Gara-gara Bersihkan Pekarangan Rumah untuk Acara Syukuran Anak, Pria Ini Divonis 6 Bulan Penjara
Rustam warga Kepulauan Meranti yang tersandung kasus pembakar lahan pada 25 Februari 2020 telah mendapatkan vonis hakim
TRIBUNNEWS.COM- Seorang pria di Meranti divonis enam bulan penjara oleh hakim.
Hal ini berawal saat pelaku membersihkan pekarangan rumah untuk acara syukuran anak yang baru lahir.
Namun, nasib malang justru menimpa pria tersebut.
Rustam warga Kepulauan Meranti yang tersandung kasus pembakar lahan pada 25 Februari 2020 telah mendapatkan vonis hakim Pengadilan Negeri Bengkalis, Selasa (21/7/20) kemarin.
Pada sidang yang dilaksanakan secara daring tersebut , Hakim Pengadilan Negeri Bengkalis yang diketuai Rudi Ananta Wijaya telah memutuskan Rustam secara sah dan meyakinkan bersalah.
Warga Desa Alah Air Kecamatan Tebing Tinggi ini dikenakan sanksi penjara selama 6 bulan kurungan dan denda Rp 10 Juta subsider 5 hari.
"Benar, sudah Vonis Hakim 6 bulan penjara," kata Kasi Pidana Umum Kejari Kepulauan Meranti, Junaidi Abdillah saat dikonfirmasi Rabu (22/7/2020) siang.
Sementara itu penasehat Hukum terdakwa Rustam, Noval Setiawan juga mengatakan bahwa terdakwa Rustam menerima putusan Hakim Pengadilan Negeri Bengkalis tersebut.
Menurutnya, dengan vonis 6 bulan penjara hakim Pengadilan Negeri Bengkalis diprediksikan Rustam akan dibebas pada akhir bulan Juli ini.
Saat ini, kata Noval, Rustam masih menjalani masa tahanan di sel Polres Kepulauan Meranti.
Baca: Pria Semarang Ingin Beli Tanah Tanpa Nawar, Sekaligus Peristri si Janda Kembang Kudus yang Viral
Baca: VIRAL Pria Jual Tanah Sekaligus Tawarkan Adik yang Sedang Cari Suami: Bila Jodoh Dapat Memperistri
Baca: Aris Jual Tanah di Kudus dan Pembeli Bisa Memperistri Adiknya yang Janda Kembang, Ini Syaratnya
"InsyaAllah, Pak Rustam akan bebas diperkirakan pada 29 atau 30 Juli ini,"ungkap Noval kepada wartawan.
Sementara itu Direktur YLBHI Pekanbaru Andi Wijaya yang juga kuasa hukum terdakwa menilai bahwa pada dasarnya Rustam selayaknya tidak dikenakan hukuman apapun.
"Kalau kita nilai pak Rustam bisa dikenai dengan pasal apapun, karena memang niatan dia adalah membersihkan lahannya untuk syukuran anaknya yang baru lahir," ujar Andi saat dihubungi Tribun Rabu (22/7/2020).
Dirinya mengatakan pertimbangan Rustam diputuskan Hakim bersalah karena sudah ada tanaman lain yang terbakar.
"Kayak tanaman seperti pinang dan pisang tapi kita anggap tanaman itu tanaman perkebunan. Anastesi kita itu bukan perkebunan karena pekerjaan dia sehari-hari itu berkebun," tutur Andi.
Walaupun demikian Andi mengatakan pihak kuasa hukum maupun Rustam sendiri telah menerima keputusan tersebut.
"Sidang semalam pak Rustam itu menerima, dan bulan ini sebenarnya dia bisa bebas karena sudah bebas karena dia sudah ditahan sejak Januari," tutur Andi.
Dirinya menilai dengan adanya dendanya Rp 10 juta yang divoniskan kepada Rustam, maka hal itu menggambarkan bahwa Rustam tifak sepenuhnya bersalah.
"Dendanya 10 juta itu yang lain-lain dendanya 100 juta, artinya hakim menilai bahwasannya perbuatan dia (Rustam) sebenarnya bukan dikenakan undang-undang TPLH atau perkebunan." Pungkasnya.
Rustam Bakar Sampah di Pekarangan Sendiri
Penasihat Hukum menyebut Rustam Bin Kartawirya membakar sampah di pekarangan sendiri sehingga tidak sesuai jika dituntut melanggar UU Perkebunan.
Hal itu diungkapkan Noval Setiawan selaku Penasihat Hukum Rustam, warga Kabupaten Kepulauan Meranti Riau pada persidangan dengan agenda pembacaan duplik, Selasa (14/7/2020).
Sebelumnya, agenda persidangan dengan Nomor Perkara 187/Pid.B/LH/2020/PN.Bls di Pengadilan Negeri Bengkalis itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengajukan replik terhadap nota pembelaan (pledoi) Penasihat Hukum Terdakwa.
Pada duplik, Penasihat Hukum Rustam menyebutkan Jaksa mencoba mencari literasi di luar dari UU No.39 Tahun 2014 tentang Perkebunan terkait pengertian lahan karena dalam UU tersebut tidak dijelaskan pengertian lahan.
Pada penjelasan umum UU RI Nomor 39 tahun 2014 tentang Perkebunan menjelaskan bahwa UU Perkebunan secara khusus untuk menjerat pelaku usaha yang besar dan tidak cocok dijadikan landasan yuridis untuk menjerat masyarakat miskin, seperti terdakwa Rustam.
Penasihat hukum juga menuturkan fakta persidangan juga sudah terungkap bahwa pekerjaan Rustam adalah buruh bangunan dan fakta tersebut tidak terelakkan lagi.
Secara filosofis pembentukan UU Perkebunan diperuntukan untuk perkebunan dengan skala luas, hal itu tertuang dalam penjelasan umum UU Perkebunan.
Yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, meningkatkan sumber devisa negara, menyediakan lapangan kerja dan kesempatan usaha, meningkatkan produksi, produktivitas, kualitas, nilai tambah, daya saing, dan pangsa pasar.
Meningkatkan dan memenuhi kebutuhan konsumsi serta bahan baku industri dalam negeri, memberikan pelindungan kepada pelaku usaha perkebunan dan masyarakat.
Mengelola dan mengembangkan sumber daya perkebunan secara optimal, bertanggung jawab, dan lestari, dan meningkatkan pemanfaatan jasa perkebunan.
“Artinya UU ini dibuat untuk perkebunan skala luas bukan yang termasuk terdakwa yang sehari-harinya bekerja sebagai buruh,” ungkap Noval Setiawan selaku Penasihat Hukum Rustam.
Dijelaskan Noval, UU Perkebunan yang menjadi landasan yuridis sebagai dakwaan maupun tuntutan tidak terbukti pada Terdakwa.
Karena berdasarkan pasal 1 angka (9) UU RI Nomor 39 tahun 2014 tentang Perkebunan, subjek hukum dalam UU ini yang melakukan pembukaan lahan atau mengelola dikategorikan sebagai pekebun.
“Jika dikaitkan dengan fakta persidangan, Rustam tidak membuka lahan untuk mengelola lahan seperti argumentasi Jaksa.”
“Kegiatan Rustam dengan maksud untuk membuat acara akikah untuk anaknya yang baru lahir”, kata Noval Setiawan.
Dikatakannya, fakta yang terkuak di persidangan bahwa lahan yang terbakar masih di dalam perkarangan rumah Rustam.
Jaksa juga dikatakannya menampilkan foto tanah yang terbakar terdapat pohon kelapa, pinang dan lainnya dan menyebutkan seorang buruh bangunan tidak dilarang untuk berkebun.
“Argumen Jaksa dalam repliknya bertolak belakang dengan keterangan para saksi yang menerangkan di persidangan bahwa di lahan tersebut memang sudah ada pohon-pohon itu sebelum Rustam membelinya,”kata Noval.
“Perbedaan perlakuan dalam penegakan hukum terhadap korporasi dan masyarakat kecil menunjukkan disparitas hukum yang sangat mencolok.”
“ Keseriusan pemerintah tidak nyata dalam praktIknya, sehingga upaya pemerintah dalam penerapan hukum multi door masih menuai kritikan dan terkesan masih tebang pilih,” sambung Noval.
Dirinya mengatakan agar UU yang dibentuk dengan maksud dan niat yang sangat baik dipergunakan untuk memenjara masyarakat yang tidak tepat.
Sehingga marwah UU yang dibentuk berbeda makna dan tujuan.
Dalam putusan Pengadilan Negeri Stabat dengan perkara nomor 105/Pid.B/LH/2017/PN Stb menyatakan menurut Pasal 1 angka 3 UU Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.
Adalah segala kegiatan pengelolaan sumber daya alam, sumber daya manusia, sarana produksi, alat dan mesin budi daya, panen, pengolahan dan pemasaran terkait tanaman perkebunan.
“ Fakta-fakta yang terungkap dipersidangan kegiatan dari terdakwa tidak memiliki pengelolaan sumber daya alam, sumber daya manusia, sarana produksi, alat dan mesin, budi daya, panen, pengolahan, dan pemasaran.”
“Terkait tanaman perkebunan tidak tepat dikategorikan kepada diri terdakwa karena dari fakta persidangan tidak didapatkan niatan melakukan usaha perkebunan. Maka, kategori pekebun tidak cocok disematkan pada diri terdakwa,”lanjut Noval.
Dalam putusan No 105/Pid.B/LH/2017/PN Stb majelis hakim juga berpendapat bahwa perbuatan terdakwa tidak memenuhi rumusan delik kegiatan perkebunan.
Karena tidak memiliki pengelolaan sumber daya alam, sumber daya manusia, sarana produksi, alat dan mesin, budi daya, panen, pengolahan, dan pemasaran terkait tanaman perkebunan.
Penasihat Hukum Minta Rustam Dibebaskan
Tim Penasihat Hukum menjelaskan bahwa baik dalam dakwaan kesatu dan dakwaan kedua Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak terbukti secara sah dan meyakinkan.
Penasihat Hukum meminta majelis hakim yang memeriksa perkara terdakwa Rustam Bin Kartawirya untuk dibebaskan dari segala tuntutan hukum.
Persidangan akan dilanjutkan pada Selasa (21/7/ 2020) pekan depan dengan agenda pembacaan putusan.
“Semoga majelis hakim dapat memberikan keadilan bagi Pak Rustam dan keluarganya serta masyarakat yang miskin dan buta hukum,” tutup Noval.
Sementara itu, Kasi Pidana Umum (Pidum) Junaidi Abdilah SH melalui Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Kepulauan Meranti Edmon Rizal SH mengatakan bahwa sejauh ini pihaknya merasa apa yang telah didakwakan terbukti dari fakta-fakta yang ada.
“Sebelum terdakwa membersihkan halaman di samping rumahnya rumput-rumput yang berjarak 10 meter yang ada tanaman pisang, kelapa dan pohon pinang di rundop oleh terdakwa sehingga rumput tersebut mengering.”
“ Kemudian terdakwa membakar di rumput yang dikumpulkan terdakwa hasil membersihkan halaman rumah ditunggul pohon jambu.”
“ Selanjutnya terdakwa membakar sehingga menjalar ke rumput yang telah dirondap dan mengakibatkan terbakarlah semua. Untung cepat dipadamkan karena masyarakat datang. Ini fakta sesungguhnya,” ungkap Edmon.
Dijelaskan Edmon, fakta di persidangan terdakwa mengatakan kalau mau ada kenduri anaknya baru lahir makanya dibersihkan.
“Silakan saja, faktanya nanti hakim yang menilai,” katanya.
Hadirkan Ahli dari IPB
Edmon Rizal SH yang juga Kasubag Pembinaan Kejari Meranti itu, pihaknya menghadirkan ahli dari Institut Pertanian Bogor (IPB) yakni Prof Dr Ir Bambang Hero Saharjo, M.Agr, Ahli Kebakaran Hutan dan Lahan terkait masalah kerugian, ukuran luasnya.
Hasil dari pihak IPB tersebut dituangkan dalam bentuk laporan dan itu yang dipaparkan saat memberikan keterangan ahli dan kedua belah pihak mendengar.
“Itu bukan dari kami yang menentukan, karena itu dari ahli IPB yang datang kesini mengambil sampel dibawa ke labor dan dia ngitung berapa kerugiannya dan sebagainya di labor IPB langsung,” ungkapnya.
“Bahkan dari kajian ahli menyatakan memang itu masuk dalam kategori pidana, dan dia pun minta langsung kepada majelis, tapi kata majelis itu kewenangan kami jadi kami tidak bisa dipengaruhi. Ini masuk kategori pembakaran hutan dan lahan,” tambah Edmon.
Selain ahli dari IPB, pihaknya juga menghadirkan ahli ukur, yaitu untuk mengukur luas area yang terbakar.
“Kemudian dari pihak mereka menghadirkan Prof Nurul Huda ahli pidana. Tapi kalau pihak jpu, selain menghadirkan ahli, ahli JPU juga mengambil sampel dan mengujinya langsung,” ujarnya.
“Usai memaparkan kajian ahli tersebut, majelis memberikan kesempatan untuk bertanya sepuas-puasnya baik kepada jpu maupun kepada PH terdakwa,” tambahnya.
Edmon juga menuturkan bahwa pihaknya tidak akan mempidanakan orang apabila membakar di halaman rumah terdakwa.
(Tribunpekanbaru.com/ Teddy Tarigan)
Artikel ini telah tayang di Tribunpekanbaru.com dengan judul "Bersihkan Pekarangan untuk Tempat Syukuran Anaknya yang Baru Lahir, Rustam Divonis 6 Bulan Penjara"