Fetish Kain Jarik
3 Persoalan di Dalam Diri Oknum Mahasiswa Terkait Kasus "Fetish Kain Jarik" Menurut Pakar
Yaitu fethisistic disorder, homosexual atau gay, serta virtual sexual harrassment
Editor:
Imanuel Nicolas Manafe
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus predator fetish kain jarik yang diduga dilakukan seorang mahasiswa perguruan tinggi di Surabaya, Jawa Timur sempat menghebohkan jagat maya.
Viralnya oknum mahasiswa tersebut lantaran dugaan pelecehan seksual lewat kain jarik.
Baca: Heboh Fetish Kain Jarik Libatkan Mahasiswa di Surabaya, Unair Lakukan Investigasi
Pria tersebut meminta korbannya membungkus diri menggunakan kain kain batik hingga menutupi seluruh tubuh korban.
Dalam melakukan aksinya, dia menghubungi para korban yang mayoritas mahasiswa tingkat awal melalui media sosial.
Berkedok sedang melakukan penelitian ilmiah, dia meminta korban untuk membungkus seluruh tubuhnya menggunakan jarik atau kain.
Sebelum membungkus korban memakai kain, korban juga mengikat kaki, tangan, mata, serta telinga korban, menggunakan lakban.
Semua proses tersebut didokumentasikan lewat foto serta video.
Dokumentasi itu kemudian diminta dikirim ke mahasiswa tersebut dengan dalih laporan penelitian.
Jika korban menolak permintaannya, pelaku mengancam dan memaksa korban.
Terkait aksi tersebut, pakar psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel menilai, ada kondisi psikis tidak wajar dialami terduga pelaku.
Menurut Reza, ada tiga persoalan yang terjadi dalam diri mahasiswa tersebut atas aksi yang dilakukannya terhadap para korban.
"Ada tiga persoalan dalam satu kejadian. Jadi jaga diri, jaga anak-anak," kata Reza kepada Wartakotalive.com, Sabtu (1/8/2020).
Tiga persoalan dalam diri pelaku atau dalam satu kejadian itu, kata Reza, fethisistic disorder, homosexual atau gay, serta virtual sexual harrassment.
"Fetish sangat banyak ragamnya. Inti fetish adalah bagaimana seseorang bisa mengalami keterangsangan seksual atau kesenangan dengan objek-objek yang tidak lazim," kata Reza.
"Akan menjadi gangguan atau fetishistic disorder, ketika obsesi semacam itu menghilangkan kemampuan yang bersangkutan untuk terangsang dengan cara atau objek yang wajar," katanya.
"Dengan kata lain, dia bisa menikmati sensasi seksual, hanya dengan cara atau objek yang tidak lazim itu," ucapnya lagi.
Terkait penilaian virtual sexual harrassment yang dilakukan Gilang dalam kejadian itu, menurut Reza, hal itu bisa ditilik dari sejumlah teori yang bisa diacu atau dijadikan dasar.
"Salah satunya, dan mungkin relevan dengan fetish yang satu ini adalah perasaan inferior atau rendah diri pelaku," kata Reza.
"Pelaku tak percaya diri akan maskulinitasnya, merasa takut, dan serbaneka perasaan inferior lainnya. "
"Juga dengan bentuk fetish yang menjadi obsesinya. Dengan demikian dapat dipahami, itu sebagai bentuk kompensasi atas kelemahan-kelemahannya," kata Reza.
Reza menduga, oknum mahasiswa itu mengalami masalah orientasi seksual atau menjadi homoseksual.
"Jika oknum mahasiswa tersebut memang menyasar target berjenis kelamin sama, maka boleh jadi ada masalah orientasi seksual atau homoseksual. Ini juga tidak bisa diabaikan begitu saja," katanya.
Menurut dia, polisi seharusnya menyelidiki kasus tersebut.
"Polisi patut menginvestigasinya. Sebab ini bukan semata-mata tentang orang dengan kondisi psikis yang tidak wajar."
"Tapi boleh jadi, sudah mengandung unsur pidana. Sebab ada unsur pelecehan seksual berbasis daring atau virtual sexual harrassment," kata Reza.
Baca: Video Penampakkan Korban Gilang Bungkus Tengah Ditutupi Jarik Ketat, Tak Ada Celah Udara Masuk
Selain itu, menurut Reza, pelaku juga pantas disebut predator.
"Predator itu sebatas sebutan populer. Bisa saja pakai penamaan semacam itu karena dia dianggap telah memangsa orang lain secara seksual," kata Reza.
Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul: Pakar Psikologi Forensik Menduga Ada Kelainan Seksual dalam Diri Oknum Mahasiswa