Ridwan Kamil Cari Petani Milenial, Janji Pinjamkan Tanah 2000 Meter, Pilihan Menikahi Kembang Desa
Ridwan Kamil dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat punya strategi jitu agar anak mudanya mau menjadi petani dengan program Petani Milenial.
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Ridwan Kamil dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat punya strategi jitu agar anak mudanya mau menjadi petani dengan program Petani Milenial.
Program ini akan dilaunching 16 Februari mendatang.
Meski belum diumumkan resmi, tercatat sudah 6.000 orang menyatakan siap ikut program Petani Milenial.
Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan tengah mencari 5.000 pemuda Jawa Barat yang berminat menjadi petani di pedesaan, menghasilkan berbagai macam tanaman pangan menggunakan kemajuan teknologi atau Revolusi Pertanian 4.0.
"Dicari 5.000 anak muda yang mau bela negara dengan menjadi petani 4.0. Daripada nganggur dan banyak rebahan melamun karena Covid, mending gabung aja," kata Gubernur yang akrab disapa Kang Emil ini melalui akun Instagram pribadinya, Rabu (27/1/2021).
Baca juga: Petani: Tidak Betul Food Estate Kalteng Gagal Panen
Baca juga: Kisah Sahrul Gunawan Ngebet Dapat Istri Sebelum Resmi Jadi Wabup, Ridwan Kamil Bantu Carikan Jodoh
Para petani muda ini, katanya, masing-masing akan dipinjamkan tanah subur seluas 2.000 meter persegi dari Pemprov Jabar dengan modal dari Bank BJB. Sedangkan hasilnya langsung dibeli oleh BUMD Agro Jabar.
"Pendaftaran akan dimulai minggu depan. Daripada jadi pengangguran kan? Salah satu syaratnya mau tinggal ngekos di desa. Menikahi kembang desa adalah pilihan," katanya saat Revolusi Pertanian 4.0 di Jawa Barat di Kabupaten Garut beberapa waktu lalu.
"Dimulai dengan meresmikan smart green house di Wanaraja Garut. Di sini produksi pertanian bisa dua kali lipat hanya dengan konsumsi air hanya 20 persen dari biasanya, berkat teknologi pertanian infus yang diterapkan. Dan bisa bertani selama full 12 bulan tanpa terpengaruhi dinamika cuaca," katanya.
Kepala Biro Perekonomian pada Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Barat, Benny Bachtiar menjelaskan,dalam seminggu ini pihaknya sedang menyiapkan website pendaftaran dan seleksi program Petani Milenial, sambil menyiapkan lahan garapan untuk para petani muda ini.
"Lahan-lahan sedang diinventarisasi, insyaallah tanggal 16 Februari nanti kami akan me-launching karena memang sudah ada banyak petani milenial yang siap untuk bergabung. Sebelum Pak Gubernur mempromosikan program ini di Instagram, kami sedang mempersiapkan infrastruktur dan lain sebagainya," kata Benny.
Benny mengatakan jika semua berjalan lancar, pendaftaran untuk Petani Milenial bisa diakses melalui website yang tengah disipakan pada 8 Februari 2021.
Hingga kini, katanya, terdapat sekitar 6.000 warga yang menyatakan ketertarikannya untuk bergabung dalam program ini. Para peminat, katanya, harus mendaftar melalui website dan akan menjalani seleksi kembali.
Mengenai penyediaan lahan untuk para petani milenial ini, katanya, terdapat tiga skenario. Pertama adalah penggunaan tanah atau lahan milik Pemprov Jabar yang belum termanfaatkan maksimal.
Kedua, katanya, adalah tanah milik pribadi petani sendiri, tetapi mereka tidak punya modal unruk menggarapnya. Kemudian skema yang ketiga adalah penggunaan tanah dari pihak ketiga, contoh dari Perhutani, PTPN, tanah aset pemerintah kabupaten dan kota, tanah carik desa, dan sebagainya.
Lahan yang sudah disiapkan untuk tahap awal dan tengah dimatangkan, katanya, adalah lahan milik Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Jawa Barat di Kecamatan Cikadu di Kabupaten Cianjur, seluas 900 hektare.
"Yang sekarang sudah siap untuk dimanfaatkan itu kurang lebih ada 900 hektare di daerah Cianjur Selatan. Yang lainnya sedang dipersiapkan ada yang di Subang, Garut, Tasikmalaya, sampai Ciamis, kita inventarisir sekarang," katanya.
Berdasarkan informasi dari BUMD PT Agro Jabar, katanya, Kemensos dan Kementan RI sudah siap menyiapkan lahan untuk digarap oleh petani milenial. Respon positif ini, ujarnya, sangat luar biasa karena memang negara sedang mengupayakan untuk meningkatkan ketahanan pangan.
Lahan-lahan tak terpakai ini, katanya, akan terus didorong sehingga tidak ada lagi lahan kosong di Jabar yang tidak termanfaatkan. Semua, ujarnya, harus termanfaatkan untuk sektor apa saja sehingga membuka peluang peningkatan daya beli masyarakat yang tentunya akan meningkatkan PDRB Jawa Barat dan menekan inflasi.
"Semua semangat karena nanti semangatnya itu adalah menahan urbanisasi, lalu memberikan kesempatan kerja kepada rekan-rekan kita yang hari ini terkena PHK di perkotaan dan daerah industri yang kembali ke desanya, supaya mereka tidak menjadi pengangguran. Bagaimana caranya penghasilan petani milenial ini sama dengan UMK di kota-kota besar," tuturnya.
Mengenai teknologi pangannya, Pemprov Jabar tengah bekerja sama dengan Institut Pertanian Bogor serta Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Semua teknologi akan dicoba diterapkan melalui program ini, menjadi perconrohan bagi petani lainnya. "Ketika bicara mengenai Petani Milenial ini kan jalur masuknya, tapi ke depannya ada yang namanya Peternak Milenial, Nelayan Milenial, bertahap. Tapi yang pasti kami diberikan target oleh Pak Gubernur, 2021 sudah bisa berjalan semua," katanya.
Antusias yang luar biasa ini, katanya, juga perlu direspon positif oleh pemerintah kabupaten dan kota sebagai yang memiliki wilayah dan masyarakat.
Pakar Ekonomi Universitas Pasundan Acuviarta Kartabi mengatakan, berdasarkan data sensus, dari jumlah penduduk Provinsi Jawa Barat 48,27 juta jiwa, 28 persen diantaranya merupakan generasi milenial. Sementara secara nasional, jumlah kelompok milenial berada di angka 25,87 persen, dengan begitu kelompok milenial di Jabar lebih tinggi dari jumlah klasifikasi secara nasional.
Selain itu, Jawa Barat memiliki potensi kebutuhan komoditas bahan pangan, perkebunan, pertanian, dan lain sebagainya. Artinya potensi peluang bisnis itu ada."Sisi positif lainnya, dengan adanya program petani milenial, dapat merubah mindset anak muda soal pekerjaan tani, dan lebih dapat beradaptasi dengan pemanfaatan teknologi, sehingga akan ada penemuan-penemuan baru, varietas baru, jaringan pemasaran yang lebih inovatif, gaya kemasan yang beragam, dan adaptasi pemasaran secara online yang lebih maju," ujarnya.
Meski demikian, perlu diketahui bahwa hal tersebut tidak mudah, karena sektor pertanian menjadi salah satu bidang ekonomi yang cukup kompleks permasalahannya, seperti rantai bisnis dan perdagangan komoditas pertanian"Selama ini petani, atau pelaku usaha pertanian kerapkali menikmati keuntungan dari hasil kerja kerasnya lebih sedikit dari harga yang sudah terbentuk di pasar, sehingga tidak jarang bahwa kesejahteraan petani malah turun," ucapnya.
Selain itu, Pemprov Jabar perlu menyampaikan bahwa seperti apa skenario jangka pendek dan menengah, salah satu asumsi yang perlu diperhatikan dengan bertambahnya petani milenial, maka potensi persaingan dengan petani eksisting tetap ada.
Disamping itu, Acuviarta juga menyinggung soal tantangan minat milenial untuk menjadi petani milenial.
Terlebih, generasi milenial dihadapkan pada keseharian dan ketertarikan pada hal-hal yang bersentuhan dengan digital teknologi dan praktis. Sehingga, jika harus bersentuhan dengan aktivitas pertanian dan tinggal di pedesaan dalam kurun waktu yang lama, maka hal tersebut patut diperhitungkan.
"Sekarang persoalannya berapa banya potensi penduduk klasifikasi milenial yang tertarik dan mau menjadi petani milenial? Saya kira tantangannya di situ. Sehingga butuh proses yang tidak mudah untuk mengadopsikan kelompok penduduk milenial dengan aktivitas pertanian di pedesaan," ujar Acuviarta.
Acuviarta menambahkan, bicara keuntungan, semestinya usaha di bidang pertanian dapat menguntungkan. Sebab, telah banyak negara yang masyarakatnya kaya dari sektor pertanian salah satunya Selandia Baru, dimana usaha pertanian dan peternakan di sana mampu membuat masyarakatnya sejahtera.
"Di Indonesia, kita defisit berbagai komoditas pangan, artinya di situ ada potensi pasar. Maka, hadirnya milenial dalam dunia pertanian, diharapkan tidak hanya merubah jumlah petani dan pelaku usaha pertanian saja, tetapi jauh dari itu ada upaya memperbaiki rantai nilai serta keuntungan menjadi petani itu sendiri," ujarnya.
Maka dari itu yang harus dipersiapkan oleh Pemprov Jabar, selain lahan dan penyertaan modal, tapi juga pihak yang mampu menjamin dibelinya hasil panen dari produksi pertanian. "Jadi kalau di dunia perbankan atau ekonomi adalah harus adanya penjamin yang mau dan mampu membeli hasil produksi dari para petani milenial. Kalau semua aspek itu sudah terpenuhi, maka tantangan dan resiko petani milenial bisa diminimalisir," katanya (tribun jabar Cipta Permana/syarif abdussalam)