kejanggalan dalam proses pemeriksaan dalam persidangan terhadap terdakwa pengerusakan Masjid Miftahul Huda di Desa Balai Harapan, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, yang dibangun komunitas Ahmadiyah.
"Majelis Hakim tidak mendalami tindak pidana perusakan dan penghasutan kekerasan seperti yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum," kata Perwakilan Tim Advokasi Untuk Kebebasan beragama dan Berkeyakinan saat melayangkan aduan ke KY, Kamis (16/12/2021).
Tim advokasi tersebut menilai Majelis Hakim malah menyudutkan saksi dari Ahmadiyah dengan mempertanyakan keyakinan keagamaannya.
Baca juga: 22 Orang Jadi Tersangka Perusak Tempat Ibadah Ahmadiyah, Mayoritasnya Warga Desa Balai Harapan
"Majelis Hakim dan jaksa juga banyak menanyakan soal keyakinan saksi korban dari pihak Muslim Ahmadiyah bukan pada peristiwa kekerasan dan perusakan itu sendiri," bebernya.
Lebih lanjut kata mereka, proses persidangan terlihat bergeser dari mengadili peristiwa kekerasan dan perusakan menjadi mengadili keyakinan korban.
"Hal ini ditandai dengan majelis hakim menghadirkan saksi fakta dari MUI yang tidak ada dalam peritiwa kekerasan pada 3 September 2021," kata mereka.
Sebagai informasi, tim Advokasi untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan ini sendiri tergabung dari YLBHI, Komite Hukum PB JAI, KontraS, Setara Institute, Imparsial, AMAN Indonesia, HRWG, Yayasan Satu Keadilan, Yayasan Inklusif, Paritas Institute, HRW, dan SEJUK.
Atas adanya temuan tersebut, tim advokasi Advokasi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan meminta KY untuk melakukan atas proses persidangan tersebut karena diduga adanya pelanggaran kode etik hakim dalam persidangan ini.
Tak hanya itu, pihak tim Advokasi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan juga telah menggelar konferensi pers di Kantor Komnas Perempuan Jl. Latuharhari, Jakarta Pusat, pada Rabu (15/12/2021).
"Meminta kepada Komisi Yudisial RI untuk melakukan Pemantauan dan pengawasan atas perkara ini sebagai bentuk Menjaga kehormatan dan keluhuran martabat serta perilaku," tukasnya.